Syaikh Muhammad ibn
Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bolehkah belajar suatu ilmu dari
buku atau kitab saja tanpa panduan ulama? Khususnya dalam keadaaan langkanya
ulama di suatu tempat sehingga sulit ditemui? Apa pendapat Anda tentang
ungkapan, ‘Siapa yang gurunya adalah buku salahnya akan lebih banyak dari
benarnya’?”
Beliau menjawab:
لا شك أن العلم يحصل بطلبه عند
العلماء وبطلبه في الكتب؛ لأن كتاب العالم هو العالم نفسه، فهو يحدثك من خلال
كتابه، فإذا تعذر الطلب على أهل العلم، فإنه يطلب العلم من الكتب، ولكن تحصيل
العلم عن طريق العلماء أقرب من تحصيله عن طريق الكتب؛ لأن الذي يحصل عن طريق الكتب
يتعب أكثر ويحتاج إلى جهد كبير جدًّا، ومع ذلك فإنه قد تخفى عليه بعض الأمور كما
في القواعد الشرعية التي قعَّدها أهل العلم والضوابط، فلا بد أن يكون له مرجع من
أهل العلم بقدر الإمكان.
وأما قوله: “من كان دليله كتابه فخطؤه
أكثر من صوابه”، فهذا ليس صحيحًا على إطلاقه ولا فاسدًا على إطلاقه، أما الإنسان
الذي يأخذ العلم من أيّ كتاب يراه فلا شك أنه يخطئ كثيرًا، وأما الذي يعتمد في
تعلُّمه على كتب رجال معروفين بالثقة والأمانة والعلم فإن هذا لا يكثر خطؤه بل قد
يكون مصيبًا في أكثر ما يقول
“Tidak diragukan lagi
bahwasanya ilmu akan didapat dengan belajar pada ulama, dan (juga) dari kitab.
Karena kitabnya para ulama sejatinya adalah ulama itu sendiri. Pada hakikatnya
itu adalah kumpulan perkataan ulama yang tertulis. Apabila seorang pelajar
terhalang dari menjumpai ulama, maka hendaknya ia belajar dari kitab ulama
tersebut.
Akan tetapi
memperoleh ilmu lewat jalur bertemu dengan ulama langsung akan lebih memudahkan
dalam memperoleh ilmu (dan pemahaman –pent) daripada belajar lewat metode kitab
saja. Karena mereka yang memperoleh ilmu lewat metode kitab akan lebih susah
dan membutuhkan upaya sungguh-sungguh agar bisa paham. Padahal ada beberapa hal
seperti kaidah-kaidah syar’i dan batasan yang telah ditetapkan oleh para ulama
yang butuh penjelasan lanjut, dan harus dipelajari dengan merujuk dan bertanya
langsung pada para ulama sebisa mungkin.
Adapun ungkapan,
“Siapa yang penunjuknya adalah kitab maka kesalahannya akan lebih banyak
daripada benarnya”, maka ungkapan ini tidak benar mutlak, juga tidak salah
mutlak.
Seorang yang
mengambil ilmu dari kitab apapun yang ia lihat maka pastilah salahnya akan
lebih banyak.
Adapun seorang yang
berpedoman pada kitab-kitab para ulama yang telah diakui keilmuannya, tsiqah,
amanah dalam ilmu, maka kesalahannya tidak akan banyak, bahkan akan lebih
banyak benarnya”.
(Dinukil dari Kitabul ‘Ilmi,
Syaikh Muhammad ibn Shalih Al Utsaimin rahimahullah hal. 103 versi
Islamhouse).
Penerjemah: Yhougha Pratama
Artikel Muslim.or.id