Baiknya Anda menolak dengan halus jika ada lawan jenis (bukan mahram) menyodorkan tangan untuk berjabat
tangan.
Berjabat Tangan Memang Termasuk Sunnah
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ
لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan
melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu
Daud no. 5212, Ibnu Majah no. 3703, Tirmidzi no. 2727. Al-Hafizh Abu Thohir
menyatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Adapun Syaikh Al Albani menyatakan
bahwa hadits ini shahih).
Mengucapkan Selamat Hari Raya Pun Sunnah
Perlu diketahui bahwa telah terdapat berbagai riwayat dari
beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka biasa mengucapkan selamat di
hari raya di antara mereka dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum”
(Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده
حسن .
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri
atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna
wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani,
Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354)
mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih.
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ :
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari
raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka.”
وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي تَهْنِئَةِ الْعِيدِ أَحَادِيثَ ،
مِنْهَا ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ ، قَالَ : كُنْت مَعَ أَبِي أُمَامَةَ
الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَكَانُوا إذَا رَجَعُوا مِنْ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لَبَعْضٍ :
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك .وَقَالَ أَحْمَدُ : إسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي
أُمَامَةَ إسْنَادٌ جَيِّدٌ .
Ibnu ‘Aqil menceritakan beberapa hadits mengenai ucapan selamat di
hari raya ‘ied. Di antara hadits tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia
berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lainnya. Jika mereka kembali dari ‘ied (yakni shalat ‘ied,
pen), satu sama lain di antara mereka mengucapkan, ‘Taqobbalallahu minna wa
minka’.” Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad riwayat Abu Umamah ini jayyid.
(Lihat Al-Mughni, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Darul Fikr, cetakan pertama, 1405,
2: 250).
Jabat Tangan Dengan Lawan Jenis (Bukan Mahram) itu
Musibah
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ
لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih
baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni
dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
كل من حرم النظر إليه حرم مسه وقد يحل النظر مع تحريم المس فانه يحل
النظر إلى الاجنبية في البيع والشراء والاخذ والعطاء ونحوها ولا يجوز مسها في شئ من
ذلك
“Setiap yang diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk
disentuh. Namun ada kondisi yang membolehkan seseorang memandang –tetapi tidak
boleh menyentuh, yaitu ketika bertransaksi jual beli, ketika serah terima
barang, dan semacam itu. Namun sekali lagi, tetap tidak boleh menyentuh dalam
keadaan-keadaan tadi. ” (Al-Majmu’, 4: 635). Baca: Hukum Memandang Wanita dan Aturan Melihat Aurat Lawan Jenis Saat Berobat.
Waspada Jabat Tangan dengan Wanita Muda
Berjabat tangan dengan yang bukan mahram, ada silang pendapat di
antara para ulama, dibedakan antara berjabat tangan dengan yang sudah tidak
punya rasa suka (syahwat) dan berjabat dengan yang masih muda.
Menurut Ulama Malikiyah, berjabat tangan dengan yang bukan mahram
tetap tidak dibolehkan walaupun berjabat tangan dengan yang sudah sepuh dan
tidak punya rasa apa-apa (tidak dengan syahwat). Mereka beralasan dengan
keumuman dalil yang melarangnya.
Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan
mahram, juga tidak mengecualikan yang sudah sepuh yang tak ada syahwat atau
rasa apa-apa. Mereka pun tidak membedakannya dengan yang muda-muda.
Sedangkan yang membolehkan berjabat tangan dengan non mahram yang
sudah tua (yang tidak ada syahwat) adalah ulama Hanafiyah dan ulama Hambali.
Namun untuk berjabat tangan dengan non-mahram yang muda, maka tidak dibolehkan
menurut mayoritas ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalam
pendapat Ibnu Taimiyah, seperti itu dihukumi haram. Sedangkan ulama Hanafiyah
mengaitkan larangan berjabat tangan dengan yang muda jika disertai syahwat
(rasa suka padanya). Namun ulama Hambali melarang hal ini baik jabat tangan
tersebut di balik kain ataukah tidak. (Lihat bahasan dalam Kunuz Riyadhis
Sholihin, 11: 452)
Kalau kita lihat perselisihan ulama di atas, yang jelas mereka
sepakati adalah terlarang berjabat tangan dengan lawan jenis (wanita muda) yang
bukan mahram. Karena jelas lebih menggoda. Sedangkan berjabat tangan mahram
seperti ibu, saudara perempuan, bibi (tante), tentu saja dibolehkan.
__________
Share Ulang: