Tanya : Ada
seorang teman mengatakan bahwa tanda hitam di dahi merupakan suatu cela
dan pertanda niat yang tidak ikhlash. Dikatakan, bahwa tidak ada satu
pun shahabat yang mempunyai tanda hitam itu. Begitu juga Nabi.
Bagaimana pendapat Anda ?
Jawab :
Sebaik-baik perkataan adalah yang pertengahan.
1. Adalah
perkataan yang salah jika ada orang yang mengatakan bahwa tanda hitam
di dahi merupakan ciri-ciri pasti orang yang shaalih. Tidak ada satu
pun riwayat shahih yang menyatakan demikian – sepengetahuan saya
- , baik dari kalangan shahabat radliyallaahu ‘anhum, para ulama, apalagi dari Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, orang-orang Khawaarij - yang notabene termasuk katagori golongan sesat – pun mempunyai tanda ini.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ، ثنا عَفَّانُ، ثنا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَطَاءِ
بْنِ السَّائِبِ، عَنْ بِلالِ بْنِ بُقْطُرٍ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، أَنّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِدَنَانِيرَ،
فَقَسَمَهَا، فَكُلَّمَا قَبَضَ قَبْضَةً نَظَرَ عَنْ يَمِينِهِ كَأَنَّهُ
يُؤَامِرُ أَحَدًا، وَقَالَ حَمَّادٌ: وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ
مَطْمُومُ الشَّعْرِ، عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ، بَيْنَ عَيْنَيْهِ
أَثَرُ السُّجُودِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا عَدَلْتَ مُنْذُ
الْيَوْمِ فِي الْقِسْمَةِ، قَالَ: فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: " مَنْ يَعْدِلُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي؟ "،
فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلا نَقْتُلُهُ؟ قَالَ: " لا، إِنَّ
هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ
مِنَ الرَّمِيَّةِ، لا يَتَعَلَّقُونَ مِنَ الإِسْلامِ بِشَيْءٍ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami
‘Affaan : telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah,
dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Bilaal bin Yuqthur, dari
Abu Bakrah : Bahwasannya didatangkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sejumlah
uang dinar, lalu beliau membagi-bagikannya. Setiap orang
segenggam-segenggam. Lalu beliau melihat ke samping kanannya
seakan-akan hendak menyuruh seseorang. - Hammad berkata - : Di samping
beliau ada seorang laki-laki berkulit hitam, berambut lebat, memakai
dua pakaian putih, dan di antara kedua matanya terdapat tanda bekas
sujud. Lalu ia berkata : “Wahai Muhammad, engkau tidak adil sejak
hari ini dalam pembagian”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah dan bersabda : “Lantas, siapakah yang akan berbuat adil kepada kalian sepeninggalku nanti ?”. Para shahabat berkata : “Wahai Rasulullah, tidakkah kami bunuh saja ia ?”. Beliau menjawab : “Jangan.
Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya kelak akan keluar dari dien
(agama Islam) seperti keluarnya anak panah dari busurnya, mereka tidak
termasuk dari golongan Islam sama sekali” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘aashim dalam As-Sunnah no. 927; shahih lighairihi].
Allah ta’ala tidaklah
menjadikan ciri fisik seseorang sebagai satu kemutlakan tanda bagi
keimanan, karena Allah hanya akan melihat kepada keikhlashan dan
keshalihan amal. Allah ta’ala berfirman :
وَمَا
أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus” [QS. Al-Bayyinah : 5].
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang
pun dalam beribadah kepada Tuhannya" [QS. Al-Kahfiy : 110].
حَدَّثَنَا
عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا
جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : " إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ،
وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Naaqid : Telah menceritakan
kepada kami Katsiir bin Hisyaam : Telah menceritakan kepada kami
Ja’far bin Burqaan, dari Yaziid bin Al-Asham, dari Abu Hurairah,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
Allah tidaklah melihat pada rupa-rupa dan harta-harta kalian, akan
tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian dan amal-amal kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2564].
Bahkan, telah diriwayat dari sebagian salaf yang membenci keberadaan tanda/bekas hitam di dahi.
حَدَّثَنَا
أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ، عَنْ أَبِيهِ،
قَالَ: كُنْتُ قَاعِدًا عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ فَرَأَى رَجُلًا قَدْ أَثَّرَ
السُّجُودُ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ: " إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ
فَلَا يَشِينُ أَحَدُكُمْ صُورَتَهُ "
Telah
menceritakan kepada kami Abul-Ahwash, dari Asy’ats bin
Abisy-Sya’tsaa’, dari ayahnya, ia berkata : Aku pernah
berdiri di samping Ibnu ‘Umar, lalu ia melihat seorang laki-laki
yang mempunyai tanda bekas sujud di wajahnya. Ibnu ‘Umar berkata
: “Sesungguhnya rupa seorang laki-laki itu ada di wajahnya. Maka,
janganlah salah seorang di antara kalian memburukkan rupanya”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/308; shahih].
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، عَنْ ثَوْرٍ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ الْأَعْوَرِ، عَنْ أَبِي
الدَّرْدَاءِ أَنَّهُ رَأَى امْرَأَةً بَيْنَ عَيْنَيْهَا مثل ثَفِنَةِ
الشَّاةِ، فَقَالَ: " أَمَا إِنَّ هَذَا لَوْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَ
عَيْنَيْكَ كَانَ خَيْرًا لَكَ
Telah
menceritakan kepada kami Wakii’, dari Tsaur, dari Abu ‘Aun
Al-A’war, dari Abud-Dardaa’, bahwasannya ia pernah melihat
seorang wanita yang di antara dua matanya ada tanda seperti tsafinatusy-syaah (kulit
keras yang ada di lutut kambing = ‘kapalan’). Maka ia
berkata : “Sesungguhnya tanda ini, jika tidak ada di antara dua
matamu, niscaya lebih baik bagimu” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah 1/308; lemah karena Abu 'Aun seorang perawi yang maqbuul, dan ada kekhawatiran keterputusan (inqitha’) antara Abu ‘Aun (thabaqah kelima) dengan Abud-Dardaa’ (thabaqah pertama)].
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: " لَيْسَ بِهَذَا
الأَثَرِ الَّذِي فِي الْوَجْهِ، وَلَكِنَّهَا الْخُشُوعُ "
Telah
menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Mujaahid, ia
berkata : “Bukanlah dengan tanda yang ada di wajah ini (yang
dimaksudkan dalam ayat‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’), akan tetapi ia adalah kekhusyukan” [Az-Zuhd oleh Wakii’ bin Al-Jarraah no. 137; shahih].
2. Begitu juga sikap yang salah jika kita mengedepankan su’udhdhan,
bahkan sampai terlontar kata-kata, bahwa orang yang mempunyai
bekas/tanda hitam di dahinya merupakan orang yang tidak ikhlash dalam
beramal.
Apakah ada nash dari Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
shahih bahwasannya tanda hitam di dahi merupakan tanda kemunafikan lagi
ketidakikhlashan ?. Apakah ada malaikat yang membisiki yang
memberitahukannya bahwa orang itu tidak ikhlash dalam beramal,
sementara keikhlashan itu merupakan amal hati ?.
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa” [QS. Al-Hujuraat : 12].
Bahkan ada riwayat shahih dari ‘Ikrimah bahwa ia menafsirkan ayat : ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ (QS. Al-Fath : 29) adalah dhahir tanda yang melekat di wajah/dahi.
حَدَّثَنَا
ابْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إسْمَاعِيلَ الْخَزَّازُ، عَنِ
ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ: سَمِعْتُ
عِكْرِمَةَ، وَسُئِلَ " سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ، قَالَ: أَثَرُ التُّرَابِ "
Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Marzuuq : Telah menceritakan kepada kami
Haaruun bin Ismaa’iil Al-Khazzaaz, dari Ibnul-Mubaarak, dari
Maalik bin Diinaar, ia berkata : Aku pernah mendengar ‘Ikrimah
ditanya tentang ayat : ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’, maka dia menjawab : ‘Bekas tanah/debu (yang ada di dahi)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Musykilul-Aatsaar no. 305; shahih].
Maksudnya,
orang yang banyak melakukan shalat, maka akan ada di dahinya bekas
tanah dari tempat ia sujud. Dan sebagian salaf kita mempunyai tanda
tersebut.
فَحَدَّثَنَا
الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، قال: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ:
" رَأَيْتُ فِي جَبْهَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ أَثَرَ السُّجُودِ "
Telah
menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Naafi’, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Shafwaan bin ‘Amru, ia berkata :
“Aku pernah melihat dahi ‘Abdullah bin Busr ada tanda/bekas
sujud” [Diriwayatkan oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 178; shahih].
‘Abdullah bin Busr adalah salah seorang shahabat kecil (shighaarush-shahaabah).
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ
حَنْبَلٍ. ح وَحَدَّثَنَا أَبُو حَامِدِ بْنُ جَبَلَةَ، وَحَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، ثنا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، حَدَّثَنِي
أَبِي، ثنا الْعَلاءُ بْنُ عَبْدِ الْكَرِيمِ الأَيَامِيُّ، قَالَ: "
كُنَّا نَأْتِي مُرَّةَ الْهَمْدَانِيَّ، فَيَخْرُجُ إِلَيْنَا، فَنَرَى
أَثَرَ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ وَكَفَّيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ
وَقَدَمَيْهِ......
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Maalik : Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Dan telah
menceritakan kepada kami Abu Haamid bin Habalah, dan telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin ishaaq : telah menceritakan kepada kami
Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah menceritakan kepadaku ayahku :
Telah menceritakan kepada kami Al-‘Alaa’ bin
‘Abdil-Kariim Al-Ayaamiy, ia berkata : “Kami pernah
mendatangi Murrah Al-Hamdaaniy, lalu ia pun keluar menemui kami. Kami
melihat bekas sujud di dahinya, kedua telapak tangannya, kedua
lututnya, dan kedua kakinya….” [Diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah, 4/162; shahih].
Murrah bin Syaraahiil Al-Hamdaaniy, seorang ulama dari kalangan kibaarut-taabi’iin.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ، قَالَ: أخبرنا مَعْنُ بْنُ عِيسَى، قَالَ:
أَخْبَرَنَا بِلالُ بْنُ أَبِي مُسْلِمٍ، قَالَ: " رَأَيْتُ أَبَانَ بْنَ
عُثْمَانَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَثَرُ السُّجُودِ قَلِيلا "
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’d, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepada kami Ma’n bin ‘Iisaa, ia berkata :
Telah mengkhabarkan kepada kami Bilaal bin Muslim, ia berkata :
“Aku melihat Abaan ‘Utsmaan, di antara kedua matanya
terdapat sedikit bekas sujud” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d
dalamAl-Kubraa, 5/78; namun sanadnya dla’iif karena Bilaal bin Abi Muslim, seorang yangmajhuul].
قَالَ أَبُو الْيَمَانِ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: " رَأَيْتُ فِيَ جَبْهَةِ حَكِيمِ بْنِ عُمَيْرٍ أَثَرَ السُّجُودِ "
Telah
berkata Abul-Yamaan, dari Shafwaan bin ‘Amru ia berkata :
“Aku melihat di dahi Hakiim bin ‘Umair ada bekas/tanda
sujud” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalamAl-Kubraa, 7/212; shahih].
Al-Hakiim bin ‘Umair Al-Ahwash Al-‘Ansiy adalah seorang ulama generasi taabi’iinpertengahan.
قَالَ أَبُو الْيَمَانِ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: " رَأَيْتُ فِيَ جَبْهَةِ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَثَرَ السُّجُودِ "
Telah
berkata Abul-Yamaan, dari Shafwaan bin ‘Amru, ia berkata :
“Aku melihat di dahi Khaalid bin Ma’daan terdapat
bekas/tanda sujud” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Al-Kubraa, 7/214; shahih].
Khaalid bin Ma’daan Asy-Syaamiy Al-Himshiy, seorang ulama ahli ibadah dari generasi taabi’iin pertengahan.
Dan yang lainnya…..
Ikhwah,….
dapat kita lihat perbedaan di kalangan salaf dalam hal ini. Di antara
mereka ada yang membencinya, di antara mereka ada pula yang
membolehkannya. Oleh karena itu, Al-Imaam Ibnu Abi Syaibah membuat dua
bab dalam Al-Mushannaf yang
memuat ulama-ulama yang membenci dan membolehkannya [see : 1/308].
Tentu saja, ulama kita yang membolehkan harus dipahami bahwa tanda
sujud tersebut merupakan satu hal yang kadang ‘tidak bisa
dihindari’ bagi mereka yang giat dalam ibadah shahalatnya. Dan
itu tercermin dari riwayat-riwayat sebagaimana di atas. Selain terkait
banyaknya aktifitas shalat, tanda/bekas ini juga terkait sensitifitas
kulit masing-masing orang. Orang yang sedikit shalat, kadang muncul
tandanya hitam itu karena kulitnya tipis, dan sebaliknya kadang orang
yang banyak shalat dan sujudnya lama tidak muncul tanda hitam ini
karena keadaan kulitnya berbeda.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya : Apakah tanda bekas sujud di dahi merupakan tanpa bagi orang yang shaalih ?, maka beliau menjawab :
ليس
هذا من علامات الصالحين ، وإنما هو النور الذي يكون في الوجه ، وانشراح
الصدر ، وحسن الخلق . . . وما أشبه ذلك ، أما الأثر الذي يسببه السجود في
الوجه فقد تظهر في وجوه من لا يصلون إلا الفرائض لرقة الجلد ، وقد لا تظهر
في وجه من يصلي كثيراً ويطيل السجود .
“Ini
bukan (mutlak) tanda-tanda orang yang shaalih. Hanya saja ini yang
dimaksud adalah cahaya yang nampak pada wajah, lapang dada, dan akhlak
yang baik….dan yang semisal dengannya….. Adapun bekas
tanda akibat sujud pada wajah maka bisa juga tampak pada orang tidak
sholat kecuali sholat wajib saja. Karena jenis kulit yang tipis. Dan
terkadang juga tidak muncul pada orang yang banyak sholat serta
sujudnya lama….” [dikutip dari : http://salafyitb.wordpress.com/2007/01/11/simahum-fii-wujuhihim-min-atsaris-sujud/].
Namun apapun itu, lebih utama bagi kita mengedepankan sikap husnudhdhan kepada saudara-saudara kita yang muslim. Jika kita melihat mereka yang mempunyai tanda/bekas hitam di dahi, kita positif thinking bahwa itu muncul karena ia rajin beribadah kepada Allah ta’ala, sehingga dapat memicu kita untuk menirunya, berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita berdoa agar Allah ta’ala memperbanyak orang seperti dia, dan berharap agar amalnya (dan juga amal kita) diterima.
Dan bagi pribadi, kita tidak perlu effort untuk
mengada-adakan tanda/bekas sujud itu di dahi kita. Hendaknya kita ingat
akan hadits tentang tiga jenis orang yang pertama kali dihisab di hari
kiamat yang didustakan oleh Allah atas sanjungan manusia akan amal
ibadah palsu mereka di dunia. Riya’ tidak akan membuahkan apa-apa
kecuali kerugian dan penyesalan.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” [QS. Al-Furqaan : 23].
Hati ini sangat lemah sehingga keikhlashan seringkali tercampuri, bahkan akhirnya tertutupi, dengan riya’.
اللَّهُمَّ إناَّ نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ, وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُه
“Ya,
Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari dosa
(syirik) yang kami tidak mengetahuinya.”.
Itu saja yang dapat dijawab.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – ngaglik, Yogyakarta].
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/03/apakah-tanda-hitam-di-dahi-merupakan.html
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/03/apakah-tanda-hitam-di-dahi-merupakan.html