Hikmah Allâh Azza wa Jalla menetapkan adanya perbedaan
dan perselisihan diantara manusia. Diantara penyebabnya adalah adanya perbedaan
ilmu, kecerdasan, sifat, pengalaman, lingkungan, dan lain-lainnya. Oleh karena
itu perselisihan merupakan takdir Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terjadi.
Karena perselisihan sudah terjadi dan pasti akan terus terjadi, maka sangat
penting bagi kita memahami beberapa hal yang berkait dengan masalah ini,
sehingga kita bisa menyikapinya dengan benar. Semoga tulisan singkat ini bisa
menambah wawasan kita seputar masalah yang besar ini.
APA
HIKMAH ADANYA PERSELISIHAN?
Semua takdir Allâh Azza wa Jalla pasti mengandung hikmah, karena Allâh Azza wa
Jalla adalah al-Hakîm (Yang Maha Bijaksana). Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah
memberitakan kepada kita tentang hikmah penciptaan dalam beberapa ayat
al-Qur’ân, diantaranya adalah:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan,
dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.Yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun. [al-Mulk/67: 1-2]
Juga firman-Nya yang artinya, “Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum
itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya.” [Hûd/11: 7]
Juga firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menjadikan
apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah
di antara mereka yang lebih baik perbuatannya. [al-Kahfi/18: 7]
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa diantara hikmah Allâh
Azza wa Jalla menciptakan makhluk ini adalah sebagai ujian bagi manusia, agar
tampak siapakah di antara mereka yang lebih baik perbuatannya. Termasuk adanya
perselisihan bahkan perpecahan diantara manusia atau bahkan di antara kaum
muslimin, adalah sebagai ujian siapa di antara mereka yang paling baik
perbuatannya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,
“Yaitu agar Allâh Azza wa Jalla menguji kamu. Karena Dia telah menciptakan apa
saja yang ada di langit dan di bumi dengan disertai perintah-Nya dan
laranganNya, lalu Dia akan melihat siapa diantara kamu yang paling baik
perbuatannya. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, ‘Yang paling ikhlas dan
paling shawab (benar)’. Beliau ditanya, ‘Hai Abu ‘Ali, apakah (yang dimaksud
dengan) ‘yang paling ikhlas dan paling shawab (benar)?’ Beliau menjawab,
‘Sesungguhnya amalan itu jika ikhlas, tetapi tidak benar, tidak akan diterima.
Dan jika benar, tetapi tidak ikhlas, tidak akan diterima. Amal akan diterima
jika ikhlas dan benar. Ikhlas maksudnya amalan itu untuk wajah Allâh dan benar
maksudnya amalan itu mengikuti syari’at dan sunnah”. [Taisîr Karîmir Rahmân, surat
Hûd, ayat ke-7]
MACAM-MACAM
PERSELISIHAN DAN HUKUM ORANG YANG BERSELISIH
Perselisihan itu banyak jenisnya. Oleh karena itu merupakan kesalahan ketika
seseorang mengatakan bahwa semua perselisihan itu buruk dan tercela. Juga
ketika seseorang mengatakan bahwa semua perselisihan itu boleh, bahkan
merupakan rahmat. Yang benar adalah mensikapi perselisihan itu sesuai dengan
sebab-sebab perselisihan itu. Ada beberapa bentuk perselisihan di antara
manusia sebagai berikut :
1.
Bentuk atau jenis perselisihan yang terpenting dan terbesar
adalah perselisihan (perbedaan) antara iman dengan kekafiran, antara ketaatan
dengan kemaksiatan, antara al-haq dengan al-batil. Perselisihan jenis ini,
salah satunya terpuji, sedangkan yang satu lagi tercela. Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ
Dia-lah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada
yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. [at-Taghâbun/64: 2]
Juga firman-Nya:
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ ۖ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ ۚ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَٰكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka
atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allâh berkata-kata (langsung
dengan dia) dan sebagiannya Allâh meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami
berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia
dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allâh menghendaki, niscaya tidaklah
berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-rasul itu, sesudah
datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih,
maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang
kafir. [al-Baqarah/2: 253]
Perselisihan ini terjadi dengan kehendak dan takdir
Allâh Azza wa Jalla , dan Allâh memiliki hikmah yang sempurna dalam semua
takdirnya. Dan dari sebab perselisihan ini muncul sikap saling membenci,
memisahkan diri, bahkan saling memerangi. Walaupun orang-orang beriman dilarang
berbuat zhalim kepada siapapun. Karena perselisihan yang disebabkan iman dan
kekafiran ini adalah perselisihan pokok. Perselisihan ini akan terus
berlangsung, perselisihan antara al-haq dengan al-batil, antara wali-wali Allâh
dengan musuh-musuh-Nya, antara hizbullah (golongan Allâh) dengan hizbusy
syaithan (golongan setan).
Kebenaran yang ada dari perselisihan jenis ini jelas
berada di pihak para Rasul dan pengikut mereka. Maka barangsiapa ingin selamat,
bahagia, dan ingin sukses, hendaklah dia bergabung dengan pihak ini.
Barangsiapa berada di pihak yang lain, maka dia telah menentang Allâh dan
Rasul-Nya. Allah berfirman :
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka menentang Allâh dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang
Allâh dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allâh Amat keras siksaan-Nya.
[al-Anfâl/8: 13)]
Perbedaan yang jelas ini juga berdampak pada kondisi
akhir masing-masing golongan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍكُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِإِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir)
yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka. Maka
orang-orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka.
Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu
dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit
(mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak
ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan
ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini”.
Sesungguhnya Allâh memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga
itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka adalah sutera. [Al-Hajj/22: 19-23]
Dan perlu diketahui bahwa mayoritas manusia berada
dalam golongan setan, sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada
keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.
[al-Mukmin/40: 59]
Juga firman-Nya, yang artinya, “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allâh). [al-An’âm/6: 116]
2.
Di antara bentuk perselisihan atau perbedaan yang ada di kalangan manusia
adalah perselisihan di antara agama-agama kafir.
Dalam perselisihan jenis ini, semua pelakunya tercela, semuanya berada di dalam
kesesatan, walaupun dengan derajat kesesatan yang berbeda-beda.
Allâh berfirman, yang artinya, “Dan mereka (Yahudi dan
Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang
kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah
orang yang benar”. (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan
diri kepada Allâh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Rabbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. Orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu
tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang
Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,” Padahal mereka (sama-sama) membaca
al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti
ucapan mereka itu. Maka Allâh akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat,
tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. [al-Baqarah/2: 111-113]
3.
Diantara bentuk perselisihan atau perbedaan adalah perselisihan diantara umat
Islam. Penyebabnya adalah perbedaan dalam berpegang kepada
al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak kaum Muslim tidak berpegang kepada al-Qur’ân
dan as-Sunnah dengan benar, sehingga terjerumus dalam berbagai kesesatan. Mereka
menjalankan agama dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allâh Azza wa
Jalla. Sebagian mereka memiliki keyakinan yang tidak ada dalilnya dari wahyu
Allâh Azza wa Jalla, sehingga muncul berbagai firqah (golongan) di kalangan
umat ini. Mereka membuat atau mengikuti berbagai bid’ah (perkara baru di dalam
agama), lalu menganggapnya sebagai agama. Mereka berselisih satu sama lain, dan
masing-masing golongan berbangga dengan perkara yang ada padanya.
Perselisihan antar golongan di kalangan umat Islam ini
juga berbahaya, karena hal itu akan melemahkan mereka dan menghilangkan
kewibawaan mereka. Bahkan golongan-golongan yang menyimpang dari Ahlus Sunnah,
dari jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya, mereka diancam dengan neraka, sebagaimana disebutkan di dalam
hadits al-firqatun-najiyah sebagai berikut :
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
Dari Auf bin Malik Radhiyallahu anhu , dia berkata:
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang Yahudi telah
bercerai-berai menjadi 71 kelompok, satu di dalam sorga, 70 di dalam neraka.
Orang-orang Nashoro telah bercerai-berai menjadi 72 kelompok, 71 di dalam
neraka, satu di dalam sorga. Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya,
umatku benar-benar akan bercerai-berai menjadi 73 kelompok, satu di dalam
sorga, 72 di dalam neraka”. Beliau ditanya: “Wahai Rasûlullâh! siapa mereka
itu?”, beliau menjawab, “al-Jama’ah”. [HR.Ibnu Majah no: 3992; Ibnu Abi Ashim,
no: 63; Al-Lalikai 1/101. Hadits ini berderajat Hasan. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah, no: 3226]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, dia berkata:
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh umatku akan ditimpa
oleh apa yang telah menimpa Bani Israil, persis seperti sepasang sandal.
Sehingga jika diantara mereka ada yang menzinahi ibunya terang-terangan,
dikalangan umatku benar-benar ada yang akan melakukannya. Dan sesungguhnya Bani
Isra’il telah bercerai-berai menjadi 72 agama, dan umatku akan bercerai-berai
menjadi 73 agama, semuanya di dalam neraka kecuali satu agama”. Para sahabat
bertanya: “Siapa yang satu itu wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “Apa yang
saya dan para sahabatku berada di atasnya”. [Hadits Shahih Lighairihi riwayat
Tirmidzi, al-Hâkim, dan lainnya. Dishahihkan oleh Imam Ibnul Qayyim dan
asy-Syathibi, dihasankan oleh al-Hafizh al-‘Iraqi dan Syaikh al-Albani. Syeikh
Salim al-Hilali menulis kitab khusus membela hadits ini dalam sebuah kitab yang
bernama “Daf’ul Irtiyab ‘An Haditsi Maa Ana ‘Alaihi Wal Ash-hab]
Perselisihan di kalangan umat Islam ini dari satu sisi
menyerupai perselisihan antara kaum Mukminin dengan orang-orang kafir, karena
perselisihan antara Ahlus Sunnah dengan semua ahli bid’ah adalah perselisihan
tadhad (kontradiksi). Ahlus Sunnah di tengah-tengah ahli bid’ah adalah seperti
umat Islam di tengah-tengah orang-orang kafir. Meski jumlah mereka sedikit,
namun kebenaran selalu berada di pihak Ahlus Sunnah, yaitu orang-orang yang
berpegang dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Sedangkan ahli bid’ah tetap dalam penyimpangan mereka. Penyimpangan mereka
bervariasi, semakin jauh dari Sunnah, maka kesesatan mereka juga semakin besar.
Semakin dekat kepada Sunnah, kesesatan mereka semakin sedikit.
Perselisihan di antara umat Islam ini benar-benar
terjadi, bahkan telah dijelaskan oleh al-Qur’ân dan as-Sunnah. Karena Allâh
Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa umat-umat zaman dahulu telah
berpecah-belah, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
Dan mereka (ahli Kitab) tidak berpecah belah, kecuali
setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara
mereka. [asy-Syûra/42:14]
Sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberitakan bahwa sebagian umat ini pasti akan mengikuti perilaku umat-umat
zaman dahulu, termasuk perbuatan mereka yang berselisih dan berpecah belah.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ؟
Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu benar-benar akan mengikuti jalan-jalan
orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.
Sehingga seandainya mereka melewati lobang dhob (satu jenis kadal pasir), kamu
benar-benar juga akan melewatinya”. Kami (para sahabat) bertanya: “Wahai
Rosululloh, apakah anda maksudkan orang-orang Yahudi dan Nashoro?” Beliau
menjawab: “Siapakah selain mereka?” [HR. Bukhari, no: 3456; Muslim, no: 2669]
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh mengatakan,
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki bahwa umatnya tidaklah
meninggalkan sesuatupun yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan
Nashoro kecuali umat ini melakukan semuanya. Mereka tidak akan meninggalkan
sesuatupun darinya. Oleh karena itulah Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Orang yang
rusak di antara ulama kita, maka padanya terdapat perserupaan dengan Yahudi.
Dan orang yang rusak di antara ahli ibadah kita, maka padanya terdapat
perserupaan dengan dan Nashoro”. Alangkah banyaknya dua kelompok ini. Akan
tetapi di antara rohmat Alloh dan nikmatNya, tidak menjadikan umat ini tidak
akan bersatu di atas kesesatan”.[Fathul Majid, hal: 240, penerbit: Dar Ibni
Hazm]
Di antara contoh hal ini adalah penjelasan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ عَرْفَجَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ (وفي رواية: فَاقْتُلُوهُ )
Dari ‘Arfajah, dia berkata: Aku
mendengar Rasulullah bersabda, “Akan terjadi musibah demi
musibah. Maka barangsiapa ingin
mencerai-beraikan umat ini, saat mereka bersatu, maka pukullah dia
dengan
pedang, siapapun dia”. (Dalam riwayat lain, “maka bunuhlah
dia”. [HR. Muslim,
kitab: Imaâah, no: 1852]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini
terdapat perintah memerangi orang yang memberontak terhadap imam, atau ingin
mencerai-beraikan kaum Muslimin atau perbuatan sejenis lainnya. Dia dilarang
dari hal itu, jika dia tidak berhenti, maka dia diperangi. Jika kejahatannya
tidak tertolak kecuali dengan membunuhnya, maka dia dibunuh, dan kematiannya
sia-sia. Maka sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Maka pukullah dia
dengan pedang”, pada riwayat lain, “Maka bunuhlah dia”, maksudnya, jika tidak
tertolak kecuali dengan itu”. [Shahih Muslim, Syarh Nawawi 12/241-142]
4.
Ada juga perselisihan di antara Ahlus Sunnah,
namun perselisihan ini bukan dalam masalah-masalah pokok dalam aqidah, tidak
sebagaimana perselisihan antar sesama ahli bid’ah, atau perselisihan ahli
bid’ah dengan Ahlus Sunnah. Perselisihan sesama Ahlus Sunnah ini ada dua jenis
:
a). Perselisihan Tanawwu’ (perselisihan variasi),
yaitu jenis perselisihan yang kedua pihak yang berselisih berada dalam
kebenaran dan terpuji. Namun mereka akan berdosa jika berbuat zhalim terhadap
pihak lain, atau mengingkari kebenaran yang ada di pihak lain. Contoh, kejadian
yang dikisahkan dalam hadits di bawah ini :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَجُلاً قَرَأَ آيَةً سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلاَفَهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَأَتَيْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كِلاَكُمَا مُحْسِنٌ قَالَ شُعْبَةُ أَظُنُّهُ قَالَ لاَ تَخْتَلِفُوا فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا
Dari Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata, “Aku
mendengar seorang laki-laki membaca sebuah ayat, yang (bacaan)nya menyelisihi
yang telah aku dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka aku pegang
tangannya, dan aku bawa kepada Rasûlullâh, lalu beliau bersabda, “Kamu
berdua telah berbuat sebaik-baiknya.” Syu’bah berkata: Aku sangka dia
mengatakan: “Janganlah kamu berselisih, karena orang-orang sebelum kamu telah
berselisih, lalu mereka binasa”. [HR. Bukhari no: 2410]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perselisihan yang di dalamnya
orang-orang yang berselisih menolak kebenaran yang ada pada pihak lain. Karena
dua orang yang membaca (al-Qur’an) itu telah benar bacaan. Kemudian Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan alasan (larangan) tersebut adalah
kebinasaan orang-orang sebelum kita akibat perselisihan”.
Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan:
“Ketahuilah, bahwa mayoritas perselisihan antara umat, yang melahirkan
hawa-nafsu, engkau dapati termasuk jenis ini, yaitu: setiap orang dari
orang-orang yang berselisih itu benar, atau sebagiannya benar, tetapi dia
keliru karena telah menafikan kebenaran yang ada pada orang lain.” [Iqtidhâ’
Shirâthil Mustaqîm]
b). Perselisihan Tadhâd (perselisihan kontradiksi),
perselisihan ini ada dua jenis:
• Perselisihan kontradiksi dalam suatu masalah dan terdapat dalil tegas yang
menunjukkan kebenaran satu pendapat dari pendapat-pendapat yang ada.
Dalam hal ini, pendapat yang benar adalah pendapat
yang sesuai dengan dalil, yang lain salah. Namun jika orang-orang yang
berselisih ini berijtihad, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran, dengan disertai keikhlasan, maka mereka semua terpuji dan
mendapatkan pahala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
Jika seorang hakim menghukumi, dia telah berijtihad,
lalu ketetapannya sesuai dengan kebenaran, maka dia mendapatkan dua pahala. Dan
jika dia menghukumi, dia telah berijtihad, lalu dia melekukan kesalahan, maka
dia mendapatkan satu pahala. [HR. Bukhâri, no. 7352; Muslim, no.1716]
• Perselisihan kontradiksi dalam suatu masalah dan
tidak terdapat dalil tegas yang menunjukkan kebenaran salah satu dari dua
pendapat yang berselisih.
Maka dalam masalah ini, kedua pendapat itu boleh
diikuti dan semua pihak yang telah berijtihad terpuji dan mendapatkan pahala,
wallahu a’lam bishh shawwab.
Contoh hal ini adalah sebuah peristiwa yang dikisahkan
oleh sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhu sebagai berikut :
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ « لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلاَّ فِى بَنِى قُرَيْظَةَ » . فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمُ الْعَصْرَ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ نُصَلِّى حَتَّى نَأْتِيَهَا ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّى لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ . فَذُكِرَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Ketika kami telah kembali dari perang Ahzâb, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Janganlah seseorang
melakukan shalat Ashar kecuali di kampung Bani Quraizhah!”. Sebagian mereka
(sahabat) mendapati waktu shalat Ashar di jalan, maka sebagian mereka berkata,
“Kita tidak akan melakukan shalat Ashar sampai mendatanginya”. Sebagian yang
lain berkata, “Kita melakukan shalat Ashar (sekarang), tidak dikehendaki dari
kita hal itu (yakni shalat Ashar di kampung Bani Quraizhah walaupun habis
waktunya-pen)”. Hal itu disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
dan beliau tidak menyalahkan seorangpun dari mereka. sampai mendatanginya”.
[HR. Bukhâri, no. 946 dan 4119]
SOLUSI
PERSELISIHAN
Kewajiban seorang Muslim adalah berpegang teguh dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah,
dan bersikap adil dalam hukum dan perkataan. Bersikap adil dalam menghukumi
antara orang Muslim dengan orang kafir, antara Ahlus Sunnah dengan ahlul
bid’ah, antara orang yang taat dengan orang yang bermaksiat, dengan menerima
kebenaran dari orang yang membawanya, jika telah nyata kebenarannya.
Tidak boleh fanatik kepada pendapat pribadinya, atau
pendapat gurunya, atau pendapat siapapun yang menyelisihi al-Qur’ân dan
as-Sunnah.
Dan kewajiban semua orang Muslim untuk mengembalikan
permasalahan yang diperselisihkan kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah. Allâh Azza wa
Jalla berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allâh
dan ta’atilah Rasul-Nya, dan ulil amri (ulama dan umaro’) di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allâh (al-Qur’ân) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allâh dan hari kemudian.” [an-Nisâ’/4:59]
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa
Jalla perintahkan manusia agar mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allâh
Subhanahu wa Ta’ala mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah !) dalam rangka
memberitahukan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara otonomi, dengan tanpa
meninjau ulang perintah beliau dengan al-Qur’an. Jika beliau memerintah, maka
wajib ditaati secara mutlak, baik perintah beliau itu ada dalam al-Qur’ân atau
tidak ada. Karena sesungguhnya beliau diberi al-Kitab dan yang semisalnya.”
[I’lâmul Muwaqqi’in 2/46), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]
Beliau rahimahullah juga berkata, “Kemudian Allâh
memerintahkan orang-orang yang beriman agar mengembalikan apa yang mereka
perselisihkan kepada kepada Allâh dan Rasul-Nya, jika mereka orang-orang yang
beriman. Dan Allâh Azza wa Jalla memberitakan kepada mereka, bahwa itu lebih
utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini
memuat beberapa perkara :
a). Orang-orang yang beriman
terkadang berselisih pada sebagian hukum. Perselisihan ini tidak menyebabkan
mereka keluar dari iman, selama mereka mengembalikan apa yang mereka
perselisihkan itu kepada Allâh (al-Qur’an) dan Rasul-Nya, sebagaimana yang
disyaratkan oleh Allâh Azza wa Jalla. Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa
(jika) sebuah hukum ditetapkan dengan sebuah syarat (tertentu), maka hukum itu
akan hilang seiring dengan hilangnya syarat.
b). Firman Allâh Azza wa Jalla
yang artinya, “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,” mencakup
seluruh masalah agama yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, baik yang kecil
maupun yang besar, yang tampak jelas maupun yang masih samar.
c). Seluruh kaum Muslimin sepakat
bahwa mengembalikan kepada Allâh maksuduya adalah mengembalikan kepada
kitab-Nya; mengembalikan kepada Rasul-Nya (maksudnya) adalah mengembalikan
kepada diri beliau di saat hidup beliau, dan kepada Sunnah beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah wafat beliau.
d). Allâh Azza wa Jalla menjadikan keharusan
mengembalikan seluruh perkara yang diperselisihkan kepada Allâh dan Rasul-Nya
sebagai kewajiban dan konsekwensi iman. Jika ini tidak ada, maka iman hilang.
[Diringkas dari I’lamul Muwaqqi’in 2/47-48), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th:
1422 H / 2002 H]
Oleh karena itu, seorang Mukmin harus menerima dengan sepenuh hati, jika datang kepadanya dalil dari al-Qur’ân, atau hadits shahih dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan pemahaman yang benar, pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Kesimpulannya, orang-orang yang berselisih wajib
mengembalikan semua permasalahan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika ia tidak
mampu mengembalikan kepada keduanya, karena tidak memiliki ilmu tentang
nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kewajibannya adalah bertanya kepada
para ahli ilmu. Oleh karena itu, menghormati para ulama itu wajib, sesuai
dengan kedudukan mereka sebagai pewaris Nabi, tidak bersikap ghuluw (melewati
batas).
Inilah sedikit tulisan berkaitan dengan masalah ini,
semoga Allâh selalu memberikan bimbingan kepada kita di atas jalan yang Dia
cintai dan ridhai, menganugerahkan keikhlasan niat dan kebenaran amalan,
sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa dan Maha Kuasa mengabulkannya.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhamad, keluarganya, dan para sahabatnya, al-hamdulillahi rabbil ‘alamin.
Catatan :
Makalah ini banyak mengambil manfaat dari muhadharah (ceramah) syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barraak dengan judul Mauqiful Muslim minal Khilaf (Sikap Seorang Muslim Terhadap Perselisihan)
____________________________
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
___________________________________________
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Sumber: https://almanhaj.or.id/3340-sikap-seorang-muslim-terhadap-perselisihan.html