Oleh Ustad Ammi Baits
Pembahasan
hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku-buku fikih klasik, karena
bank belum ada ketika buku-buku itu ditulis. Untuk memahami berbagai
masalah seputar bank, kita perlu merujuk ke penjelasan ulama
kontemporer yang menjumpai praktek perbankan. Sebagaimana layaknya
kajian fikih lain, kesimpulan fatwa mereka berbeda-beda, sesuai sudut
pandang yang mereka pahami. Meski demikian, mereka tetap sepakat, bunga
bank adalah riba dan haram. Berikut beberapa fatwa yang kami kumpulkan.
Hukum Mengambil Bunga Bank
Ulama
sepakat bunga bank adalah riba. Tapi mereka berbeda pendapat tentang
hukum mengambil dana yang asalnya dari bunga tabungan bank untuk
disalurkan sebagai donasi ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama: Bunga
bank wajib ditinggalkan dan sama sekali tidak boleh mengambilnya. Ulama
yang menguatkan pendapat ini antara lain Syaikh Muhammad bin Shaleh
al-Utsaimin. Beberapa alasannya:
Pertama, Allah memerintahkan untuk meninggalkan riba, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kalian termasuk orang yang beriman” (QS. Al-Baqarah: 278). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Semua riba jahiliyah dibatalkan” (HR. Muslim). Mengambil bunga bank berarti tidak mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Kedua, tidak boleh ada istihsan ketika sudah ada dalil. Istihsan adalah
menganggap baik berdasarkan pertimbangan tertentu tanpa dalil. Anggapan
orang bahwa mengambil bunga bank untuk disalurkan ke kegiatan sosial
itu lebih baik daripada mendiamkannya di bank, termasuk istihsan. Padahal ayat dan hadis tersebut secara tegas menyatakan agar meninggalkan riba. Maka istihsan ini tidak berlaku karena telah ditegaskan oleh ayat tersebut.
Ketiga, alasan
puncak yang membolehkan mengambil riba adalah bahwa uang riba jika
ditinggal di bank akan digunakan untuk mendukung musuh Islam. Alasan
ini tidak bisa diterima, karena jika demikian, berarti kita dilarang
bertransaksi dengan non-Muslim. Padahal hampir semua keuntungan
transaksi digunakan untuk memusuhi Islam.
Keempat,
bisa jadi seseorang akan tergoda atau merasa sayang dengan uang riba di
tangannya. Lebih-lebih ketika jumlahnya banyak, dan dia enggan
menyerahkannya kepada orang lain. Alasan lainnya disampaikannya sebagai
pesan moral (lihat Liqa’at Bab al-Maftuh, volume 211:25).
Pendapat kedua: Dibolehkan
mengambil bunga bank untuk disalurkan ke kegiatan sosial
kemasyarakatan. Ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Syaikh
Abdul Aziz bin Baz. Dalam salah satu fatwanya, beliau menyatakan: “Apa
pun keuntungan yang diberikan bank kepada Anda, jangan dikembalikan ke
bank dan jangan Anda makan, namun salurkan untuk kebaikan, seperti
disedekahkan kepada orang miskin, memperbaiki toilet umum, atau
membantu orang pailit yang kesulitan melunasi utangnya” (Fatawa Islamiyah, 2/882).
Juga
difatwakan oleh Syaikh Ibnu Jibrin. Ketika ditanya tentang hukum
menyalurkan bunga bank untuk para mujahid, beliau menjelaskan:
“Sebagaimana telah diketahui bahwa bank memberikan riba, maka menyimpan
uang di bank termasuk di antara bentuk tolong-menolong dalam perbuatan
dosa. Karena itu, kami nasihatkan agar tidak bermuamalah dengan bank.
Akan tetapi, jika seseorang sangat terdesak untuk melakukan hal itu,
sementara dia tidak menjumpai bank atau lembaga keuangan yang islami,
tidak mengapa menyimpan uang di sana, dan boleh mengambil keuntungan
yang diberikan bank, semacam bunga, namun jangan dimasukkan dan
disimpan sebagai hartanya. Salurkan untuk kegiatan sosial, seperti
diberikan kepada fakir miskin, mujahid, atau
semacamnya. Tindakan ini lebih baik daripada meninggalkannya di bank,
yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi
kekafiran, dan menghalangi dakwah Islam” (Fatawa Islamiyah, 2/884).
Selain
dua ulama tersebut, pendapat senada menjadi keputusan Majma’ Fiqh
al-Islami dalam konferensi fikih di Delhi, India, 8–11 Jumadil Ula 1410
H tentang bunga bank dan muamalah ribawi. Semua peserta konferensi
telah sepakat dalam satu kata bahwa bunga bank adalah riba. Akan tetapi
bolehkah mengambil uang riba dari bank? Jika boleh mengambilnya, ke
manakah harus disalurkan?
Konferensi
memutuskan, bunga bank tidak ditinggal di bank, akan tetapi diambil dan
disalurkan ke fakir miskin, tanpa sedikit pun berniat untuk mendapatkan
pahala (disepakati semua peserta). Tapi tidak boleh memberikan dana
bunga bank untuk masjid dan kegiatannya. Mayoritas peserta konferensi
berpendapat, bunga bank boleh disalurkan untuk kegiatan sosial,
termasuk lembaga amil zakat. Sementara peserta lain berpendapat, semua
bunga bank diberikan kepada fakir miskin, bukan yang lainnya—simak
Keputusan Majma’ Fiqh al-Islami No. 5 (4/2).
InsyaaAllah, pendapat kedua tersebutlah yang lebih kuat, karena riba pada tabungan nasabah di bank hakikatnya uang milik nasabah yang meminjam uang
di bank. Hanya saja, siapakah nasabah ini, tidak bisa diketahui. Karena
tidak jelas pemiliknya, uang itu milik umum, dan setiap orang berhak
mendapatkan manfaatnya.
Bahkan
sebagian ulama menyatakan, mengambil bunga bank dan menyerahkannya
untuk kebaikan bisa diniatkan sebagai sedekah atas nama orang yang
dizalimi oleh riba tersebut. Hakikat riba adalah uang nasabah yang
meminjam uang di bank dan berkewajiban membayar bunga, sehingga status
nasabah adalah orang yang dizalimi.
Penjelasan
tersebut disampaikan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam situsnya. Ketika
ditanya tentang cara menyalurkan uang riba, beliau menyatakan: “Bunga
yang diberikan bank statusnya haram. Boleh disalurkan untuk
kemaslahatan umum kaum Muslimin dengan niat sedekah atas nama orang
yang dizalimi (baca: nasabah). Demikian juga boleh disalurkan untuk
kegiatan yang bermanfaat bagi kaum Muslimin, termasuk diberikan ke
fakir miskin. Karena semua harta haram, jika tidak diketahui pemilik
atau keluarganya, hukumnya menjadi milik umum, dan setiap orang berhak
mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum.” Allahu
a’lam (keterangan ini bisa Anda dapatkan di www.ferkous.com untuk fatwa beliau No. 104.).
Infak dari Bunga Bank untuk Masjid
Mengacu
pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank masih menyisakan
pertanyaan besar: bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan
sosial-keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan
dakwah lain?
Pendapat pertama:
Tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba
hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan ke fakir
miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk
Fatwa dan Penelitian) Arab Saudi. Dalam fatwanya No. 16576 yang ditanda
tangani Syaikh Abdul Aziz bin Baz, setelah menjelaskan haramnya bunga
bank, dinyatakan: “Wajib bagi orang yang memiliki riba untuk
membersihkan diri darinya, dengan menyalurkan ke proyek yang bermanfaat
bagi kaum Muslimin, seperti membangun jalan, madrasah, atau diberikan
ke fakir miskin. Ada pun untuk masjid, jangan dibangun dari harta riba”(Fatawa Lajnah Daimah, 13/355).
Demikian
juga yang difatwakan ulama besar Yaman, Syaikh Muqbel bin Hadi. Beliau
melarang menggunakan riba untuk membangun masjid. Dalam salah satu
rekaman tanya-jawab yang disebarkan melalui situs muqbel.net, di
menit kedua, beliau ditanya tentang hukum menggunakan bunga bank untuk
membangun masjid. Setelah menjelaskan berbagai dalil yang menyebutkan
ancaman keras bagi pemakan riba, apakah bunga yang diambil dari bank,
bolehkah digunakan untuk membangun masjid, beliau menegaskan, tidak
boleh. Hal ini karena ketika Anda mengambil dan beramal dengannya, Anda
tidak tahu apakah amal Anda akan diterima ataukah tidak. Sementara
Allah telah berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya akan menerima amal dari orang yang bertaqwa”(QS. Al-Maidah: 27).
Pendapat tersebut juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga
Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya No. 42, setelah menjelaskan bahaya
riba, dinyatakan: “Akan tetapi wajib untuk tidak membiarkan riba di
bank-bank asing, karena ini bisa mereka gunakan untuk menyerang Islam
dan kaum Muslimin. Karena harta adalah sebab kekuatan musuh. Sebaiknya,
harta riba ini diambil dan disalurkan untuk kemaslahatan secara umum,
hanya saja tidak termasuk mendirikan masjid. Karena mendirikan masjid
harus bersumber dari harta yang suci. Demikian pula tidak boleh
membuang harta riba, karena membuang harta hukumnya haram” (Fatwa ini
dinukil dari kitab Fiqh Muamalat karya ilmiah beberapa penulis, 2/171) .
Pendapat kedua: Boleh
menggunakan bunga bank untuk kegiatan keagamaan. Bahkan untuk membangun
masjid sekalipun. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua
masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja
untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah.
Ulama
yang menguatkan pendapat ini antara lain Syaikh Abdullah bin Jibrin.
Dalam salah satu fatwanya beliau menyatakan: “Menurut saya, lebih baik
mengambil bunga itu dari bank dan disalurkan untuk amal kebaikan atau
kegiatan sosial, seperti membangun masjid, atau sekolah-sekolah di
berbagai negara Islam yang membutuhkan. Daripada uang itu dimakan
pegawai bank, dan itu inti permasalahannya, sehingga termasuk hadis: Allah melaknat pemakan riba dan yang memberi makan orang lain dengan riba” (Fatawa Islamiyah, 2/885).
Setidaknya
dengan memahami perbedaan pendapat tersebut kita bisa bersikap toleran
ketika sebagian orang menyalurkan uangnya yang yang berasal dari bunga
tabungan di bank untuk membangun masjid. Allahu a’lam.
Menggunakan Riba untuk Bayar Pajak
Setelah
menjelaskan haramnya membungakan uang di bank, Syaikh Muhamad Ali
Farkus menyatakan: “Jika uang yang disimpan menghasilkan tambahan bunga
(riba), maka pemiliknya wajib bertaubat dari kezalimannya, karena
memakan uang orang lain dengan cara yang tidak benar. Bukti taubatnya
adalah dengan membersihkan diri dari harta haram yang bukan miliknya
dan tidak pula milik bank. Akan tetapi uang haram ini menjadi harta
umum, yang harus dikembalikan untuk kepentingan umum kaum Muslimin atau
diberikan kepada fakir miskin. Mengingat ada halangan dalam hal ini,
berupa tidak diketahuinya orang yang dizalimi dalam transaksi riba ini,
karena hartanya diambil untuk bunga.”
“Karena
uang riba yang ditambahkan adalah uang umum yang dimiliki seluruh kaum
Muslimin. Sementara seseorang tidak boleh membayar pajak yang menjadi
tanggungannya dengan harta milik orang lain tanpa minta izin. Karena
kaidahnya, madharat tidak boleh dihilangkan dengan madharat yang serupa. Allahu a’lam.” Fatwa beliau ada di situs www.ferkous.com untuk fatwa beliau No. 120.
Hal sama juga difatwakan Lajnah Istifta’, yang terangkum dalam kumpulan fatwa Qutha’ul Ifta’:
“Tidak boleh menyimpan uang di bank dalam rangka mendapatkan bunga
ribawi. Oleh karena itu, tidak boleh melunasi pajak dari uang ini,
karena riba adalah harta kotor yang tidak boleh dimanfaatkan, untuk apa
pun keadaannya. Namun bunga itu digunakan untuk kemaslahatan umum,
selain masjid, pengadaan Al-Quran, dan tidak boleh dianggap sebagai
zakat, serta tidak boleh digunakan membayar utang. Allahu a’lam” (Fatawa Qutha’ul Ifta’ di Kuwait, No. 2078).
Demikian pula yang difatwakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah.
Dalam fatwanya No. 23036 dinyatakan: “Pada dasarnya, manusia tidak
berkewajiban untuk mengeluarkan hartanya kecuali karena kewajiban yang
telah ditetapkan syariat. Mewajibkan adanya pajak terhadap harta
masyarakat dibolehkan dengan aturan-aturan tertentu, sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam fatwa No. 592. Hal ini jika dilihat dari sisi
hukum pajak. Ada pun membayar pajak dengan bunga bank, hukumnya tidak
boleh, karena pembayaran pajak akan memberikan perlindungan bagi harta
pemiliknya, sehingga dia telah memanfaatkan riba yang haram ini” (Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Syaikh Dr. Abdullah al-Faqih).
Perhatian!
Bunga
bank di rekening nasabah sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia
tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada
dirinya, apa pun bentuknya. Bahkan walau berupa pujian. Oleh sebab itu,
ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan Anda tidak akan
mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara
diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang
riba, sehingga penerima yakin itu bukan amal baik Anda. Allahu a’lam.***
Pull Quote:
- Imam Ibnu Baz: “Keuntungan yang diberikan bank kepada Anda jangan dikembalikan ke bank dan jangan Anda makan, namun salurkan untuk kebaikan.”
- Syaikh Ibnu Jibrin: “Menurut saya, lebih baik mengambil bunga itu dari bank dan disalurkan untuk amal kebaikan atau kegiatan sosial, seperti membangun masjid.”
- Lajnah Daimah: “Tidak boleh menyimpan uang di bank dalam rangka mendapatkan bunga ribawi.”
- Syiakh Muhammad Farkus: “Bunga yang diberikan bank statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum Muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi.”
—-
Resume:
- Ulama sepakat, bunga bank adalah riba dan
- Ulama berselisih pendapat tentang hukum mengambil dana yang asalnya dari bunga bank. Pertama, tidak boleh mengambil bunga bank untuk tujuan apa pun, karena banyak dalil yang melarang makan riba.
Kedua,
boleh mengambil bunga bank, selama tidak untuk dimiliki, tapi untuk
disalurkan untuk proyek yang bermanfaat bagi kaum muslimin atau
diberikan kepada fakir miskin.
- Pendapat yang lebih kuat: boleh mengambil bunga bank, karena beberapa alasan berikut:
- Allah melarang membuang-buang harta. Membiarkan bunga di bank sama statusnya dengan membuang harta.
- Bunga yang disimpan di bank akan dimanfaatkan kembali oleh bank, sehingga membantu mereka melancarkan transaksi riba. Sementara tidak ada halangan bagi nasabah untuk menyalurkannya ke proyek lain.
- Mengambil bunga bank dan menyalurkannya kepada yang lain tidak termasuk memakan riba. Karena itu, tidak terkena ancaman larangan memakan riba.
- Riba di rekening bank hakikatnya uang nasabah peminjam bank, yang berkewajiban memberikan bunga. Karena tidak diketahui siapa pemiliknya, maka uang ini menjadi milik umum.
- Menyalurkan riba untuk proyek kaum Muslimin akan lebih bermanfaat daripada membiarkannya di bank.
- Ulama berbeda pendapat tentang hukum menggunakan bunga bank untuk pembangunan masjid. Pertama, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Alasannya:
- Menggunakan riba untuk membangun masjid, statusnya sama dengan menggunakan riba untuk kegiatan sosial lainnya.
- Membangun masjid termasuk di antara kegiatan sosial yang layak diutamakan.
Kedua, tidak boleh memanfaatkan riba bank untuk membangun masjid. Alasannya:
- Riba adalah harta kotor, sehingga tidak layak untuk digunakan membangun tempat ibadah.
- Allah tidak menerima sesuatu yang kotor.
- Membangun tempat ibadah harus bersumber dari dana yang suci, dalam rangka memuliakannya
- Ulama menegaskan, tidak boleh menggunakan bunga bank untuk membayar pajak, dengan alasan:
- Pajak adalah beban pribadi, meskipun bisa jadi itu ditarik secara dzalim oleh pemerintah.
- Membayar pajak dengan bunga bank sama dengan memanfaatkan riba untuk kepentingan pribadi. Sementara kita dilarang menggunakan riba untuk kepentingan pribadi, karena itu sama halnya dengan makan riba.
- Riba haikatnya harta orang lain yang diambil secara zalim oleh bank. Karena tidak diketahui siapa pemiliknya maka uang riba wajib disalurkan untuk kepentingan umum.
- Ketika menyalurkan harta riba, jangan sampai mengundang pujian orang lain. Karena berarti ada keuntungan yang kembali pada diri kita.
from= http://pengusahamuslim.com/5567-fatwa-ulama-tentang-riba-di-bank.html