Di rumah
kaum muslimin seringkali dipajang kaligrafi ayat kursi. Di antara tujuan mereka
memasangnya ialah agar rumah tersebut tidak diganggu setan atau setan bisa
menjauh dari rumah. Ada juga yang bertujuan untuk ‘ngalap berkah’ (tabarruk) dengan ayat Al Qur’an
tersebut. Bagaimana ajaran Islam meninjau perbuatan ini?
Syaikhuna –guru
kami- Syaikh Sholeh Fauzan bin ‘Abdillah
Al Fauzan hafizhohullah ditanya,
Apakah boleh seorang muslim menggantungkan ayat kursi, ayat
lainnya atau berbagai macam do’a di lehernya atau di rumah, mobil dan ruang
kerjanya dalam rangka ‘ngalap
berkah’ dan meyakini bahwa dengan
menggantungnya setan pun akan lari?
Jawaban beliau hafizhohullah,
Tidak boleh seorang muslim menggantungkan ayat kursi dan ayat Qur’an
lainnya atau berbagai do’a yang syar’i di lehernya dengan tujuan untuk mengusir
setan atau untuk menyembuhkan diri dari
penyakit. Inilah pendapat yang tepat dari pendapat para ulama yang ada. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menggantungkan tamimah (jimat) apa pun bentuknya. Dan
ayat yang digantung semacam itu termasuk tamimah.
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitab
At Tauhid menjelaskan bahwa tamimah adalah segala sesuatu yang digantungkan pada anak-anak
dengan tujuan untuk melindungi mereka dari ‘ain
(pandangan hasad). Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sungguh jampi-jampi, jimat, dan
pelet adalah syirik”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Abu Daud. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disepakati oleh Adz
Dzahabi.
Sedangkan menggantungkan ayat Qur’an di leher atau bagian badan
lainnya tidak diperbolehkan menurut pendapat yang kuat dari pendapat para
ulama. Alasannya karena keumuman larangan menggantungkan tamimah. Dan ayat
semacam itu termasuk bagian dari tamimah. Alasan kedua, larangan ini
dimaksudkan untuk menutup pintu dari hal yang lebih parah yaitu menggantungkan
jimat yang bukan dari ayat Qur’an. Alasan ketiga, menggantungkan semacam ini
juga dapat melecehkan dan tidak menghormati ayat suci Al Qur’an.
Adapun menggantungkan ayat Al Qur’an pada selain anggota badan
seperti pada mobil, tembok, rumah, atau kantor dengan tujuan untuk ‘ngalap berkah’ dan ada juga yang bertujuan untuk
mengusir setan, maka saya tidak mengetahui kalau ada ulama yang membolehkannya.
Perbuatan semacam ini termasuk menggunakan tamimah yang terlarang. Dan alasan
kedua, perbuatan semacam ini termasuk pelecehan pada Al Qur’an. Juga alasan
ketiga, hal semacam ini tidak ada pendahulunya (tidak ada salafnya). Para ulama
di masa silam tidaklah pernah menggantungkan ayat Qur’an di dinding untuk
tujuan ‘ngalap berkah’ atau menghindarkan diri dari bahaya.
Yang mereka lakukan malah menghafalkan Al Qur’an di hati-hati mereka (bukan
sekedar dipajang, pen). Mereka menulis ayat Qur’an di mushaf-mushaf, mereka
mengamalkan dan mengajarkan pelajaran hukum dari berbagai ayat. Yang mereka
lakukan adalah mentadabburi ayat Al Qur’an sebagaimana perintah Allah. (As Sihr
wa Asy Syu’udzah, Syaikh Dr. Sholeh Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Darul
Qosim, 67-69[1])
Inilah penjelasan menarik dari beliau hafizhohullah. Untuk
melindungi dari berbagai bahaya dan dapat berkah Al Qur’an bukanlah hanya
sekedar memajang atau menggantungkan Al Qur’an di leher, di dinding atau di
kendaraan sebagaimana yang sering kita saksikan di tengah kaum muslimin dalam
kebiasaan mereka menggantungkan ayat kursi. Ayat Al Qur’an bisa bermanfaat
ketika dibaca, dihafal di hati, dan ditadabburi. Itulah keberkahan dan manfaat
yang bisa diambil dari Al Qur’an Al Karim.
Wallahu waliyyut taufiq.
Disusun
sehabis ‘Isya di Ummul Hamam,
Riyadh KSA
26 Syawwal
1432 H, 24/09/2011