Beberapa
waktu lalu saya berkunjung ke Blog salah seorang teman dan menemukan
pembahasan tentang derajat hadits keutamaan membaca surat Yasin di
malam hari (selengkapnya silakan baca di :http://alponti.multiply.com/journal/item/14/Adakah_Hadits_Shahih_tentang_Fadhilah_Surah_YASIN).
Langsung saja,… hadits yang dimaksud adalah :
أخبرنا
محمد بن إسحاق بن إبراهيم مولى ثقيف حدثنا الوليد بن شجاع بن الوليد
السكوني حدثنا أبي حدثنا زياد بن خيثمة حدثنا محمد بن جحادة عن الحسن عن جندب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من قرأ يس في ليلة ابتغاء وجه الله غفر له
Telah
mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaaq bin Ibraahiim maula
Tsaqiif : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Syujaa’
bin Al-Waliid As-Sakuuniy : Telah menceritakan kepada kami ayahku :
Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Khaitsamah : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Juhaadah, dari Al-Hasan,dari Jundab ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:“Barangsiapa yang membaca surat Yaasiin di malam hari dengan mengharap wajah Allah, maka ia akan diampuni”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 2574 dan Al-Mawaaridno. 665.
Para perawi hadits ini semuanya adalah tsiqah, hanya saja Al-Hasan – yaitu Al-Bashriy – membawakannya dengan ‘an’anah, sedangkan ia adalah seorang mudallis.
Untuk menambah faedah, berikut yang disampaikan teman saya – hafidhahullah – dalam Blognya :
Dalam
beberapa literatur yang saya baca dapat disimpulkan bahwa Al-Hasan
Al-Bashri memang mendengar hadits dari Jundab. Al-Hafizh dalam kitab
Tahdzib At-Tahdzib mengatakan begini, ”Dia meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’b, Sa’d bin Ubadah, Umar bin Al-Khathtab padahal dia
tidak pernah bertemu dengan mereka. Dia juga meriwayatkan dari Tsauban,
’Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Utsman bin Abu Al-Ash,
Ma’qil bin Sinan padahal dia tidak mendengar langsung dari
mereka. Dan (dia juga meriwayatkan) dari Utsman, Ali, Abu Musa, Abu
Bakrah, Imran bin Hushain, JUNDAB AL-BAJALI, Ibnu Umar, Ibnu Abbas,
Ibnu Amr bin Al-Ash, Mu’awiyah, Ma’qil bin Yasar, Anas,
Jabir dan banyak sahabat Nabi SAW yang lain serta para
tabi’in.”
Dari
sini kita bisa paham bahwa mulai dari nama Utsman sampai kepada Jabir
maka pendengaran Al-Hasan akan hadits mereka tak perlu diragukan.
Wallahu a’lam.
Bukti
paling konkrit bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar langsung dari
Jundab adalah sebagaimana riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits
nomor 3463, kitab Ahadits Al-Anbiya`, bab: Maa Dzukira ’an Bani
Israail. Hadits yang sama juga terdapat dalam Shahih Muslim, no. 113.
Hadits ini menceritakan seorang yang mati bunuh diri dan Allah
mengharamkan surga untuknya.
Al-Hasan
Al-Bashri memang dikenal sebagai mudallis. Namun, dia masuk dalma
kategori mudallis yang tidak parah. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam kitab Thabaqatul Mudallisin (atau nama lainnya Ta’rif Ahli
At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-tadlis) memasukkannya dalam
peringkat kedua dari golongan para mudallis (Lihat kitab tersebut pada
biografi nomor 40). Artinya, bila memang benar dia pernah mendengar
dari syekhnya maka tadlisnya bisa diterima, apalagi
‘an’anah-nya masuk dalam syarat Al-Bukhari dan Muslim.
Tidak dipungkiri bahwasannya Jundab radliyallaahu ‘anhu memang syaikh (guru) dari Hasan Al-Bashriy rahimahullah dimana
ia pernah bertemu dengannya dan mendengarkan hadits/riwayat darinya.
Namun harus diingat bahwa di sini Al-Hasan telah melakukantadlis isnad. Pertemuan dan periwayatan dengan as-sama’ secara umum tidaklah langsung menshahihkan semua riwayat Al-Hasan (begitu juga perawi mudallis lainnya) yang dibawakan dengan ‘an’anah dari Jundab. Riwayat Al-Hasan dari Jundabradliyallaahu ‘anhu dikatakan shahih jika ada penjelasan tentang penyimakan hadits yang ia riwayatkan.
Adapun definisi tadlis isnad adalah :
أن
يَرْوِيَ الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر سمعه
منه.... ومعنى هذا التعريف أن تدليس الإسناد أن يروي الراوي عن شيخ قد
سَمِعَ منه بعض الأحاديث، لكن هذا الحديث الذي دلسه لم يسمعه منه ، وإنما
سمعه من شيخ آخر عنه ، فيٌسْقِطٌ ذلك الشيخَ ويرويه عنه بلفظ محتمل للسماع
وغيره ، كـ " قال " أو " عن " ليوهم غيره أنه سمعه منه ، لكن لا يصرح بأنه
سمع منه هذا الحديث فلا يقول : " سمعت " أو " حدثني " حتى لا يصير كذاباً
بذلك ، ثم قد يكون الذي أسقطه واحداً أو أكثر
“Jika
si perawi meriwayatkan hadits yang tidak pernah ia dengar dari orang
yang pernah ia dengar haditsnya; tanpa menyebutkan bahwa perawi
tersebut mendengar hadits itu darinya….. Penjelasan definisi tadlis isnad ini adalah bahwa seorang perawi meriwayatkan beberapa hadits yang ia dengar dari seorang syaikh (guru), namun hadits yang ia tadlis-kan tidak pernah ia dengar dari gurunya itu. Hadits itu ia dengar melalui (perantara) syaikh yang lain, dari syaikh-nya yang pertama tadi. Orang tersebut (simudallis) menggugurkan syaikh yang menjadi perantara, dan kemudian ia (si mudallis) meriwayatkan darinya (syaikh yang pertama) dengan lafadh yang mengandung kemungkinan mendengar (samaa’) atau yang semisalnya; seperti lafadh قَالَ (telah berkata) atau عَنْ (dari) – agar orang lain menyangka bahwa ia telah mendengar darisyaikh tersebut. Padahal tidak benar orang itu telah mendengar hadits ini. Ia tidak mengatakan سَمِعْتُ (aku telah mendengar) atau حَدَّةَنِيْ (telah
menceritakan kepadaku), sehingga ia tidak bisa disebut sebagai pendusta
atas perbuatan itu. Orang yang ia gugurkan tadi bisa satu orang atau
lebih” [lihat Taisiru Mushthalahil-Hadiits oleh Dr. Mahmud Ath-Thahhaan hal. 62 dan Ta’riifu Ahlit-Taqdiis bi-Maraatibil-Maushuufiina bit-Tadliis oleh Ibnu Hajar hal. 10, tahqiq : Dr. ‘Abdul-Ghaffaar Sulaiman & Muhammad bin Ahmad ‘Abdil-‘Aziiz].
Definisi
di atas adalah definisi yang diberikan oleh Al-Bazzaar, Ibnu
‘Abdil-Barr, Ibnul-Qaththaan, Ibnu Hajar, As-Sakhawiy, dan yang
lainnya [lihat Al-Jawaahirus-Sulaimaaniyyah oleh Abul-Hasan Al-Ma’ribiy, hal. 259]. Dan definisi inilah yang lebih tepat.
Adapun penyikapan atas ‘an’anah Al-Hasan Al-Bashriy, maka sikap pertengahan dalam hal ini adalah : ‘An’anah Al-Hasan Al-Bashriy diterima apabila ia meriwayatkan dari selain shahabat (yaitu tabi’in). Adapun ‘an’anah-nya dari shahabat, maka tidak diterima hingga ia menyatakan secara jelas (tashriih) atas penyimakan riwayatnya. Inilah yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy rahimahullah (lihat Ash-Shahiihah, 2/511) yang kemudian disepakati oleh Asy-Syaikh Abul-Hasan Mushthafa As-Sulaimaniyhafidhahullah. Apalagi melihat kenyataan bahwa Al-Hasan banyak meng-irsal-kan hadits. Walaupun keduanya mempunyai tafshil yang berbeda, namun intinya adalah sama.
Adapun berdalil diterimanya ‘an’anah Al-Hasan
dari Jundab dengan dasar apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim, maka ini kurang tepat. Tidak lain dikarenakan riwayat Al-Hasan
dari Jundab dalam Shahihain telah disebutkan secara jelas dijelaskan penyimakannya.
حدثنا محمد قال حدثنا حجاج حدثنا جرير عن الحسن حدثنا جُنْدب بن عبد الله....
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Hajjaaj : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari
Al-Hasan : Telah menceritakan kepada kami Jundab bin
‘Abdillah……… [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
no. 3463].
وحدثنا محمد بن أبي بكر المقدمي. حدثنا وهب بن جرير. حدثنا أبي. قال: سمعت الحسن يقول: حدثنا جندب بن عبدالله البجلي في هذا المسجد
Dan
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Bakr Al-Muqaddamiy :
Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jariir : Telah menceritakan
kepada kami ayahku, ia berkata : Aku mendengar Al-Hasan berkata : Telah
menceritakan kepada kami Jundab bin ‘Abdillah Al-Bajaliy tentang
hadits masjid…. [Diriwayatkan oleh Muslim no. 113].
Kesimpulannya : Hadits di atas adalah dla’if karena ‘an’anah Al-Hasan Al-Bashriyrahimahullah. Pendla’ifan ‘an’anah dalam hadits ini dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Al-Arna’uth, dan Asy-Syaikh Husain Salim Asad rahimahumullah.
Wallaahu a’lam.
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/10/hadits-keutamaan-membaca-surat-yasin.html