Allah ta’ala berfirman :
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan
berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu
(masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu jadilah kamu orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah” [QS. Ali ‘Imran : 103].
Al-‘Allamah As-Sa’di rahimahullah berkata :
ثم
أمرهم تعالى بما يعينهم على التقوى وهو الاجتماع والاعتصام بدين الله،
وكون دعوى المؤمنين واحدة مؤتلفين غير مختلفين، فإن في اجتماع المسلمين
على دينهم، وائتلاف قلوبهم يصلح دينهم وتصلح دنياهم وبالاجتماع يتمكنون من
كل أمر من الأمور، ويحصل لهم من المصالح التي تتوقف على الائتلاف ما لا
يمكن عدها، من التعاون على البر والتقوى، كما أن بالافتراق والتعادي يختل
نظامهم وتنقطع روابطهم ويصير كل واحد يعمل ويسعى في شهوة نفسه، ولو أدى
إلى الضرر العام....
“Kemudian Allah ta’ala memerintahkan mereka dengan
apa-apa yang dapat menolong mereka di atas ketaqwaan, yaitu persatuan
dan berpegang-teguh dengan agama Allah; yang menjadikan dakwah kaum
mukminin adalah dakwah yang satu, menyatu dan tidak saling
berselisihan. Sesungguhnya dalam berkumpulnya kaum muslimin di atas
agama mereka dan persatuan hati-hati mereka, ada kebaikan kebaikan bagi
agama dan dunia mereka. Dengan persatuan, mereka dapat mengatasi suatu
perkara. Mereka memperoleh banyak kebaikan yang tidak terhitung
jumlahnya karena persatuan mereka itu, dari sikap saling
tolong-menolong dalam ketaqwaan dan kebaikan. Seperti halnya perpecahan
dan permusuhan akan mengakibatkan aturan (perikehidupan) menjadi rusak,
memutuskan tali kekerabatan/persaudaraan, serta menjadikan setiap orang
berbuat dan berjalan demi kepuasan syahwat pribadinya semata; meskipun
mengakibatkan kerugian bagi masyarakat…” [selesai].
Perpecahan
adalah sebuah keburukan yang besar. Ia menghancurkan kekuatan,
menghilangkan kemampuan, menyia-nyiakan waktu, mematikan hati dan
menggantinya dengan penyakit-penyakit hati, serta meruntuhkan segala
apa yang baik dan lurus di dalamnya. Barangsiapa yang menyaksikan
barisan kaum muslimin saat ini dan segala hal yang melingkupinya berupa
perpecahan dan perselisihan, maka ia akan mengetahui hakekat
perselisihan itu yang menjadikan kita sebagai santapan bagi musuh-musuh
Islam.
Inilah satu kondisi dimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita akibat dari perselisihan dan perpecahan :
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
سَمِعْتُ
رَجُلاً قَرَأَ آيَةً وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْرَأُ خِلَافَهَا، فَجِئْتُ بِهِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ، فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ
الْكَرَاهِيَةَ.
“Aku pernah mendengar seorang laki-laki membaca sebuah ayat, dan akupun mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut berbeda (dengan apa yang dibaca laki-laki itu). Aku pun kemudian memberitahukan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang bacaan laki-laki tersebut. Maka aku lihat dari wajah beliau tanda kebencian”.
Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata[1] :
وقد
أخرج مسلم من وجه آخر عن عبد الله بن عمر قال هَاجَرْتُ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلَيْنِ اخْتَلَفَا فِي
آيَةٍ فَخَرَجَ يُعْرَفُ الْغَضَبُ فِي وَجْهِهِ
“Muslim meriwayatkan dari jalan yang lain, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : ‘Aku berhijrah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau mendengar dua orang yang berselisih dalam satu ayat Al-Qur’an. Kemudian beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam pergi dan nampak tanda kemarahan di wajah beliau’.
وَقَالَ : كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا
“Beliau shallallaahu ‘alaihi was sallam bersabda : ‘Kamu berdua telah melakukan kebaikan’. [2]
Perselisihan akan mengakibatkan kehancuran. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamtelah
mengingatkan serta memberikan keterangan dan bukti atas hal tersebut
kepada kita, yaitu : bahwa orang-orang sebelum kita telah berselisih
yang akhirnya (perselisihan itu) membinasakan mereka. Oleh karena itu,
kita sangat butuh pada sesuatu yang dapat menghilangkan perselisihan
dan meninggalkan perpecahan yang telah mencengkeram kita akibat
perbuatan orang-orang kafir dan munafik.
Dari Abu Umamah Al-Bahiliy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاأَ وَإِنْ كَانَ مُحِقّاً.....
“Aku
menjamin rumah di surga yang paling bawah kepada siapa saja yang
meninggalkan perdebatan walaupun ia berada pada pihak yang benar”.[3]
Apakah mereka – orang-orang yang sok alim
yang selalu berselisih – sadar akan bimbingan kenabian tersebut ?
Perselisihan pada satu perkara yang pantas (dimaklumi) ada perselisihan
di dalamnya, lalu mereka mengkafirkan sebagian yang lain ?[4]Sesungguhnya
perselisihan yang dilandasi oleh hawa nafsu – tidak atas dasar
ketentuan syari’at – itulah yang mengakibatkan pertengkaran
antara kelompok dan organisasi Islam. Bahkan itulah yang mendasarinya !
Seandainya kita perhatikan kelompok dan organisasi tersebut, kita akan
dapati setiap dari kelompok dan organisasi tersebut menganggap bodoh
pendapat yang lainnya. Seandainya mereka berpikir, mereka akan dapat
menemukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah seputar hal
yang menyangkut keduanya – seperti ketentuan yang disimpulkan
oleh para ulama yang terpercaya – sebagai jalan keluar bagi
seluruh masalah untuk mempersatukan kelompok dan organisasi tersebut,
serta menghindari perpecahan.
Perselisihan adalah sebuah perkara yang pasti terjadi. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamtelah bersabda :
فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَ اخْتِلَافًا كَثِيرًا،
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ
الرَّاشِدِيْن، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ !!
“Dan
barangsiapa yang masih hidup di antara kalian setelahku, niscaya ia
akan mendapatkan perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian
berpegang pada sunnahku dan sunnah para Khulafaur-Rasyidin yang
mendapatkan petunjuk. Pegang dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu
!!”.[5]
Dengan
demikian, wajiblah bagi kita semua untuk menyikapi perselisihan dengan
sikap bijaksana, tidak asal-asalan, dan jadikanlah syari’at
sebagai hakim dalam mencari jalan keluar tersebut beserta pemecahannya.
Perkara ini adalah perkara yang nyata dan tidak mustahil untuk
diwujudkan/dilaksanakan.
Orang yang diberi petunjuk adalah orang yang Allah ta’ala berikan bimbingan kepadanya, dan orang yang hina adalah orang yang dihinakan oleh Allah ta’ala.
Ya Allah, berilah kami petunjuk kepada kunci-kunci kebaikan. Arahkanlah
kami dalam urusan agama, dan satukanlah barisan orang-orang yang
mentauhidkan-Mu.
[1] Fathul-Bariy, 9/102.
[2] HR. Al-Bukhari no. 3476, Kitaab Ahaaditsil-Anbiyaa’ (Fathul-Baariy 6/513-514).
[3] Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitabul-Adab, Baab Fii Husnil-Khuluq, no. 4800. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 3/179.
[4] Asy-Syaikh Shaalih bin Ghaanim As-Sadlaan hafidhahullah mengatakan :
“Termasuk
diantara sebab perselisihan dan terpecahnya kaum muslimin menjadi
berbagai sekte dan golongan yang saling bermusuhan di masa kita adalah
: ‘Sikap tasyaddud(keras/ekstrim) dan tanaththu’ (berlebihan) yang keduanya terlarang, memberatkan dan mempersulit kaum muslimin dalam perkara agama mereka’.
Boleh
dikatakan bahwa saat ini tidak ada perselisihan/perpecahan yang menimpa
suatu umat di dunia yang menandingi apa yang terjadi pada umat kita.
Dan sangat disayangkan karena sebabnya adalah sikap ekstrim dan
berlebihan dalam perkara agama, dan juga sikapta’ashshub (fanatisme) tercela yang ada pada sebagian umat. Semoga Allah memberi mereka hidayah !!!
Sikap
keras dan ekstrim pada dasarnya dimaksudkan untuk mempersulit diri
sendiri ataupun orang lain dalam hukum-hukum syari’at, atau dalam
bersikap terhadap orang lain, atau memperlakukan mereka dengan cara
yang tidak dikehendaki oleh kaidah-kaidah pokok syari’at dan
tujuan dari ajaran agama. Karena sebenarnya agama ini dibangun di atas
prinsip ketaatan terhadap hukum-hukum syariat, dengan tetap menjaga
prinsip memudahkan dan menghilangkan kesulitan, melapangkan dan memberi
keringanan (rukhshah) pada tempatnya, berbaik sangka kepada orang lain dan mengasihi mereka, tidak menerapkan hukuman haddketika
ada syubhat, memberi nasehat kepada umat - baik secara umum ataupun
khusus - , memaafkan yang salah dan menerima ‘udzurnya selama
tidak melanggar batasan hudud(hukum-hukum) Allah ta’ala.” [Al-I’tilaaf wal-Ikhtilaaf, hal. 59-60; Daar Balansiyah, Cet. Thn. 1417 H].- Abul-Jauzaa’.
[5] Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitaabus-Sunnah, Baab Fii Luzuumis-Sunnah, no. 4607. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 3/118-119,Al-Irwaa’ 8/107-109 no. 2455, dan Al-Misykah 1/58 no. 165.
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/03/jangan-berselisih.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/03/jangan-berselisih.html