Dalil-Dalil Diperbolehkannya Mengusap Dua Kaus Kaki
Diperbolehkan mengusap kaus kaki saat berwudlu berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
1. Hadits Tsaubaan radliyallaahu ‘anhu.
عن
ثوبان قال : بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم سرية فأصابهم البرد فلما
قدموا على النبي صلى الله عليه وسلم شكوا إليه ما أصابهم من البرد فأمرهم
أن يمسحوا على العصائب والتساخين.
Dari Tsaubaan, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengirim pasukan, lalu mereka tertimpa hawa dingin. Saat mereka tiba di hadapan Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam,
mereka mengeluhkan hawa dingin yang menimpa mereka tersebut. Maka
beliau memerintahkan untuk mengusap surban dan kaus kaki”.
Dalam Syarhus-Sunnah (1/452) disebutkan tentang makna At-tasaakhiin (التساخين) :
وقيل : أصل التَّساخين : كلُّ ما يُسخِّن القَدَمَ من خُفٍّ وجَورَبٍ ونحوه.
“Dan dikatakan : asal makna at-tasaakhiin adalah segala sesuatu yang menghangatkan kaki dari jenis khuff (sepatu), kaos kaki, dan yang lainnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad[1] 5/277
: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Tsaur,
dari Raasyid bin Sa’d, dari Tsaubaan ia berkata :
“…..(al-hadits)…”.
Dari jalur Ahmad ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dalam As-Sunan[2] no. 146, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa[3] 1/62, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah[4] no. 234, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak[5] 1/169 (dan ia berkata : “Shahih sesuai syarat Muslim”)[6], dan Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin[7] no. 477.
Ahmad bin Hanbal mempunyai mutaba’ah dari Musaddad yang diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin[8] no. 477.
Yahyaa bin Sa’iid mempunyai mutaba’ah dari Muhammad bin Al-Hasan yang diriwayatkan oleh Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah[9] no. 233.
Sebagian ulama ada yang mendla’ifkan hadits ini karena adanya inqitha’(keterputusan) antara Raasyid bin Sa’d dengan Tsaubaan. Mereka mendasarkannya dengan perkataan Ahmad bin Hanbal :
راشيد بن سعد لم يسمع من ثوبان
“Raasyid bin Sa’d tidak mendengar hadits dari Tsaubaan” [Al-Maraasil oleh Ibnu Abi Haatim, hal. 22].
Namun
ada perkataan dari Al-Bukhaariy yang bertentangan dengan pernyataan
Ahmad bin Hanbal di atas yang menyatakan secara tegas bahwa Raasyid
mendengar (hadits) dari Tsaubaan. Yang menetapkan lebih didahulukan
daripada yang menafikkan, karena padanya ada tambahan ilmu -
sebagaimana telah ma'ruf. Selain itu disebutkan ia telah menyaksikan perang Shiffin [At-Taariikh Al-Kabiir, 3/292 no. 994].
Yang raajih di
antara kedua perkataan tersebut adalah perkataan Al-Bukhaariy dengan
alasan : Perang Shiffiin terjadi pada tahun 36 H, sedangkan Tsaubaan
wafat pada tahun 54 H. Oleh karena itu, Raasyid telah hidup sejaman
dengan Tsaubaan selama kurang lebih 18 tahun. Maka sangat memungkinkan
Raasyid mendengar hadits dari Tsaubaan.
Mengenai Raasyid bin Sa’d sendiri, berikut komentar para ulama :
Telah berkata Abu Bakr Al-Atsram dari Ahmad bin Hanbal, ia berkata : “Laa ba’sa bih”.
Telah
berkata ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy dari Yahyaa bin
Ma’iin, Abu Haatim, Ahmad bin ‘Abdillah Al-‘Ijilliy,
Ya’quub bin Syaibah; mereka berkata :“Tsiqah”.
Ad-Daaruquthniy berkata : “Laa ba’sa bihi”. Ia (Raasyid bin Sa’d) lebih dicintai di sisi Yahyaa bin Sa’iid daripada Mak-huul.
Al-Mufadldlal
bin Ghassaan Al-Ghallaabiy berkata : “Raasyid bin Sa’d
Al-Maqraa’iy dari Himyar, termasuk orang yang paling tsabt dari penduduk Syaam” [selengkapnya lihat Tahdziibul-Kamaal, 9/10-11].
Selain itu, Raasyid bin Sa’d bukanlah seorang mudallis, sehingga ‘an’anah-nya di sini diterima.
Kesimpulannya : Hadits ini shahih.
2. Hadits Al-Mughiirah bin Syu’bah radliyallaahu ‘anhu.
عن المغيرة بن شعبة، أن رسول اللّه صلى الله عليه وسلم توضَّأ ومسح على الجوربين والنعلين.
Dari Mughiirah bin Syu’bah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamberwudlu’ dan mengusap kedua kaus kaki dan sandal/terompah beliau”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam As-Sunan[10] no. 159, At-Tirmidziy dalam As-Sunan[11] no. 99, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa[12] no. 130 dan Ash-Shughraa[13]no. 125, Ibnu Majah dalam As-Sunan[14] no. 559, Ahmad dalam Al-Musnad[15]4/252, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf[16] 1/171, Ibnul-Jauziy dalam At-Tahqiiq[17] 1/215-216 no. 248, Ibnu Hazm dalam Al-Muhallaa[18] 2/81-82, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir[19] 20/415 no. 996, dan Ibnu Khuzaimah dalam Ash-Shahiih[20] no.
198; semuanya dari Wakii’, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Abu
Qais Al-Audiy, dari Huzail bin Syurahbiil, dari Mughiirah bin
Syu’bah radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Ash-Shahiih[21] no. 1338 dan Al-Mawaarid[22] no. 176, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir[23] 20/415 no. 996, dan Ibnu Khuzaimah dalam Ash-Shahiih[24] no. 198; dari Zaid bin Al-Hubbaab, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dan selanjutnya seperti sanad di atas.
Diriwayatkan oleh Ath-Thahaawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar[25] 1/97, Al-‘Uqailiy dalam Adl-Dlu’afaa’[26] 2/327, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa[27] 1/283-284; dari Abu ‘Aashim, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dan selanjutnya seperti sanad di atas.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir[28] 20/415
no. 996, dari ‘Abdul-Hamiid Al-Hammaaniy dan ‘Abdullah bin
Al-Mubaarak, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dan selanjutnya seperti sanad di
atas.
Beberapa ulama telah men-ta’lil hadits di atas. Di antaranya adalah :
Telah berkata Abu Dawud As-Sijistaaniy rahimahullah :
كان عبد الرحمن بن مهدي لا يحدث بهذا الحديث لأن المعروف عن المغيرة أن النبي صلى الله عليه وسلم مسح على الخفين.
“’Abdurrahman bin Mahdiy tidak meriwayatkan hadits ini, karena telah ma’ruf dari Al-Mughiirah bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengusap dua sepatu (khuffain)” [As-Sunan, hal. 31 – di bawah no. 159].
An-Nasa’iy rahimahullah berkata setelah menyebutkan hadits di atas :
ما نعلم أن أحدا تابع أبا قيس على هذه الرواية والصحيح عن المغيرة أن النبي صلى الله عليه وسلم مسح على الخفين والله أعلم
“Kami
tidak mengetahui ada seorang pun yang mengikuti Qais dalam riwayat ini.
Dan telah shahih dari Al-Mughiirah bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallammengusap dua sepatu. Wallaahu a’lam” [As-Sunan Ash-Shughraa, hal. 29].
Al-Baihaqiy rahimahullah membawakan perkataan beberapa ulama yang men-ta’lilhadits Al-Mughiirah di atas :
قال
أبو محمد : رأيت مسلم بن الحجاج ضعف هذا الخبر، وقال : أبو قيس الأودي،
وهزيل بن شرحبيل لا يحتملا هذا مع مخالفتهما الأجلة الذين رووا هذا الخبر
عن المغيرة فقالوا : مسح على الخفين، وقال : لا نترك ظاهر القران بمثل أبي
قيس وهزيل، فذكرت هذه الحكاية عن مسلم لأبي العباس محمد بن عبد الرحمن
الدغولي فسمعته يقول : علي بن شيبان يقول : سمعت أبا قدامة السرخسي يقول :
قال عبد الرحمن بن مهدي : قلت لسفيان الثوري : لو حدثني بحديث أبي قيس عن
هزيل ما قبلته منك، فقال سفيان : الحديث ضعيف أو واه أو كلمة نحوها.
أخبرنا
أبو عبد الله الحافظ، وأبو سعيد محمد بن موسى قالا : ثنا أبو العباس محمد
بن يعقوب، قال : سمعت عبد الله بن أحمد بن حنبل يقول : حدثت أبي بهذا
الحديث فقال أبي : ليس يروي هذا إلا من حديث أبي قيس، قال أبي : إنَّ عبد
الرحمن بن مهدي أبَى أنْ يحدِّث به يقول : هو منكر.
أخبرنا
أبو عبد الله الحافظ، ثنا الحسن بن محمد الاسفرائني، أنا محمد بن أحمد بن
البراء، قال : قال علي بن المديني : حديث المغيرة بن شعبة في المسح رواه
عن المغيرة أهل المدينة وأهل الكوفة وأهل البصرة، ورواه هزيل بن شرحبيل عن
المغيرة إلا أنه قال : ومسح الجوربين، وخالف الناس
Abu
Muhammad berkata : “Aku melihat Muslim bin Al-Hajjaaj
mendla’ifkan khabar (hadits) ini. Ia (Muslim) berkata :
‘Abu Qais Al-Audiy dan Huzail bin Syurahbiil tidak membawakan
hadits ini karena penyelisihan mereka berdua terhadap kelompok yang
meriwayatkan hadits ini dari Al-Mughiirah. Mereka berkata : ‘Mengusap kedua sepatu’.
Ia (Muslim) kembali berkata : ‘Tidaklah kami meninggalkan dhahir
Al-Qur’an semisal Abu Qais dan Huzail’. Maka aku (Abu
Muhammad) pun menyampaikan perkataan Muslim ini kepada Abul-Abbaas
Muhammad bin ‘Abdirrahmaan Ad-Dughuuliy, lalu aku mendengarnya
berkata : ‘Aliy bin Syaibaan berkata : Aku mendengar Abu Qadaamah
As-Sarkhaasiy berkata : Telah berkata ‘Abdurrahman bin Mahdiy :
Aku berkata kepada Sufyaan Ats-Tsauriy : ‘Apabila engkau
menceritakan kepadaku hadits Abu Qais dari Huzail, maka aku tidak akan
menerimanya’. Sufyaan berkata : ‘Hadits tersebut dla’if, atau perkataan semisal”.
Telah
mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dan Abu
Sa’iid Muhammad bin Muusaa, mereka berdua berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub,
ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata
: “Aku menceritakan hadits ini, lalu ia berkata : ‘Tidak
ada yang meriwayatkan hadits ini kecuali dari Abu Qais. Sesungguhnya
‘Abdurrahman bin Mahdiy enggan untuk meriwayatkan hadits ini, dan
ia berkata : ‘Hadits munkar”.
Telah
mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad Al-Isfiraainiy : Telah
memberitakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Al-Barraa’, ia
berkata : Telah berkata ‘Aliy bin Al-Madiiniy : “Hadits
Al-Mughiirah bin Syu’bah tentang mengusap adalah diriwayatkan
dari Al-Mughiirah oleh penduduk Madinah, Kuufah, dan Bashrah. Dan
diriwayatkan oleh Huzail bin Syurahbiil dari Al-Mughiirah, kecuali
perkataannya : ‘Dan beliau mengusap dua kaus kaki’; dimana ia (Huzail) menyelisihi orang-orang” [Al-Kubraa, 1/284].
Telah berkata Ad-Daaruquthniy rahimahullah :
لم يروه غير أبي قيس ، وهو مما يغمز عليه به ، لأن المحفوظ عن المغيرة المسح على الخفين
“Hadits ini tidak diriwayatkan selain Abu Qais, dan itu termasuk celaan yang diberikan padanya. Karena yang mahfuudh dari Al-Mughiirah adalah mengusap kedua sepatu” [Al-‘Ilal, 7/112].
Al-‘Uqailiy rahimahullah berkata :
الرواية في الجوربين فيها لين
“Riwayat tentang (mengusap) dua kaus kaki terdapat kelemahan” [Adl-Dlu’afaa’, 2/327].
Untuk menjawab ta’lil tersebut,
pertama, kita akan mengecek status perawi yang dibicarakan oleh para
imam di atas, yaitu Abu Qais Al-Audiy dan Huzail bin Syurahbiil.
Berikut pemaparan secara ringkas status kedua perawi tersebut :
Abu Qais Al-Audiy
Ia adalah ‘Abdurrahman bin Tsarwaan, Abu Qais Al-Audiy Al-Kuufiy. Al-Bukhariy (dalam Shahih-nya) membawakan dua hadits darinya dalam Al-Faraaidl, dari Huzail bin Syurahbiil.
Telah berkata Ahmad bin Hanbal : “Hadits-haditsnya menyelisihi”. Dalam riwayat yang lain ia berkata : “Laisa bihi ba’s”. Ibnul-Jauziy menukil dari Ahmad, bahwasannya ia berkata : “Tidak boleh berhujjah dengan haditsnya”.
Telah berkata Ishaaq bin Manshuur dan ‘Abbaas Ad-Duuriy, dari Yahyaa bin Ma’iin : “Tsiqah”. Ia (Ibnu Ma’iin) lebih mendahulukannya daripada ‘Aashim.
Ahmad bin ‘Abdillah Al-‘Ijjiliy : “Tsiqah, tsabat”.
Telah berkata Abu Haatim : “Tidak kuat (laisa bi-qawiy), ia sedikit haditsnya, bukan seorang haafidh”. Dikatakan kepadanya : “Bagaimana tentang haditsnya ?”. Ia menjawab : “Shaalih, layyinul-hadiits”.
An-Nasaa’iy berkata : “Laisa bihi ba’s”.
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat, namun Al-‘Uqailiy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’.
Ibnu Khalfuun menukil dari Ibnu Numair bahwa ia telah mentsiqahkannya. [selengkapnya lihat Tahdziibul-Kamaal, 17/21-22 beserta catatan kakinya].
Jika kita perhatikan, maka ulama yang men-tsiqah-kan
Abu Qais adalah Ahmad (dalam satu riwayat), Ibnu Ma’iin,
Al-‘Ijjiliy, An-Nasaa’iy, Ibnu Hibbaan, dan Ibnu Numair.
Termasuk dalam hal ini adalah Al-Bukhariy yang telah berhujjah
dengannya dalam ushul kitab Shahih-nya. Sedangkan yang melemahkannya adalah Ahmad (dalam riwayat yang lain), Abu Haatim, dan Al-‘Uqailiy.
Pembahasan :
Perkataan
Ahmad bahwa tidak boleh berhujjah dengannya, maka ini dijelaskan
alasannya oleh perkataannya yang lain, yaitu karena hadits-haditsnya
menyelisihi. Namun apakah semua hadits-haditsnya menurut Ahmad terdapat
penyelisihan ? Jawabannya tidak. Ini tergambar pada perkataannya yang
lain tentang diri Abu Qais Al-Audiy : “Laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya)” ; yang merupakan tautsiqbagi
Abu Qais. Dan salah satu penyelisihan yang dianggap Ahmad adalah hadits
mengusap dua kaus kaki di sini. Padahal tidak ada perselisihan dalam
hadits ini sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Perkataan Abu Haatim : “Tidak kuat (laisa bi-qawiy)” ; bukan merupakan jarh yang keras. Maksud perkataan ini adalah Abu Qais tidak mencapai derajat atas dalam kekuatan dan tsabt-nya. Itulah yang nampak dari perkataanya selanjutnya : “Sedikit haditsnya, bukan seorang yang haafidh (qaliilul-hadiits, laisa bil-haafidh)”. Adz-Dzahabiy berkata saat menjelaskan perkataan Abu Haatim laisa bi-qawiy :
وبالا ستقراءِ إذا قال أبو حاتم : ( ليس بالقوي ) ، يُريد بها : أنَّ هذا الشيخ لم يَبلُغ درَجَة القويِّ الثَّبْت .
“Dengan menelaah/meneliti apa yang dikatakan Abu Haatim : ‘Laisa bil-qawiy’; maka yang dimaksudkan dengannya adalah orang ini tidak mencapat tingkatan (paling atas) kuat dan tetap/teguh (qawiy tsabat)” [Al-Muuqidhah, hal. 83].
Sedangkan perkataan Abu Haatim : ‘shaalih, huwa layyinul-hadiits’ ; maka maksudnya Abu Qais ini shaalih dalam mutaaba’aat dan syawaahid, dan layyin(lemah)
jika bersendirian. Perkataan ini dibangun dari pendapatnya tentang
bersendiriannya hadits Al-Mughiirah mengenai mengusap kaus kaki. Namun
perlu diingat bahwa Abu Haatim ini adalah seorang ulama yang mutasyaddid (keras/ketat) dalam men-jarh perawi. Bersamaan dengan itu, Ibnu Ma’iin dan An-Nasa’iy yang juga terkenal mutasyaddid telah memberikan tautsiq kepada Abu Qais – yang berarti dalam hal ini ia diterima oleh keduanya. Oleh karena itu, pada dasarnya jarh Abu
Haatim ini tidak ada penyertanya dari ulama lain sehingga tidak
diterima. Yang ada hanya dalam masalah penyelisihannya dengan riwayat
jama’ah yang insya Allahakan dibahas di bawah.
Adapun pendla’ifan Al-‘Uqailiy, maka ia mendasarkannya dari perkataan Ahmad bin Hanbal. Dan itu telah dibahas.
Huzail bin Syurahbiil
Ia
adalah Huzail bin Syurahbiil Al-Audiy Al-Kuufiy Al-A’maa, saudara
laki-laki Al-Arqam bin Syurahbiil. Ia adalah seorang yang tsiqah tanpa ada perselisihan.
Ibnu Sa’ad berkata : “Ia adalah seorang yang tsiqah” [Ath-Thabaqaat, 6/176].
Al-‘Ijilliy berkata : “Orang Kuffah yang tsiqah” [Ats-Tsiqaat, lembar 55].
Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 3/biografi no. 6054].
Ibnu Hajar berkata dalam At-Tahdziib (11/31) : “Telah berkata Ad-Daaruquthniy : ‘Tsiqah’. Telah berkata Abu Muusaa Al-Madiiniy dalam Dzail Ash-Shahaabah : Dikatakan bahwa ia mendapati masa Jahiliyyah”. Adapun dalam At-Taqriib, Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah muhdlaram”.
Memperhatikan status Abu Qais dan Huzail bin Syurahbiil, maka dapat diketahui bahwa perawi hadits ini tsiqaat sehingga sanadnya shahih.
Penyelisihan dengan Riwayat Jama’ah
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya, beberapa ulama memberikan kritik pada
hadits Al-Mughiirah bin Syu’bah melalui jalur Huzail bin
Syurahbiil ini karena dianggap menyelisihi riwayat jama’ah
mengusap kedua sepatu (sehingga dihukumi syaadz). Namun benarkan demikian ?
Mari kita perhatikan riwayat jama’ah hadits Al-Mughiirah bin Syu’bah dalam Shahih Muslim secara lengkap :
عن
الْمُغِيرَةِ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي مَسِيرٍ فَقَالَ لِي أَمَعَكَ مَاءٌ قُلْتُ
نَعَمْ فَنَزَلَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَشَى حَتَّى تَوَارَى فِي سَوَادِ
اللَّيْلِ ثُمَّ جَاءَ فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ مِنْ الْإِدَاوَةِ فَغَسَلَ
وَجْهَهُ وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُخْرِجَ
ذِرَاعَيْهِ مِنْهَا حَتَّى أَخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ
فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ
خُفَّيْهِ فَقَالَ دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ
وَمَسَحَ عَلَيْهِمَا
Dari Al-Mughiirah bin Syu’bah, ia berkata : “Pada suatu malam aku pernah dalam perjalanan bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bertanya kepadaku : ‘Apakah kamu membawa air ?’.
Aku menjawab : ‘Ya’. Kemudian beliau turun dari
kendarannya, lalu berjalan hingga beliau bersembunyi di kegelapan
malam. Kemudian beliau datang, lalu aku tuangkan air kepada beliau dari
kantong kulit. Beliau pun lantas membasuh wajahnya. Ketika itu beliau
berjubah bulu dimana beliau tidak bisa mengeluarkan kedua tangan beliau
dari dalam jubah melainkan dari bagian bawahnya. Kemudian beliau
membasuh kedua tangannya dan mengusap kepalanya. Lalu aku merendah
untuk melepas dua sepatu beliau. Namun beliau bersabda : ‘Biarkan keduanya, karena aku memasukkannya dalam keadaan suci’.Kemudian beliau mengusap pada bagian atas kedua sepatunya itu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 274].
Muslim rahimahullah membawakan hadits Al-Mughiirah tentang mengusap dua sepatu (khuff) dalam Shahih-nya dari jalan ‘Urwah bin Al-Mughiirah bin Syu’bah, Al-Aswad bin Hilaal, dan Masruuq bin Al-Ajda’ Al-Hamdaaniy.
Selain
yang itu, ia juga dibawakan dari jalan Hamzah bin Al-Mughiirah bin
Syu’bah, Zuraarah bin Aufaa, Al-Hasan bin Abil-Hasan Al-Bashriy,
‘Ibaad bin Ziyaad, ‘Abdurrahman bin Abi Nu’m
Al-Bajaliy, dan yang lainnya.[29]
Semuanya secara shariih (jelas) menujukkan mengusap kedua sepatu, dan tidak menyebutkan mengusap kedua sandal serta kaus kaki.
Nampak dalam hadits tersebut bahwa hadits Huzail berbeda dengan
hadits jama’ah dari Al-Mughiirah. Mengusap sandal dan kaus kaki
merupakan tambahan hukum dari (kebolehan) mengusap sepatu. Atau
jelasnya, antara hadits Huzail dengan hadits jama’ah merupakan
dua hadits yang berbeda yang sama-sama mereka riwayatkan dari
Al-Mughiirah bin Syu’bah radliyallaahu ‘anhu. Beda peristiwa/kejadiannya. Disebutkan bahwa hadits jama’ah menceritakan peristiwa safar beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan hadits Huzail tidak menyebutkannya. Lebih besar kemungkinannya jika Al-Mughiirah menyampaikan dua hadits yang berbeda mengingat kebersamaannya dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kurang lebih lima tahun sehingga ia dapat melihat kaifiyat-kaifiyat wudlu
beliau yang berbeda-beda kemudian menyampaikannya kepada perawi yang
berbeda-beda. Konsekuensinya, sebagian perawi akan menyampaikan satu kaifiyat, sedangkan perawi lain menyampaikan kaifiyat yang lain.
Telah berkata Ibnut-Turkumaaniy rahimahullah :
هذا الخبر أخرجه أبو داود وسكت عنه، وصححه ابن حبان، وقال الترمذي : حسن صحيح.
وأبو قيس عبد الرحمن بن ثروان وثقه ابن معين، وقال العجلي : ثقة، ثبت. وهزيل وثقه العجلي، أخرج لهما معاً البخاري في صحيحه، ثم إنها لم يخالفا الناس مخالفة معارضة، بل رويا أمراً زائداً على ما رووه بطريق مستقبل غير معارض، فيحمل إنها حديثان،......
وأبو قيس عبد الرحمن بن ثروان وثقه ابن معين، وقال العجلي : ثقة، ثبت. وهزيل وثقه العجلي، أخرج لهما معاً البخاري في صحيحه، ثم إنها لم يخالفا الناس مخالفة معارضة، بل رويا أمراً زائداً على ما رووه بطريق مستقبل غير معارض، فيحمل إنها حديثان،......
“Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan ia diam (tidak memberikan
penghukuman) padanya; dan dishahihkan Ibnu Hibbaan. Adapun At-Tirmidziy
berkata : ‘Hasan shahih’.
Mengenai Abu Qais ‘Abdurrahman bin Tsarwaan, ia telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’iin. Berkata Al-‘Ijilliy : ‘Tsiqah, tsabt’. Sedangkan Huzail, ia ditsiqahkan oleh Al-‘Ijilliy. Al-Bukhariy meriwayatkan keduanya bersama-sama dalam Shahih-nya.
Sesungguhnya keduanya (Abu Qais dan Huzail) tidak menyelisihi para
perawi lain (jama’ah) dengan penyelisihan yang bersifat
kontradiksi. Namun, keduanya meriwayatkan suatu tambahan dari apa yang
diriwayatkan perawi lainnya (jama’ah) dengan jalan yang lain
tanpa ada kontradiksi. Maka, sesungguhnya ia merupakan dua hadits (yang
berbeda)….” [Al-Jauharun-Naqiy – melalui tahqiq Mawaaridudh-Dham’aan, 1/297].
Walhasil, hadits ini shahih bebas dari ‘illat dan syudzuudz –
sebagaimana telah dishahihkan oleh Ibnu Hibbaan, Ibnu Khuzaimah,
At-Tirmidziy, Ibnu Daqiiqil-‘Ied, Jamaaluddin Al-Qaasimiy,
Al-Albaniy, Al-Arna’uth, dan yang lainnya.
3. Atsar Anas radliyallaahu ‘anhu.
حدثنا أبو مسلم، ثنا مسلم بن إبراهيم ثنا هشام ثنا قتادة : أن أنساً كان يمسح على الجوربين.
Telah
menceritakan kepada kami Abu Muslim : Telah menceritakan kepada kami
Muslim bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam : Telah
menceritakan kepada kami Qataadah : “Bahwasannya Anas mengusap
dua kaus kakinya”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir, 1/244 no. 68. Atsar ini juga diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 779 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/188.
Sanad atsar ini shahih.
4. Atsar ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
حدثنا وكيع قال : حدثنا يزيد بن مَرْدانبه عن الوليد بن سَريع عن عمرو بن كُريب : أنَّ علياً توضأ، ومسح على الجوربين.
Telah
menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Yaziid bin Mardanbah, dari Al-Waliid bin Sarii’, dari
‘Amr bin Kuraib[30] : “Bahwasannya ‘Aliy berwudlu, dan mengusap dua kaus kakinya”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/189 dengan sanad shahih.
5. Atsar Al-Barraa’ bin ‘Aazib radliyallaahu ‘anhu.
عن الثوري، عن الأعمش، عن إسماعيل بن رجاء، عن أبيه قال : رأيت البراء بن عازب يمسح على جوربيه ونعليه.
Dari
Ats-Tsauriy, dari Al-A’masy, dari Ismaa’iil bin
Rajaa’, dari ayahnya, ia berkata : “Aku melihat
Al-Barraa’ bin ‘Aazib mengusap kedua kaus kakinya dan kedua
sandalnya”.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 1/200 no. 778. Atsar ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/189 no. 1996 dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 1/285.
Sanad atsar ini hasan.
6. Atsar Abu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu.
عن الثوري عن الأعمش عن إبراهيم عن همام ابن الحارث عن أبي مسعود أنه كان يمسح على الجوربين والنعلين
Daru
Ats-Tsauriy, dari Al-A’masy, dari Ibraahiim, dari Hammaam bin
Al-Haarits, dari Abu Mas’uud : “Bahwasannya ia mengusap
kedua kaus kakinya dan kedua sandalnya”.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 1/200 no. 777.
Sanad atsar ini shahih.
7. Atsar Abu Umaamah Al-Baahiliy radliyallaahu ‘anhu.
حدثنا وكيع عن حماد بن سلمه عن أبي غالب قال : رأيت أبا أمامة يمسح على الجوربين
Telah
menceritakan kepada kami Wakii’, dari Hammaad bin Salamah, dari
Abu Ghaalib, ia berkata : “Aku melihat Abu Umaamah mengusap kedua
kaus kaki”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/188 no. 1991 dengan sanad hasan.
8. Dan yang lainnya.
Bahkan Ibnu Qudamah rahimahullah menghikayatkan adanya ijma’ di kalangan shahabat tentang bolehnya mengusap kaus kaki. Ia berkata :
الصحابة رضي الله عنهم مسحوا على الجوارب، ولم يظهر لهم مخالف في عصرهم، فكان إجماعاً.
“Para shahabat radliyallaahu ‘anhum mengusap kaus kaki, dan tidak ada seorang pun yang menyelisihi di masa mereka. Maka, telah terjadi ijma’” [Al-Mughniy, 1/374].
Pendapat Ulama Mengenai Mengusap Kaus Kaki
Kebolehan mengusap dua kaus kaki merupakan madzhab jumhur ulama’[31], walaupun padanya ada perbedaan pendapat dalam merincinya. Pendapat-pendapat tersebut antara lain adalah :
1. Diperbolehkan mengusap untuk kaus yang tebal.[32]
2. Diperbolehkan mengusap untuk kaus kaki mujlid (tertutup punggung kaki dan telapak kaki dengan kulit) atau mun’il (tertutup telapak kakinya saja, seperti sandal).[33]
3. Diperbolehkan mengusap untuk kaus kaki mujlid.[34]
4. Diperbolehkan mengusap meskipun kaus kaki yang tipis.[35]
Yang raajih dari
perbedaan pendapat tersebut adalah pendapat terakhir, karena
terlihatnya kulit (baik dengan alasan tipis ataupun sobek/bolong) bukan
sebagai alasan pembolehan mengusap kaus kaki.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
“Menurut pendapat yang kuat bahwa boleh hukumnya mengusap kaus kaki yang berlubang dan tipis yang
bisa terlihat kulitnya, karena bukan itu tujuan pembolehkan mengusap
kaos kaki dan sebagainya. Kaki bukanlah aurat yang harus ditutupi,
tetapi tujuannya adalah memberikan keringanan kepada orang mukallaf dan
mempermudahnya, sehingga tidak mewajibkan melepas kaos kaki atau sepatu
ketika berwudhu. Tetapi kami katakan : ‘Cukuplah Anda mengusap di
atasnya’. Itulah ‘illahyang menyebabkan pengusapan sepatu disyariatkan dan illat ini-
seperti yang Anda lihat - sama antara sepatu, kaus kaki yang berlubang,
yang masih bagus, yang tipis atau yang tebal” [sumber : http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2788&Itemid=30].
Telah berkata Ats-Tsauriy rahimahullah :
امسَحْ عليها ما تعلَّقت به رجلك، وهل كانت خفاف المهاجرين والأنصار إلا مخرّقة، مشقَّقة، مرقَّعة.
“Usaplah
apa yang melekat di kakimu. Bukankah sepatu-sepatu yang dipakai kaum
Muhajirin dan Anshaar sobek, terbelah, dan tertambal ?”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 753 dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 1/283; shahih].
Dan di sisi salaf, kaus kaki (al-jaurab) kedudukannya sama dengan sepatu (al-khuff).[36]
Jika
demikian, bukankah kaus kaki yang berlubang atau robek itu lebih layak
untuk tidak diperbolehkan – andaikata tidak diperbolehkan –
daripada kaus kaki yang tipis ?
Pendapat inilah yang kemudian dikuatkan oleh Ibnu Hazm dan Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah. Begitu juga dengan Al-Albaniy rahimahumullah dan yang lainnya.[37]
Dan
bagi siapa saja yang ingin mengamalkan kemudahan ini, maka syaratnya
sebelum memakai kaus kaki, ia harus dalam keadaan suci (berwudlu
terlebih dahulu) – sebagaimana hadits Nabi yang telah tertulis di
atas.
Berikut penjelasan singkat Al-Lajnah Ad-Daaimah :
السؤال :
ما الحكم إذا غسل الرجل رجله اليمنى ثم لبس بعد ذلك الجورب قبل أن يغسل رجله اليسرى هل يجوز له المسح على الجوربين ؟
الجواب:
الحمد لله
ليس لك المسح عليهما لأنك أدخلت الأولى قبل تمام الطهارة .
ما الحكم إذا غسل الرجل رجله اليمنى ثم لبس بعد ذلك الجورب قبل أن يغسل رجله اليسرى هل يجوز له المسح على الجوربين ؟
الجواب:
الحمد لله
ليس لك المسح عليهما لأنك أدخلت الأولى قبل تمام الطهارة .
“Soal :
Apa hukumnya jika seseorang membasuh kaki kanannya dan kemudian memakai
kaus kaki, tanpa membasuh kaki sebelah kirinya. Apakah diperbolehkan
baginya mengusap kaus kaki (saat wudlu) ?
Jawab : Alhamdulillaah,….
Tidak boleh bagi Anda membasuh kedua kaus kaki, karena Anda telah
memasukkan (kaki ke dalam kaus kaki) terlebih dahulu sebelum
menyempurnakan thaharah” [Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 5/247].
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ al-bogoriy – e03496023 – perumahan ciomas permai, bogor].
[1] حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد عن ثور عن راشد بن سعد عن ثوبان قال
[2] حدثنا أحمد بن محمد بن حنبل، ثنا يحيى بن سعيد، عن ثور، عن راشد بن سعد، عن ثوبان قال:
[3] أخبرناه أبو علي الروذباري أنا محمد بن بكر ثنا أبو داود ثنا أحمد بن حنبل ثنا يحيى بن سعيد عن ثور عن راشد بن سعد عن ثوبان قال
[4] أَخْبَرَنَا
عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، أَنْبَأَنَا الْقَاسِمُ بْنُ جَعْفَرٍ ،
أَنْبَأَنَا أَبُو عَلِيٍّ اللُّؤْلُئِيُّ ، أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ ، أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ ، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ ، عَنْ ثَوْرٍ
، عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ ثَوْبَانَ ، قَالَ :
[5] أخبرنا أحمد بن جعفر القطيعي ثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد عن ثور عن راشد بن سعد عن ثوبان رضى الله تعالى عنه قال
[6] Pernyataan Al-Haakim ini keliru, sebab Raasyid dalam sanad hadits ini bin Sa’d bukan termasuk perawi Muslim [lihat At-Tatabbu’ 1/261].
[7] حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل، حدثنا أبي (ح). وحدثنا معاذ بن المثنى، ثنا مسدد [قالا] : يحيى بن سعيد، عن ثوربن يزيد، عن راشيد بن سعد، عن ثوبان :
[8] حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل، حدثنا أبي (ح). وحدثنا معاذ بن المثنى، ثنا مسدد [قالا] : يحيى بن سعيد، عن ثوربن يزيد، عن راشيد بن سعد، عن ثوبان :
[9] حَدَّثَنَا
السَّيِّدُ أَبُو الْقَاسِمِ عَلِيُّ بْنُ مُوسَى الْمُوسَوِيُّ ، وَأَبُو
عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ الْمِيرَبَنْدَكُشَائِيُّ ،
قَالا : أَنْبَأَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
سِرَاجٍ الطَّحَّانُ ، أَخْبَرَنَا أَبُو أَحْمَدَ مُحَمَّدُ بْنُ
قُرَيْشِ بْنِ سُلَيْمَانَ بِمَرْوِ الرُّوذِ ، أَنْبَأَنَا أَبُو
الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْمَكِّيُّ ، أَنْبَأَنَا
أَبُو عُبَيْدٍ الْقَاسِمُ بْنُ سَلامٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْحَسَنِ يُحَدِّثُ ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ ، عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ ثَوْبَانَ
[10] حدثنا عثمان بن أبي شيبة، عن وكيع، عن سفيان الثوري، عن أبي قيس الأودي هو عبد الرحمن بن ثروان عن هزيل بن شرحبيل، عن المغيرة بن شعبة
[11] حدثنا هناد ومحمود بن غيلان قالا حدثنا وكيع عن سفيان عن أبي قيس عن هزيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة قال :
[12] أخبرنا إسحاق بن إبراهيم قال أنبأ وكيع قال حدثنا سفيان عن أبي قيس عن هذيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[13] أخبرنا اسحق بن إبراهيم حدثنا وكيع أنبأنا سفيان عب أبي قيس عن هذيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[14] حدثنا علي بن محمد. حدثنا وكيع. حدثنا سفيان، عن أبي قيس الأودي، عن الهذيل بن شرحبيل، عن المغيرة بن شعبة؛
[15] حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا وكيع حدثنا سفيان عن أبي قيس عن هذيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة:
[16] حدثنا وكيع عن سفيان عن أبي قيس عن هذيل عن مغيرة بن شعبة
[17] أخبرنَا
هبة الله بن مُحَمَّد أَنبأَنَا الْحسن بن عَلّي أَنبأَنَا أَحْمد بن
جَعْفَر حَدثنَا عبد الله بن أَحْمد قَالَ حَدثنِي أبي حَدثنَا وَكِيع حَدثنَاسُفْيَان عَن أبي قيس عَن هزيل ابْن شُرَحْبِيل عَن الْمُغيرَة بن شُعْبَة
[18] حدثنا
عبد الله بن ربيع ويحيى بن عبد الرحمن بن مسعود قال عبد الله - ثنا محمد
بن معاوية القرشي الهشامي ثنا أحمد بن شعيب ثنا إسحاق بن إبراهيم - هو ابن
راهوية - وقال يحيى ثنا أحمد بن سعيد بن حزم ثنا محمد بن عبد الملك بن
أيمن ثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل ثنا أبي، ثم اتفق أحمد وإسحاق واللفظ
لأحمد قالا ثنا وكيع ثنا سفيان الثوري عن أبي قيس عبد الرحمن بن ثروان عن هزيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[19] حدثنا أبو حصين القاضي ثنا يحيى بن عبد الحميد الحماني حدثني أبي وعبد الله بن المبارك ووكيع وزيد بن الحباب عنسفيان عن أبي قيس عن هزيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[20] أخبرنا أبو طاهر نا أبو بكر ثنا بندار ومحمد بن الوليد قالا حدثنا أبو عاصم نا سفيان نا سلم بن جنادة نا وكيع عن سفيان وحدثنا أحمد بن منيع ومحمد بن رافع قالا حدثنا زيد بن الحباب نا سفيان الثوري عن أبي قيس الأودي عن هزيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[21] أخبرنا بن خزيمة قال حدثنا محمد بن رافع قال حدثنا زيد بن الحباب قال حدثنا سفيان عن أبي قيس الأودي عن هزيل بن شرحبيل عن المغيرة بن شعبة
[22] أخبرنا ابن خزيمة، حدَّثنا محمد بن رافع، حدَّثنا زيد بن الحباب، حدَّثنا سفيان، عن أبي قيس الأودي، عن هزيل بن شرحبيل، عن المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ :
[23] Lihat catatan kaki no. 19.
[24] Lihat catatan kaki no. 20.
[25] حدثنا أبو بكرة وابن مرزوق قالا : ثنا أبو عاصم، عن سفيان الثوري، عن أبي قيس، عن هُذَيل بن شُرَحْبيل، عن المغيرة بن شعبة
[26] حدثنا إبراهيم بن عبد الله قال حدثنا أبو عاصم عن سفيان عن أبى قيس عن هذيل عن المغيرة بن شعبة
[27] أخبرنا
أبو طاهر الفقيه، وأبو محمد بن يوسف، قالا : ثنا أبو بكر محمد بن الحسين
القطان، ثنا علي بن الحسن بن أبي عيسى الدرابجردي، ثنا أبو عاصم، ثنا سفيان، عن أبي قيس، عن هزيل بن شرحبيل، عن المغيرة بن شعبة
[28] Lihat catatan kaki no. 19.
[29] Bahkan Ibnu Hajar menyebutkan dalam At-Talkhiish (1/166) bahwa Al-Bazzaar meriwayatkan hadits Al-Mughiirah sekitar 60 jalan dan Ibnu Mandah 45 jalan.
[30] Penulisan ‘Amr bin Kuraib di sini adalah keliru. Yang benar adalah ‘Amr bin Huraitsradliyallaahu ‘anhu, seorang shahaabiy shaghiir.
[31] Dikecualikan dari apa yang ternukil dari Malik bin Anas rahimahullah bahwa beliau melarang mengusap dua kaus kaki [lihat Al-Mudawwanah 1/143 dan At-Tamhiid 11/157].
[32] Ini adalah pendapat yang dipilih Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan dari kalangan Hanafiyyah [Ahkaamul-Qur’aan oleh Al-Jashshaash 2/494, Al-Mabsuuth 1/102, Badaai’ush-Shanaa’i' 1/10, Tabyiinul-Haqaaiq 1/52, Al-Bahrur-Raaiq 1/191 & 193, dan Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/97]. Ia juga merupakan pendapat yang raajih di antara dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyyah [lihat Al-Majmuu’ 1/526 dan Raudlatuth-Thaalibiin 1/126], dan juga pendapat madzhab Hanabilah [lihat Masaailu Ibni Haani’ 1/21, Al-Mughniy 1/181, Al-Furuu’1/159-160, Al-Muqni’ fii Syarh Mukhtashar Al-Kharqiy 1/268, Al-Muharrar 1/12, Kasysyaaful-Qinaa’ 1/124-125, dan Al-Kaafiy 1/35-36].
[33] Ini adalah pendapat Abu Haniifah [Al-Mabsuuth 1/101-102, Badaai’ush-Shanaa’i' 1/10, danSyarh Ma’aanil-Aatsaar 1/97] serta salah satu dari dua pendapat madzhab Syafi’iyyah [Al-Majmuu’ 1/526].
[34] Ini adalah pendapat madzhab Maalikiyyah [lihat Al-Mudawwanah 1/143, Syarhush-Shaghiir1/153, dan Haasyiyyah Ad-Daasuqiy 1/141].
[35] An-Nawawi rahimahullah berkata :
وحكى
أصحابنا ( الشافعية ) عن عمر وعلي رضي الله عنهما جواز المسح على الجورب
وإن كان رقيقاً . وحكوه عن أبي يوسف ، ومحمد ، وإسحاق ، وداود
“Shahabat-shahabat kami (dari kalangan madzhab Syafi’iyyah) menghikayatkan dari ‘Umar dan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhuma bolehnya mengusap kaus kaki meskipun tipis. Mereka menghikayatkan dari Abu Yuusuf, Muhammad, Ishaq, dan Dawud [Al-Majmuu’ 1/527].
[36] Seperti
Anas bin Maalik, Naafi’ maula Ibni ‘Umar, Ibraahim
An-Nakha’iy, Sa’iid bin Al-Musayyib, ‘Atha’,
dan yang lainnya.
[37] Sebagai pembanding, mari kita simak pendapat Al-Lajnah Ad-Daaimah :
السؤال :
ما حكم المسح على الجوارب إذا كان بها ثقوب أو شفافة ؟
الجواب:
الحمد لله
يجوز المسح عليها في وضوء بدلاً من غسل الرجلين إذا كان لبسهما على طهارة ما لم تتسع الثقوب عرفاً أو تزيد الشفافية حتى تكون الرجلان في حكم العاريتين يرى ما وراءها من حمرة أو سواد مثلاً .
ما حكم المسح على الجوارب إذا كان بها ثقوب أو شفافة ؟
الجواب:
الحمد لله
يجوز المسح عليها في وضوء بدلاً من غسل الرجلين إذا كان لبسهما على طهارة ما لم تتسع الثقوب عرفاً أو تزيد الشفافية حتى تكون الرجلان في حكم العاريتين يرى ما وراءها من حمرة أو سواد مثلاً .
“Soal : Apa hukumnya mengusap dua kaus kaki yang terdapat lubang (= bolong) atau tipis ?
Jawab : Alhamdulillah.
Diperbolehkan mengusapnya ketika wudlu sebagai ganti membasuh kedua
kaki jika seseorang memakainya dalam keadaan suci; selama lubangnya
tidak terlalu besar atau tidak terlalu tipis/transparan sehingga kedua
kaki yang ada dibalik kaus kaki benar-benar nampak dari luar, misalnya
nampak kulitnya yang berwarna merah atau hitam” [Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 5/246].
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2010/01/mengusap-kaus-kaki.html