Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
مَثَلُ
الْـجَلِيْسِ الصَّالـِحِ وَالسُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ
الْكِيْرِ. فَحَامِلُ الْـمِسْكِ إِمَّا أَنْ يَحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ
تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً،
وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
رِيْحًا خَبِيْثَةً
“Permisalan
teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak
wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia
akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan
bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk
dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi
engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa teman dapat memberikan pengaruh
negatif ataupun positif sesuai dengan kebaikan atau kejelekannya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan teman bergaul atau
teman duduk yang baik dengan penjual minyak wangi. Bila duduk dengan penjual minyak wangi, engkau akan dapati satu dari tiga perkara sebagaimana tersebut dalam hadits. Paling minimnya engkau dapati darinya bau yang harum yang akan memberi pengaruh pada jiwamu, tubuh dan pakaianmu.
Sementara kawan yang jelek diserupakan dengan duduk di dekat pandai
besi. Bisa jadi beterbangan percikan apinya hingga membakar pakaianmu,
atau paling tidak engkau mencium bau tak sedap darinya yang akan
mengenai tubuh dan pakaianmu.
Dengan
demikian jelaslah, teman pasti akan memberi pengaruh kepada seseorang.
Dengarkanlah berita dari Al-Qur`an yang mulia tentang penyesalan orang
zalim pada hari kiamat nanti karena dulunya ketika di dunia berteman
dengan orang yang sesat dan menyimpang, hingga ia terpengaruh ikut
sesat dan menyimpang.
وَيَوْمَ
يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ
الرَّسُولِ سَبِيلاً. يَاوَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا
خَلِيلاً. لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ
الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan
ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit dua tangannya,
seraya berkata, ‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku.
Sungguh ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur`an ketika Al-Qur`an itu
telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29)
‘Adi bin Zaid, seorang penyair Arab, berkata:
عَنِ الْـمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْـمُقَارَنِ يَقْتَدِي
إِذَا كُنْتَ فِي قَوْمٍ فَصَاحِبْ خِيَارَهُمْ وَلاَ تُصَاحِبِ الْأَرْدَى فَتَرْدَى مَعَ الرَّدِي
Tidak perlu engkau bertanya tentang (siapa) seseorang itu, namun tanyalah siapa temannya,
Karena setiap teman meniru temannya. Bila engkau berada pada suatu kaum
maka bertemanlah dengan orang yang terbaik dari mereka. Dan janganlah
engkau berteman dengan orang yang rendah/hina niscaya engkau akan hina
bersama orang yang hina. Karenanya lihat-lihat dan timbang-timbanglah
dengan siapa engkau berkawan.
Dampak Teman yang Jelek
Ingatlah,
berteman dengan orang yang tidak baik agamanya, akhlak, sifat, dan
perilakunya akan memberikan banyak dampak yang jelek. Di antara yang
dapat kita sebutkan di sini:
1. Memberikan keraguan pada keyakinan kita yang sudah benar, bahkan dapat memalingkan kita dari kebenaran. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَأَقْبَلَ
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ. قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي
كَانَ لِي قَرِينٌ. يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ. أَئِذَا
مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ. قَالَ هَلْ
أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ. فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ. قَالَ
تَاللهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ. وَلَوْلاَ نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ
مِنَ الْمُحْضَرِينَ
Lalu
sebagian mereka (penghuni surga) menghadap sebagian yang lain sambil
bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka,
“Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) memiliki seorang teman.
Temanku itu pernah berkata, ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang
yang membenarkan hari berbangkit? Apakah bila kita telah meninggal dan
kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, kita benar-benar akan
dibangkitkan untuk diberi pembalasan.” Berkata pulalah ia, “Maukah
kalian meninjau temanku itu?" Maka ia meninjaunya, ternyata ia melihat
temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala. Ia pun
berucap, “Demi Allah! Sungguh kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidak karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret ke neraka.” (Ash-Shaffat: 50-57)
Dengarkanlah
kisah wafatnya Abu Thalib di atas kekafiran karena pengaruh teman yang
buruk. Tersebut dalam hadits Al-Musayyab bin Hazn, ia berkata, "Tatkala
Abu Thalib menjelang wafatnya, datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau dapati di sisi pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan
Abdullah bin Abi Umayyah ibnil Mughirah. Berkatalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah.’ Namun kata dua teman Abu Thalib kepadanya, ‘Apakah engkau benci dengan agama Abdul Muththalib?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus meminta pamannya mengucapkan kalimat tauhid. Namun dua teman
Abu Thalib terus pula mengulangi ucapan mereka, hingga pada akhirnya
Abu Thalib tetap memilih agama nenek moyangnya dan enggan mengucapkan
Laa ilaaha illallah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Teman yang jelek akan mengajak orang yang berteman dengannya agar mau melakukan perbuatan yang haram dan mungkar seperti dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang munafikin:
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka menginginkan andai kalian kafir sebagaimana mereka kafir hingga kalian menjadi sama.” (An-Nisa`: 89)
3. Tabiat manusia, ia akan terpengaruh dengan kebiasaan, akhlak, dan perilaku teman dekatnya. Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu menurut agama teman dekat/sahabatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat[1].” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927)
4. Melihat teman yang buruk akan mengingatkan kepada maksiat sehingga terlintas maksiat dalam benak seseorang. Padahal sebelumnya ia tidak terpikir tentang maksiat tersebut.
5. Teman yang buruk akan menghubungkanmu dengan orang-orang yang jelek, yang akan memudaratkanmu.
6. Teman yang buruk akan menggampangkan maksiat yang engkau lakukan sehingga maksiat itu menjadi remeh/ringan dalam hatimu dan engkau akan menganggap tidak apa-apa mengurangi-ngurangi dalam ketaatan.
7. Karena berteman dengan orang yang jelek, engkau akan terhalang untuk berteman dengan orang-orang yang baik/shalih sehingga terluputkan kebaikan darimu sesuai dengan jauhnya engkau dari mereka.
8. Duduk bersama teman yang jelek tidaklah lepas dari perbuatan haram dan maksiat seperti ghibah, namimah, dusta, melaknat, dan semisalnya.
Bagaimana tidak, sementara majelis orang-orang yang jelek umumnya jauh
dari dzikrullah, yang mana hal ini akan menjadi penyesalan dan kerugian
bagi pelakunya pada hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا
مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ تَعَالَى
فِيْهِ، إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ
حَسْرَةً
“Tidak
ada satu kaum pun yang bangkit dari sebuah majelis yang mereka tidak
berzikir kepada Allah ta’ala dalam majelis tersebut melainkan mereka
bangkit dari semisal bangkai keledai[2] dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka." (HR. Abu Dawud. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 77)
Demikian… Semoga ini menjadi peringatan!
(Dinukil
secara ringkas dengan perubahan dan tambahan oleh Ummu Ishaq
Al-Atsariyah dari kitab Al-Mukhtar lil Hadits fi Syahri Ramadhan, hal.
95-99)
_____________
[1] Seseorang
akan berperilaku seperti kebiasaan temannya dan juga menurut jalan
serta perilaku temannya. Maka hendaknya setiap kita merenungkan dan
memikirkan dengan siapa kita bersahabat. Siapa yang kita senangi agama
dan akhlaknya maka kita jadikan ia sebagai teman, dan yang sebaliknya
kita jauhi. Karena yang namanya tabiat akan saling meniru dan
persahabatan itu akan berpengaruh baik ataupun buruk. (Tuhfatul
Ahwadzi, kitab Az-Zuhd, bab 45)
[2]
Sama dengan bangkai keledai dalam bau busuk dan kotornya. ('Aunul
Ma'bud, kitab Al-Adab, bab Karahiyah An Yaqumar Rajulu min Majlisihi
wala Yadzkurullah)