Masalah Khilafiyah, Jangan Dibahas??!!
Setiap
kali diskusi masalah agama bersama jamaah di masjid, seringkali terjadi
deadlock, sehingga tidak menemukan titik temu. Ujung-ujungnya orang
yang paling dihormati di masjid, dia Pak Imam, beliau menyarankan,
masalah khilafiyah jangan dibahas. Mohon pencerahannya..
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kalimat
ini sudah sangat umum kita dengar. Ketika sedang berdiskusi, biasanya,
pihak yang merasa tersudutkan dia akan membela diri dengan ungkapan
itu, ‘masalah khilaf jangan dibahas.’
Dalam
arti, pendapatmu silahkan kamu ikuti, dan tidak perlu mempengaruhi
orang lain dalam diskusi. Jadinya, hasil diskusi apapun tidak akan
bermanfaat, karena masing-masing tetap berpegang dengan pemahaman
lamanya.
Setiap
kali diskusi masalah agama bersama jamaah di masjid, seringkali terjadi
deadlock, sehingga tidak menemukan titik temu. Ujung-ujungnya orang
yang paling dihormati di masjid, dia Pak Imam, beliau menyarankan,
masalah khilafiyah jangan dibahas. Mohon pencerahannya..
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kalimat
ini sudah sangat umum kita dengar. Ketika sedang berdiskusi, biasanya,
pihak yang merasa tersudutkan dia akan membela diri dengan ungkapan
itu, ‘masalah khilaf jangan dibahas.’
Dalam
arti, pendapatmu silahkan kamu ikuti, dan tidak perlu mempengaruhi
orang lain dalam diskusi. Jadinya, hasil diskusi apapun tidak akan
bermanfaat, karena masing-masing tetap berpegang dengan pemahaman
lamanya.
Masalah Khilaf Jangan Dibahas?
Mengapa masalah khilaf tidak boleh dibahas??
Jika
kita melihat bagaimana al-Quran, prinsip ini sangat bertentangan dengan
prinsip yang diajarkan al-Quran. Kita simak ayat berikut,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.. (QS. an-Nisa: 59)
Kita garis bawahi kalimat,
“jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”
Artinya,
jika ada masalah khilaf, kembalikanlah kepada al-Quran dan sunah. Dan
untuk mewujudkan ini, ada dua cara yang bisa kita lakukan:
Pertama, kita mengkaji sendiri al-Quran dan sunah sesuai dengan panduan yang diberikan para sahabat dan ulama generasi setelahnya.
Kedua,
kita melakukan diskusi dengan orang yang berilmu atau dengan kawan
yang sama-sama belajar. Kita memiliki keterbatasan menerima informasi.
Sehingga kita butuh orang lain untuk memberikan tambahan informasi bagi
kita.
Jika
kita membatasi diri, menutup diri ketika terjadi khilaf, lalu kapan
kita akan berkembang? Selamanya orang akan berpegang dengan
pendapatnya, yang dia yakini paling benar. Padahal bukan jaminan dia
benar.
Mengapa masalah khilaf tidak boleh dibahas??
Jika
kita melihat bagaimana al-Quran, prinsip ini sangat bertentangan dengan
prinsip yang diajarkan al-Quran. Kita simak ayat berikut,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.. (QS. an-Nisa: 59)
Kita garis bawahi kalimat,
“jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”
Artinya,
jika ada masalah khilaf, kembalikanlah kepada al-Quran dan sunah. Dan
untuk mewujudkan ini, ada dua cara yang bisa kita lakukan:
Pertama, kita mengkaji sendiri al-Quran dan sunah sesuai dengan panduan yang diberikan para sahabat dan ulama generasi setelahnya.
Kedua,
kita melakukan diskusi dengan orang yang berilmu atau dengan kawan
yang sama-sama belajar. Kita memiliki keterbatasan menerima informasi.
Sehingga kita butuh orang lain untuk memberikan tambahan informasi bagi
kita.
Jika
kita membatasi diri, menutup diri ketika terjadi khilaf, lalu kapan
kita akan berkembang? Selamanya orang akan berpegang dengan
pendapatnya, yang dia yakini paling benar. Padahal bukan jaminan dia
benar.
Ormas Membahas Khilaf
Kita
layak memberikan apresiasi yang baik untuk ormas-ormas besar di tempat
kita. Mereka telah menyediakan fasilitas untuk megkaji masalah
khilafiyah di tengan umat islam.
Di
Nahdhatul Ulama, kita mengenal “Bahtsul Masail”, di Muhammadiyah, kita
mengenal Majlis Tarjih, di Persis kita mengenal Dewan Hisbah.
Apa latar belakang itu semua?
Latar
belakangnya adalah membahas masalah khilafiyah. Mengkaji ulang setiap
perbedaan pendapat yang ada di masyarakat. Untuk dikembalikan kepada
kebenaran sesuai standar majlis masing-masing ormas.
Kalimat Racun
Masalah
khilaf jangan dibahas. Bisa kita sebut, ini kalimat racun. Bisikan
iblis untuk dijadikan senjata agar seseorang bisa bertahan dalam
penyimpangannya. Karena yang terjadi, orang yang menyimpang lebih tidak
toleran dari pada mereka yang berada di jalan kebenaran. Sehingga
ketika dalam kondisi tersudutkan karena tidak didukung dalil, dia
gunakan kata indah ini untuk membela diri agar bisa bertahan dalam
penyimpangannya.
Benar apa yang Allah firmankan, Iblis membisikkan kalimat indah, namun menipu. Allah berfirman,
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ
يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Demikianlah
Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)
Jika kita perhatikan, kalimat ini semakna dengan prinsip menjadikan khilaf sebagai dalil. Sebagaimana yang pernah dibahas di: Khilaf Ulama Bukan Dalil
Khilaf Seharusnya Dibahas
Dibahas
namun dengan koridor yang benar. Bukan dengan koridor serampangan.
Sehingga kami sarankan, agar dalam setiap diskusi dibimbing oleh ustad
atau guru agama ahlus sunah, bukan guru agama liberal apalagi syiah.
Sehingga pemahaman jamaah masjid akan berkembang.
Atau
diskusi antar jamaah, dan untuk penjelasan lengkapnya ditanyakan kepada
ustad ahlus sunah saat kajian. Sehingga untuk masalah yang tidak jelas,
bisa diluruskan dalam forum.
Masalah Khilafiyah Jangan Jadi Permusuhan
Masalah
khilafiyah, jangan dijadikan bahan permusuhan, inilah kalimat yang
benar. Khilafiyah yang kami maksud adalah khilafiyah ijtihadiyah yang
bisa ditoleransi.
Jika
khilafiyah itu tidak bisa ditoleransi, seperti perbedaan antara kaum
muslimin dengan syiah, perbedaan antara ulama dan masyarakat awam,
semacam ini tidak perlu dihargai, tapi disudutkan dan diingatkan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/25926-masalah-khilafiyah-jangan-dibahas.html
Kita
layak memberikan apresiasi yang baik untuk ormas-ormas besar di tempat
kita. Mereka telah menyediakan fasilitas untuk megkaji masalah
khilafiyah di tengan umat islam.
Di
Nahdhatul Ulama, kita mengenal “Bahtsul Masail”, di Muhammadiyah, kita
mengenal Majlis Tarjih, di Persis kita mengenal Dewan Hisbah.
Apa latar belakang itu semua?
Latar
belakangnya adalah membahas masalah khilafiyah. Mengkaji ulang setiap
perbedaan pendapat yang ada di masyarakat. Untuk dikembalikan kepada
kebenaran sesuai standar majlis masing-masing ormas.
Kalimat Racun
Masalah
khilaf jangan dibahas. Bisa kita sebut, ini kalimat racun. Bisikan
iblis untuk dijadikan senjata agar seseorang bisa bertahan dalam
penyimpangannya. Karena yang terjadi, orang yang menyimpang lebih tidak
toleran dari pada mereka yang berada di jalan kebenaran. Sehingga
ketika dalam kondisi tersudutkan karena tidak didukung dalil, dia
gunakan kata indah ini untuk membela diri agar bisa bertahan dalam
penyimpangannya.
Benar apa yang Allah firmankan, Iblis membisikkan kalimat indah, namun menipu. Allah berfirman,
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ
يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Demikianlah
Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)
Jika kita perhatikan, kalimat ini semakna dengan prinsip menjadikan khilaf sebagai dalil. Sebagaimana yang pernah dibahas di: Khilaf Ulama Bukan Dalil
Khilaf Seharusnya Dibahas
Dibahas
namun dengan koridor yang benar. Bukan dengan koridor serampangan.
Sehingga kami sarankan, agar dalam setiap diskusi dibimbing oleh ustad
atau guru agama ahlus sunah, bukan guru agama liberal apalagi syiah.
Sehingga pemahaman jamaah masjid akan berkembang.
Atau
diskusi antar jamaah, dan untuk penjelasan lengkapnya ditanyakan kepada
ustad ahlus sunah saat kajian. Sehingga untuk masalah yang tidak jelas,
bisa diluruskan dalam forum.
Masalah Khilafiyah Jangan Jadi Permusuhan
Masalah
khilafiyah, jangan dijadikan bahan permusuhan, inilah kalimat yang
benar. Khilafiyah yang kami maksud adalah khilafiyah ijtihadiyah yang
bisa ditoleransi.
Jika
khilafiyah itu tidak bisa ditoleransi, seperti perbedaan antara kaum
muslimin dengan syiah, perbedaan antara ulama dan masyarakat awam,
semacam ini tidak perlu dihargai, tapi disudutkan dan diingatkan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/25926-masalah-khilafiyah-jangan-dibahas.html