Onani yang Dibolehkan?
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Islam mengizinkan suami istri untuk melakukan usaha apapun dalam rangka mencari kepuasan di ranjang, selama tidak melanggar yang dilarang, seperti hubugan badan ketika haid dan hubungan melalui dubur.
Sepasang suami istri dibolehkan menikmati anggota badan pasangannya sepuas dirinya, sekalipun sampai menyebabkan orgasme. Jika ini dikatakan onani, maka ini adalah onani yang halal.
Diantara dalilnya,
Firman Allah,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُون
“Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” (QS. Al-Mukminun: 5 – 7).
Kemudian, di ayat lain, Allah berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. al-Baqarah: 222).
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjelasakan interaksi yang boleh dilakukan antara suami istri ketika sedang haid,
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).
Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,
إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ
“Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)
Dan inilah yang membedakan antara kaum muslimin dengan yahudi. Kaum muslimin dibolehkan untuk berinteraksi apapun dengan istrinya yang sedang haid, selain hubungan badan. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu menceritakan terkait ayat di atas,
أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…
Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…” (HR. Muslim 302).
Onani dengan Tubuh Istri, itu Yang Dihalalkan
Abu Yusuf menceritakan,
سألت أبا حنيفة عن الرجل يمس فرج امرأته أو تمس هي فرجه ليتحرك عليه هل ترى بذلك بأسا؟
Saya pernah bertanya kepada guruku Imam Abu Hanifah, tentang suami yang memegang kemaluan istrinya atau istri memegang kemaluan suaminya agar bergerak (membangkitkan syahwat), apakah menurut Anda ini bermasalah?
Jawab Imam Abu Hanifah rahimahullah,
لا إني لأرجو أن يعظم الأجر
“Tidak masalah, bahkan saya berharap ini akan memperbesar pahalanya.” (Tabyin al-Haqaiq, 16/367).
Beliau memahami, usaha suami untuk membahagiakan istrinya atau upaya istri untuk membahagiakan suaminya, bukan usaha sia-sia, karena semua tercatat sebagai pahala.
Istri Dilarang Menolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak istrinya untuk berhubungan, lalu istri menolak dan suami marah kepadanya maka dia dilaknat para malaikat sampai subuh.” (HR. Bukhari 3237 dan Muslim 1436).
Berdasarkan hadis ini, ulama melarang keras para wanita yang menolak ajakan suaminya dalam batas yang dibolehkan syariat.
Imam Zakariya al-Anshari – seorang ulama madzhab Syafii – mengatakan,
ويحرم عليها أي على زوجته أو جاريته منعه من استمتاع جائز بها تحريما مغلظا لمنعها حقه مع تضرر بدنه بذلك
Terlarang keras bagi istri untuk menolak ajakan suami untuk bercumbu dengannya dalam batas yang dibolehkan. Karena wanita ini menolak hak suami, sementara itu membahayakan badan suami. (Asnal Mathalib, 15/230)
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)