Assalaamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ustadz apa hukumnya ketika akad nikah calon suami salah menyebutkan nama calon istrinya, misalkan : nama calon istri “Ani”, kemudian salah menyebut nama istri menjadi “Ami”??. Bagaimanakah hukum akad nikahnya tersebut??. Jazaakumullaahi khoyro
Afwan, ustadz apa hukumnya ketika akad nikah calon suami salah menyebutkan nama calon istrinya, misalkan : nama calon istri “Ani”, kemudian salah menyebut nama istri menjadi “Ami”??. Bagaimanakah hukum akad nikahnya tersebut??. Jazaakumullaahi khoyro
Dari: Sdr Yudi
Jawaban:
Wa alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh…
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Untuk memahami kasus yang anda sampaikan, ada beberapa catatan yang perlu kita pahami,
Pertama, salah satu syarat nikah adalah ’ta’yin az-zaujain’ memastikan orang yang menjadi pengantin.
Artinya, orang yang menikah harus diketahui dengan pasti, siapa yang
menjadi istri dan siapa yang menjadi suami. Sehingga tidak ada lagi
kerancuan pada pengantin yang bersangkutan. Sebagaimana dalam jual
beli, barang yang diperjual belikan harus jelas. Masing-masing antara
penjual dan pembeli sama-sama tahu barang yang menjadi objek jual beli.
Ibnu Qudamah mengatakan,
من شرط صحة النكاح تعيين الزوجين لأن كل عاقد ومعقود عليه يجب تعيينهما, كالمشترى والمبيع
Termasuk
syarat nikah adalah ’ta’yin az-zaujain’, karena antara pelaksana akad
dan apa yang diakadkan, harus dipastikan keduanya. Sebagaimana pembeli
dan barang yang dibeli.
Kedua, ta’yin, upaya memastikan sesuatu,
tidak harus dengan menyebutkan nama sesuatu itu. Bisa juga dilakukan
dengan cara lain, misalnya menyebut ciri-cirinya atau dengan isyarat
tunjuk.
Seperti
misalnya, kita membeli barang A dan kita tidak tahu namanya, kemudian
kita pegang barang itu, dan kita tanyakan ke penjual, ’Berapa?’ Penjual
jawab, ’10 ribu’. Lalu kita bayar. Kita memegang barang tersebut ini
sudah termasuk ta’yin, memastikan barang yang hendak dibeli.
Dalam
pernikahan juga demikian, ketika suami istri sudah pasti orangnya,
tidak disyaratkan harus menyebut nama. Bisa dengan isyarat atau
keterangan lainnya, yang penting orang yang dimaksud sudah jelas. Ibnu
Qudamah melanjutkan keterangannya,
ثم
ينظر فإن كانت المرأة حاضرة, فقال: زوجتك هذه صح فإن الإشارة تكفى في
التعيين فإن زاد على ذلك, فقال: بنتى هذه أو هذه فلانة كان تأكيدا،
وإن كانت غائبة فقال: زوجتك بنتى وليس له سواها جاز فإن سماها باسمها مع
ذلك, كان تأكيدا
Kemudian
perlu diperhatikan, jika sang istri hadir di tempat akad, lalu wali
mengatakan, ’Aku nikahkah kamu dengan ini.’ Status pernikahan sah.
Karena isyarat bisa sebagai ta’yin. Jika wali menambahkan, ’Aku
nikahkah kamu dengan putriku yang ini’ atau ’dengan putriku yang
bernama si x’, tambahan ini semakin menguatkan. Dan jika pengantin
perempuan tidak ada di tempat, kemudian si wali mengatakan, ’Aku
nikahkan kamu dengan putriku’ dan si wali hanya memiliki satu anak
perempuan, maka nikahnya sah. Jika si wali menyebut nama anaknya, ini
sebagai penguat.
Ketiga, jika ada unsur ketidak jelasan, maka butuh keterangan lain untuk menegaskan siapa orang yang dimaksud.
Misal, seseorang memiliki dua anak perempuan kembar, si A dan si B. ketika ayahnya menikahkan, dia mengatakan, ’Aku nikahkah kamu dengan putriku.’ Kemudian pengantin lelaki menjawab, ’Aku terima nikahnya dengan mahar sekian.’
Pernikahan
semacam ini tidak sah, karena belum jelas wanita mana yang menjadi
istrinya. Karena itu, butuh keterangan tambahan untuk mempertegas,
siapakah putri yang dimaksud.
Ibnu Qudamah menjelaskan,
فإن
كان له ابنتان أو أكثر فقال: زوجتك ابنتى لم يصح حتى يضم إلى ذلك ما
تتميز به من اسم أو صفة, فيقول: زوجتك ابنتى الكبرى أو الوسطى أو
الصغرى فإن سماها مع ذلك كان تأكيدا
Jika
si wali memiliki dua anak perempuan atau lebih, lalu dia mengatakan,
’Aku nikahkan kamu dengan putriku’ maka nikahnya tidak sah, sampai dia
tambahkan nama atau keterangan lain yang membedakan satu anak dengan
anak lainnya. Sehingga dia bisa mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan
putrinya yang sulung’ atau ’yang nomor 2’, atau ’yang bungsu.’ Jika dia
menyebut namanya, sifatnya mempertegas.
Beliau juga menjelaskan kasus lain,
لو قال: زوجتك ابنتى وله بنات لم يصح حتى يميزها بلفظه
Jika
wali mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putriku’, sementara dia
memiliki beberapa anak perempuan, nikah tidak sah. Sampai dia tegaskan
anak yang dimaksud dengan ucapannya.
[simak semua keterangan Ibnu Qudamah di atas dalam al-Mughni, 7/91].
Suami Salah Menyebut Nama Istri
Menegaskan wanita yang dinikahkan, ini dilakukan oleh pihak wali. Sedangkan pihak suami cukup menjawab ’Saya terima nikahnya’.
Karena
itu, jika kesalahan penyebutan nama istri ini dari pihak suami, dan itu
bentukanya jawaban (qabul), insyaaAllah tidak mempengaruhi ta’yin
wanita yang dimaksud. Sehingga pernikahan statusnya sah.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Read more https://konsultasisyariah.com/21513-salah-menyebut-nama-istri-ketika-akad-nikah.html