
Baru-baru ini, dunia Islam berduka, kehilangan salah seorang putra
terbaiknya di zaman ini, Syaikh Syu’aib al-Arnauth. Beliau adalah
seorang peneliti hadits yang produktif. Setidaknya, ada 240 buku yang
sudah ia tahqiq (kaji dan teliti
riwayat-riwayatnya). Pada tanggal 26 Muharam 1438 H bertepatan dengan 27
Oktober 2016, ulama ahli hadits ini meninggal. Rahimahullah rahmatan wasi’atan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ
انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ
بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّـى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ
النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu
sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan
mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang yang berilmu,
orang-orang akan menjadikan orang-orang tidak berpengetahuan sebagai
pemimpin. Kemudian mereka ditanya, mereka akan memberikan fatwa tanpa
ilmu. Mereka sesat lagi menyesatkan orang lain.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Mengenal Syaikh Syu’aib al-Arnauth
Namanya adalah Syu’aib bin Muharram al-Arnauth.
Al-Arnauth adalah sebutan untuk salah satu kabilah di Albania.
Keluarganya hijrah dari Albani menuju Damaskus pada tahun 1926. Sejak
saat itu, mereka tinggal di wilayah Syam itu. Mereka memilih tanah Syam,
karena ayahnya tahu keutamaan Syam dan penduduknya. Ayah Syaikh Syu’aib
adalah seorang yang mencintai ulama. Ia juga senang sekali bersahabat
bersama para ahli ilmu.
Syaikh Syu’aib al-Arnauth lahir di Damaskus
pada tahun 1928. Ia tumbuh besar di bawah bimbingan sang ayah. Ayahnya
mengajarinya pondasi-pondasi keislaman. Dan membimbingnya menghafal
sejumlah juz Alquran. Keakrabannya dengan Alquran sedari kecil
membuatnya bersemangat memahami makna-makna Alquran secara mendalam.
Keingin-tahuannya itu menjadi sebab utama yang memotivasinya untuk
belajar bahasa Arab di usia yang masih belia. Ia menyibukkan diri di
masjid. Mencari majelis-majelis bahasa Arab dan cabang-cabang
keilmuannya. Seperti: Sharf, sastra, Balaghah, dll.
Sebagian ulama, seperti Imam Malik, asy-Syafi’i, dll. ibu mereka
begitu besar pengaruhnya dalam pertumbuhan keshalehan dan keilmuan
mereka. Ada pula yang bapak-bapak merekalah yang dicatat dalam biografi
mereka sebagai orang yang berpengaruh dalam keilmuannya.
Belajar dari Para Ulama
Syaikh al-Arnauth muda mulai serius menekuni bahasa Arab. Ia datangi
para ustadz dan ulama ahli bahasa Arab di Kota Damaskus. Di antaranya:
Syaikh Shaleh al-Farfur, Syaikh Arif ad-Duwaiji –yang merupakan murid
dari Syaikh Badruddin al-Husna-, dll. Bersama guru-gurunya itu, Syaikh
al-Arnauth mempelajari buku-buku rujukan utama ilmu bahasa Arab dan
balaghah. Seperti: Syarah Ibnu Aqil, Kifayah karya Ibnu Hajib, al-Mufashshal karya Zamakhsyary, Syudzur adz-Dzahab karya Ibnu Hisyam, Asrar al-Balaghah, dan Dala-il al-I’jaz karya Jurnany.
Guru-gurunya yang lain adalah Syaikh Sulaiman al-Ghawaji al-Albani, seorang ulama yang mensyarah al-‘Awamil karya al-Baruky, al-Izh-har karya al-Athahly, dll.
Setelah membekali diri dengan kemampuan yang mumpuni dalam bahasa
Arab, Syu’aib al-Arnauth mulai mempelajari ilmu Fikih, terutama kajian
fikih Madzhab Hanafi. Dalam fan ini, ia pun memiliki banyak guru yang
mengajarkannya banyak buku. Buku-buku Madzhab Hanafi yang ia kaji adalah
Muraqi al-Falah karya asy-Syarnabilaly, al-Ikhtiyar karya al-Maushuly, al-Kitab karya al-Qadury, dan Hasyiyah Ibnu Abidin.
Selama 7 tahun, ia tenggelamkan dirinya dalam kajian-kajian fikih.
Kemudian ia mempelajari Ushul Fiqh, Tafsir Alquran, Musthalah
al-Hadits, dan buku-buku akhlak. Saat itu usia beliau sudah lebih dari
30 tahun.
Menjadi Peneliti Hadits (Muhaqqiq)
Saat mempelajari fikih, Syaikh al-Arnauth rahimahullah
bersentuhan dengan status sebuah hadits, shahih atau tidak. Hal ini
memotivasinya untuk meneliti buku-buku fikih yang muatan materinya
adalah hadits. Ia memfokuskan diri pada penelitian tersebut. Sampai
akhirnya, ia menjadi spesialis dalam kajian ini. Cabang keilmuan yang
baru ia tekuni ini bukanlah permasalahan ringan. Butuh waktu yang luas
dan fokus yang luar biasa. Karena itu, sejak tahun 1955, ia meninggalkan
pengkajian bahasa Arab. Mulailah ia menghabiskan waktunya untuk
meneliti warisan Islam.
Pada tahun 1982, Syaikh al-Arnauth pindah ke Omman. Di tempat baru
ini, ia menjalin kerja sama dengan percetakan Muassasah ar-Risalah. Di
percetakan ini, keahliannya makin terasah. Ia mengeluarkan usaha terbaik
berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin dengan meneliti warisan
peradaban Islam.
Rujuk ke Aqidah Salaf
Dalam sebuah rekaman, Syaikh Syu’aib al-Arnauth menceritakan sedikit
fase kehidupan ke-agama-annya. Syaikh ditanya, “Wahai Syaikh, -segala
puji bagi Allah- Anda berakidah salaf.” “Insya Allah,” jawab Syaikh
Syu’aib. Penanya melanjutkan, “Tapi, di tempat kami ada Madrasah
Asy’ariyah yang mengatakan Anda adalah seorang Asy‘ari. Dan ahli hadits
dari kalangan Asy‘ari. Kami ingin mendengar langsung dari Anda.”
Syaikh Syu’aib menjawab, “Tidak, demi Allah. Pada awal perjalanan
hidupku, guru-guruku berakidah Maturidiyah. Namun, saat aku mulai
menulis, ku temukan sebuah buku yang berjudul Aqawil ats-Tsiqat fi Itsbati al-Asma wa ash-Shifat
karya Mar’i bin Yusuf al-Karmi. Dalam buku tersebut terdapat pembelaan
terhadap Madzha as-Salaf, dan inilah yang aku yakini sekarang. Madzhab
as-Salaf lebih selamat dan lebih berlandaskan ilmu. Dalam masalah sifat
Allah, kita harus menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya.
Tanpa tasybih (menyerupakan) dan juga ta’thil
(mengingkari). Kita tidak boleh menyamakan Allah (dengan sesuatu) dan
mengingkari sifat-Nya. Dan saya meyakini bahwa sifat-sifat Allah itu
tidak mampu dijangkau akal. Setiap malam, Allah Rabbul ‘alamin turun ke langit dunia. Ini terdapat dalam hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya. Kita harus beriman Allah turun, tapi kita tidak mengetahui bagaimana tata cara turun-Nya.”
Murid-Muridnya
Syaikh Syu’aib al-Arnauth memiliki murid yang banyak. Di antaranya:
Muhammad Na’im al-‘Arqasusi, Ibrahim az-Zaibeq, Adil Mursyid, Umar Hasan
al-Qayyam, Abdul Lathif Hirazullah, Ahmad Barhum, Ridwan al-‘Arqasusi,
dan Kamil Qurah Bilali.
Syaikh al-Arnauth memiliki perhatian besar
terhadap kemampuan ilmiah murid-muridnya. Ia langsung memberikan beban
penelitian kepada mereka yang telah ia akui kredibilitasnya. Metode dan
gaya tahqiq hadits yang dilakukan oleh murid-murid Syaikh
al-Arnauth sangat mirip dengan gurunya. Demikianlah memang, tradisi
keilmuan seseorang akan terjaga dengan banyaknya murid. Sebagaimana
madzhab yang empat, tetap terjaga hingga kini karena murid-murid empat
imam tersebut mencatat, membukukan, dan mendakwahkan metodologi kajian
fikih mereka. Sedangkan madzhab-madzhab fikih yang lain hilang, karena
tidak ada yang mewariskan.
Syaikh Na’im al-‘Arqasusi berkata dalam pengantar tahqiq kitab Taudhih al-Musytabah
karya Ibnu nashiruddin, “Kuucapkan terima kasih yang besar terkhusus
kepada dia, yang bukan kalau karena perhatian dan bimbingannya, aku
tidak mampu meneliti warisan-warisan Islam. Kepada dia yang pantas
mendapatkan pernghormatan. Seorang yang mulia, yang terhormat guruku,
Syaikh Syu’aib al-Arnauth hafizhahullah.”
Syaikh Ibrahim az-Zaibeq juga mengucapkan terima kasihnya kepada sang
guru yang begitu berpengaruh pada keilmuannya. Ia mengucapkan terima
kasihnya di pengantar tahqiq kitab Thabaqat Ulama al-Hadits karya
Ibnu Abdul Hadi, “Selanjutnya.. apakah cukup kalimat syukur
kupersembahkan kepada guruku syaikh-ku, Syu’aib al-Arnauth? Apakah cukup
kalimat pujian dariku yang kutulis untuknya dengan penuh cinta yang
tulus? Sungguh jasanya terhadapku lebih luas dari rasa terima kasih dan
lebih mulia dari pujian. Sesungguhnya dia membukakan mataku tentang
hakikat kehidupan. Aku mengalami perjalananku dengan pikiran yang
tertunduk dan hati yang rendah, ia menjadikan hari-hariku menjadi tahun
yang penuh arti dan berharga. Kemudian ia menggandeng tanganku memasuki
dunia tahqiq… …Untukmu wahai guruku, terima kasih yang lebih
luas dari terima kasih itu sendiri, pujian yang lebih agung dari pujian
itu sendiri. Dan Allah yang menjadi penolongku membalasmu dengan
sebaik-baik balasan.”
Alangkah indahnya penghormatan sang murid kepada gurunya ini.
Syaikh Umar Hasan al-Qayyam mengatakan dalam pengantar tahqiq-nya terhadap Risalah Ibnu Rajab al-Hanbali,
“Dia memotivasiku untuk menempuh jalan ini, guruku al-muhaddits
al-‘alamah Syu’aib al-Arnauth, salah seorang pakar hadits di masa
sekarang ini.”
Hubungan Syaikh Syu’aib al-Arnauth dengan murid-muridnya layaknya
hubungan pertemanan. Ia dekat dengan murid-muridnya. Memiliki semangat
besar agar murid-muridnya mendapatkan kebaikan. Ia tidak memaksakan
pendapatnya kepada murid-muridnya. Ia senang jika murid-muridnya
memiliki keilmuan yang mandiri. Tidak jarang ia mengajak murid-muridnya
berdiskusi dan bertukar pikiran. Hal inilah yang memiliki pengaruh luar
biasa dalam perkembangan keilmiahan murid-muridnya.
Karya-Karya Penelitiannya
Buku-buku yang diteliti oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth tidak kurang
dari 240 judul buku. Terdiri dari buku-buku hadits, fikih, tafsir
Alquran, tarajim, akidah, mushthalah al-hadits, adab, dll.
Di antara buku yang ia teliti adalah:
Diterbitkan oleh Maktab al-Islami:
- Syarhu as-Sunnah karya al-Baghawi berjumlah 16 jilid,
- Raudhatu ath-Thalibin karya an-Nawawi. Penelitian bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Buku tersebut terdiri dari 12 jilid.
- Muhadzdzab al-Aghani karya Ibnu Manzhur berjumlah 12 jilid.
- Al-Mubdi’ fi Syarhi al-Muqni’ karya Ibnu Muflih al-Hanbali berjumlah 10 jilid.
- Zad al-Masir fi Ilmi at-Tafsir karya Ibnu al-Jauzi. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Buku tersebut terdiri dari 6 jilid.
- Mathalib Ulin Nuha fi Syarhi Ghayatu al-Muntaha karya ar-Ruhaibani. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 6 jilid.
- Al-Kafi fi Fiqhi al-Imam al-Mubajjal Ahmad bin Hanbal karya Ibnu Qudamah. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 3 jilid.
- Manaru as-Sabil fi Syarhi ad-Dalil karya Ibnu Dhuyan. Teridir dari 2 jilid.
- Al-Manazil wa ad-Diyar karya Usamah bin Munqidz. Terdiri dari dua jilid.
- Musnad Abu Bakar karya al-Marwazi. Terdiri dari dua jilid

Diterbitkan oleh Muassasah ar-Risalah:
- Siyar A’lam an-Nubala karya adz-Dzahabi. Terdiri dari 20 jilid.
- Al-Ihsan fi Tarqrib Shahih Ibnu Hibban yang disusun oleh al-Amir Alaunddin al-Farisi. Terdiri dari 18 jilid.
- Sunan an-Nasai al-Kubra. Penelitian ini bekerja sama dengan Hasan Syalbi. Teridir dari 12 jilid.
- Al-‘Awashim wa al-Qawashim fi adz-Dzabbi ‘an Sunnati Abi al-Qasim karya Ibnu al-Wazir.
- Sunan at-Turmudzi. Terdiri dari 6 jilid.
- Sunan ad-Daruquthni. Penelitian ini bekerja sama dengan Hasan Syalbi. Terdiri dari 5 jilid.
- Zaad al-Ma’ad fi Hadyi Khoiri al-‘Ibad karya Ibnul Qayyim. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 5 jilid.
- Tarikh al-Islam karya adz-Dzahabi. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Basyar ‘Iwadh Ma’ruf. Syaikh al-Arnauth meneliti 4 jilid.
- At-Ta’liq al-Mumajjad Syarh Muwaththa Muhammad karya Abu al-Hasanat al-Lakuni. Terdiri dari 4 jilid.
- Musnad al-Imam Ahmad terdiri dari 5 jilid.
- Al-Adab asy-Syar’iyah wa al-Minah al-Mar’iyah karya Ibnu Muflih al-Hanbali. Penelitian ini bekerja sama dengan Umar Hasan al-Qayyam. Terdiri dari 4 jilid.
- Thabaqat al-Qurra’. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Basyar Ma’ruf. Terdiri dari 2 jilid.
- Mawarid azh-Zham-an bi Zawa-id Shahih Ibnu Hibban karya al-Hasyimi. Penelitian ini bekerja sama dengan Ridhwan al-‘Arqasusi. Terdiri dari 2 jilid.
- Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah karya Ibn Abi al-Iz. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Abdullah at-Turki. Terdiri dari 2 jilid.
- Riyadhush Shalihin karya an-Nawawi. Teridir dari 2 jilid.
- Al-Marasil karya Abu Dawud. Terdiri dari 2 jilid.
Dua Ulama al-Aranauth
Selain Syaikh Syu’aib, ada lagi ulama lain yang berlaqob al-Arnauth,
yaitu Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Namun keduanya bukanlah saudara
kandung. Keduanya memiliki kesamaan dari sisi:
Pertama: memiliki laqob al-Arnauth. Al-Arnauth sendiri laqob yang
diberikan kepada orang-orang Balkan yang berasal dari al-Albani. Syaikh
Abdul Qadir lahir di wilayah Kosovo, sedangkan Syaikh Su’aib berasal
dari Albania.
Kedua: keduanya adalah ulama ahli tahqiq yang bekerja sama dengan al-Maktab al-Islami. Ada buku-buku yang mereka teliti bersama.
Porsi dakwah Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth lebih besar pada ceramah
dan mengajar. Sedangkan Syaikh Syu’aib al-Arnauth lebih memfokuskan diri
dalam meneliti warisan-warisan Islam.
Wafatnya Sang Ahli Tahqiq
Syaikh Syu’aib al-Arnauth wafat pada hari Kamis 26 Muharram 1438 H
bertepatan dengan 27 Oktober 2016. Beliau wafat di wilayah Yordania pada
usia 88 tahun. Rahimahullah rahmatan wasi’atan.
Rujukan:
Buku al-Muhaddits Syu’aib al-Arnauth, Jawanib min Siratihi wa
Juhudihi fi Tahqiq at-Turats oleh Dr. Ibrahim al-Kufihi. Dicetak oleh
Dar al-Basyidr, Oman. Cetakan pertama. Tahun 1423 H/2002 M.
Sebagian besar isi tulisan merupakan terjemah dari http://islamstory.com/ar/%D8%B4%D8%B9%D9%8A%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B1%D9%86%D8%A4%D9%88%D8%B7
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com