Maka kesimpulannya adalah:
1. Seluruh kaum Muslimin yang telah bersyahadat:
Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasulullaah, wajib menolak propaganda
penyatuan agama tersebut, yang bertujuan menyatukan agama yang telah
diselewengkan dan dihapus dengan agama Islam yang haq, muhkam (jelas),
terpelihara dari penyelewengan dan penukaran serta sebagai penghapus agama
sebelumnya. Ini merupakan prinsip yang paling mendasar dalam agama Islam.
Propaganda penyatuan agama itu termasuk kekufuran, kemunafikan, pemecah belah
persatuan dan termasuk usaha memurtadkan kaum Muslimin dari agama Islam.
2. Segenap umat manusia wajib meyakini bahwa agama
yang diturunkan Allah dan diserukan kepada para Nabi dan Rasul adalah satu,
yaitu seruan terhadap tauhid, iman kepada kenabian dan hari Akhir.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَا
مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum
engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada
ilah (yang berhak di-ibadahi dengan benar) melainkan Aku, maka wajib atas
kalian beribadah kepada-Ku.’” [Al-Anbiyaa’: 25]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا
فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): ‘Beribadahlah kepada Allah saja dan jauhilah thaghut itu…’”
[An-Nahl: 36]
3. Segenap penduduk bumi wajib meyakini bahwa syari’at
para Nabi berbeda-beda, dan syari’at Islam adalah syari’at penutup dan
penghapus syari’at sebelumnya. Tidak ada seorang makhluk pun yang boleh
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, melainkan harus sesuai dengan syari’at
Islam. Maksudnya setiap orang harus beribadah kepada Allah Azza wa Jalla sesuai
dengan syari’at Islam.
4. Segenap penduduk bumi dari kalangan ahli kitab,
Yahudi dan Nasrani, maupun lainnya, wajib untuk segera memeluk Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat dan beriman kepada seluruh ajaran Islam yang
bersifat global maupun terperinci, mengamalkannya, mengikutinya dan
meninggalkan syari’at-syari’at selainnya yang telah menyimpang serta
meninggalkan kitab-kitab yang dinisbatkan kepada syari’at tersebut.
5. Barangsiapa menolak masuk ke dalam agama Islam
yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia kafir musyrik.
Setiap muslim wajib meyakini kekufuran setiap orang yang menolak agama Islam
dari kalangan Yahudi, Nasrani maupun selainnya. Wajib menamainya kafir, meyakini
bahwa ia adalah musuh Allah dan meyakini bahwa orang kafir yang mati dalam
kekafirannya adalah penghuni Neraka dan kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأَنتُمْ تَشْهَدُونَ
“Wahai ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari
ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui kebenarannya.” [Ali ‘Imran: 70]
Orang yang tidak memeluk agama Islam dan mati dalam
kekafiran atau masuk Islam kemudian murtad dan mati dalam keadaan kafir, maka
ia akan berada di Neraka selama-lamanya di akhirat kelak. Neraka merupakan
sejelek-jelek tempat kembali, dan mereka kekal di dalamnya. Hal ini sebagaimana
yang terdapat dalam kitab suci yang mulia:
الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ
أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sungguh orang-orang kafir dari golongan ahlul
Kitab dan orang-orang musyrik, (akan masuk) ke Neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya, mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.”
[Al-Bayyinah: 6]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ
الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ ۗ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ
“Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam
kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka
sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri
dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat adzab yang pedih dan tidak
memperoleh penolong.” [Ali ‘Imran: 91]
Firman Allah Azza wa Jalla:
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ
لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ ۖ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ يُرِيدُونَ أَن يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُم
بِخَارِجِينَ مِنْهَا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu seandainya
mereka memiliki segala apa yang di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi)
untuk menebus diri mereka dari adzab pada hari Kiamat, niscaya semua (tebusan
itu) tidak akan diterima dari mereka, mereka mendapat adzab yang pedih. Mereka
ingin keluar dari Neraka, tetapi tidak akan dapat keluar dari sana, dan mereka
mendapat adzab yang kekal.” [Al-Maa-idah: 36-37]
Firman Allah Azza wa Jalla :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا
يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ
هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahannam banyak
dari kalangan jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Merekalah orang-orang yang lengah.” [Al-A’raaf: 179]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ! لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ
وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ،
إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.
“Demi Rabb yang diri Muhammad berada di tangan-Nya,
tidaklah seorang dari umat Yahudi dan Nasrani yang mendengar diutusnya
Muhammad, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku
diutus dengannya (Islam), niscaya dia termasuk penghuni Neraka.” [1]
Sebagai ilustrasi dan gambaran yang sangat mudah
untuk kita pahami adalah sosok Abu Thalib, seorang yang telah mencurahkan
harta, kedudukan dan jiwanya untuk membela Islam, namun meninggal dunia dalam
keadaan kafir, sehingga Allah Azza wa Jalla tetap menempatkan dirinya di
Neraka.
Dalam sebuah hadits, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib
Radhiyallahu anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Wahai Rasulullah, apakah engkau dapat memberikan manfaat kepada Abu Thalib,
karena sesungguhnya ia membantumu dan marah (karena membela)mu?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, ia ditempatkan di Neraka paling
atas. Dan kalaulah bukan karena (syafa’at)ku, maka pasti ia berada di kerak
Neraka yang paling dalam.” [2]
Dalam hadits yang lainnya dari Abu Sa’id al-Khudriy
Radhiyallahu anhu, “Bahwasanya pernah dibicarakan di sisi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pamannya, Abu Thalib, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ
شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ. فَيُجْعَلُ فِيْ ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، يَبْلُغُ
كَعْبَيْهِ، يَغْلِى مِنْهُ دِمَاغُهُ.
“Mudah-mudahan akan bermanfaat syafa’atku nanti
pada hari Kiamat, maka ia (Abu Thalib) mendapat (siksa yang paling ringan) di
Neraka paling atas yaitu dimasukkan kedua mata kakinya ke Neraka dan (karena
sebab itu) otaknya mendidih.” [3]
Demikian pula dengan Ibnu Jud’an, seseorang yang
banyak menolong kaum Muslimin, membantu fakir miskin, namun semuanya tidak
mendatangkan manfaat di sisi Allah Azza wa Jalla sedikit pun, karena belum
mengucapkan kalimat syahadat.
Amal-amal perbuatan baik yang dilakukan orang kafir
di dunia, kelak di akhirat akan Allah jadikan seperti debu yang beterbangan,
tidak ada nilainya di sisi Allah Azza wa Jalla.
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ
مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
[Al-Furqaan: 23]
Sebagai catatan penting,
walaupun mereka kafir, kita tetap berbuat adil terhadap mereka dan tidak boleh
menzhaliminya. Kalau mereka kafir dzimmi (mendapat perlindungan dari
pemerintahan Islam), atau mu’ahad (mengadakan perjanjian dengan pemerintahan
Islam), atau musta’man (mendapat perlindungan keamanan dari pemerintahan
Islam), maka mereka tidak boleh dibunuh. Kecuali kalau mereka kafir harbi
(memerangi kaum Muslimin), maka mereka boleh diperangi dan dibunuh.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَّا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم
مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَإِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ
فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ
أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan
tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu
dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka
itulah orang-orang yang zhalim.” [Al-Mumtahanah: 8-9]
6. Kaum Muslimin sebagai umat istijabah dan ahli
qiblat, wajib meyakini bahwa mereka berada di atas kebenaran, berada di atas
agama haq, wajib meyakini bahwa Islam adalah agama terakhir, Al-Qur-an sebagai
kitab sucinya adalah kitab suci yang terakhir, sebagai standar kebenaran bagi
kitab-kitab sebelumnya. Rasul mereka, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
adalah Rasul terakhir dan Rasul penutup. Syari’at mereka adalah penghapus bagi
syari’at sebelumnya. Allah Azza wa Jalla tidak menerima agama lain dari seorang
hamba selain Islam. Kaum Muslimin adalah pengemban syari’at Ilahi, syari’at
penutup yang kekal dan terpelihara dari penyimpangan yang terjadi pada syari’at
sebelumnya.
7. Kaum Muslimin sebagai umat istijabah wajib
menyampaikan dakwah kepada segenap umat, kepada seluruh orang-orang kafir,
Yahudi, Nasrani maupun lainnya. Kaum Muslimin wajib mengajak mereka kepada
agama Islam sehingga mereka memeluk agama ini. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا
نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا
بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah (Muhammad): ‘Wahai ahli Kitab, marilah
(kita menuju) kepada suatu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu,
bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan
selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka):
‘Saksikanlah, bahwa kami termasuk orang-orang muslim.” [Ali ‘Imran: 64]
8. Setiap muslim yang mengimani Allah Azza wa Jalla
sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagai Nabi dan Rasul-Nya, wajib mentaati Allah Azza wa Jalla dengan
membenci orang-orang kafir, Yahudi, Nasrani dan kaum kafir lainnya. Wajib
memusuhi mereka karena Allah Azza wa Jalla, tidak mencintai dan mengasihi
mereka, tidak loyal dan tidak menyerahkan urusan kepada mereka, sehingga mereka
beriman kepada Allah Azza wa Jalla semata, memeluk Islam sebagai agama mereka
dan beriman kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi dan
Rasul mereka.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu). Mereka satu
sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka
sebagai teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
[Al-Maa-idah: 51][4]
9. Kaum Muslimin tidak boleh berteman akrab dengan
orang-orang Yahudi dan Nasrani dan orang kafir yang lainnya, tidak boleh
menjadikan mereka sebagai pemimpin.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِن
كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman
kepercayaanmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka
mengharapkan kehancuranmu. Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan
apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” [Ali ‘Imran: 118]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا
مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan
permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu,
dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada
Allah jika kamu orang yang beriman.” [Al-Maa-idah: 57]
Umat Islam harus loyal kepada Allah, Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan orang-orang beriman yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan tunduk kepada Allah.
Firman Allah Azza wa Jalla:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan
menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa
menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya,
maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” [Al-Maa-idah:
55-56]
10. Sifat dan sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada orang kafir yang disebutkan dalam Taurat dan Injil.
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ
اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ
فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama ia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang
diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih mengeluarkan tunasnya, kemudian
tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di
antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Fat-h: 29]
Di antara bukti terputusnya wala’ (loyalitas)
antara kita dengan mereka adalah tidak adanya waris mewarisi antara muslim dan
kafir selama-lamanya.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ
زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ j لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ
وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ.
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, “Telah bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Tidak boleh seorang muslim mewariskan
(harta) kepada orang kafir, dan orang kafir tidak mewariskan (harta) kepada
orang muslim.’” [5]
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box
264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim no 153 (240) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 3883) dan Muslim (no. 209 (357)) dari Shahabat ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib Radhiyallahu anhu).
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 3885) dan Muslim (no. 210 (360)), dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu
[4]. Lihat juga QS. Al-Mumtahanah: 4.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 6764), Muslim (no. 1614), Abu Dawud (no. 2909), at-Tirmidzi (no. 2107), ad-Darimi (II/370), Ibnu Majah (no. 2729) dan Ahmad (V/200, 202, 208, 209).
Footnote
[1]. HR. Muslim no 153 (240) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 3883) dan Muslim (no. 209 (357)) dari Shahabat ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib Radhiyallahu anhu).
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 3885) dan Muslim (no. 210 (360)), dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu
[4]. Lihat juga QS. Al-Mumtahanah: 4.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 6764), Muslim (no. 1614), Abu Dawud (no. 2909), at-Tirmidzi (no. 2107), ad-Darimi (II/370), Ibnu Majah (no. 2729) dan Ahmad (V/200, 202, 208, 209).