Oleh: Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf حفظه الله
KAIDAH FIQH
الأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظْرُ، وَ الْأَصْلُ فِي العَادَاتِ الْإِبَاحَةُ
PADA DASARNYA IBADAH ITU TERLARANG,
SEDANGKAN ADAT ITU DIBOLEHKAN.
TAQDIM
Syaikh as-Sa'di رحمه الله dalam al-Qowa'id wal Ushul Jami'ah hlm. 30 menjelaskan bahwa ibadah adalah semua yang diperintahkan Alloh dan Rosul-Nya, baik perintah yang bersifat wajib ataupun sunnah. (Lihat pula Syarah Qowa'id Sa'diyyah oleh Syaikh Abdul Muhsin az-Zamil رحمه الله hlm. 65)
Yang dimaksud dengan الْعِبَادَاتُ (al-ibadah) di sini adalah ibadah mahdhoh yaitu ibadah yang tata cara dan aturannya sudah ditentukan oleh Alloh عزّوجلّ dan Rosul-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan الْعَادَاتُ (al-'adah atau adat) di sini adalah ibadah ghoiru mahdhoh, yang biasa disebut sebagai mu'amalah. (bukan istilah adat istiadat yang kadang kala berhubungan dengan ritual kepercayaan)
Jadi pada dasarnya segala sesuatu yang tidak diperintahkan, adalah adat.
MAKNA KAIDAH
Pada dasarnya kita tidak boleh mengamalkan atau mensyariatkan suatu amal ibadah kecuali ada dalilnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mensyariatkannya. Barangsiapa yang mensyariatkan sebuah ibadah tanpa dalil maka dia telah membuat perkara baru (bid'ah) dalam agama.
Begitu pula sebaliknya, pada dasarnya semua bentuk adat adalah diperbolehkan, tidak boleh mengharamkan sedikitpun dari adat kecuali datang dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengharamkannya. Barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat yang tidak diharamkan oleh Alloh سبحانه و تعالى dan Rosul-Nya, maka dia telah membuat sebuah bid'ah dalam agama.
DALIL KAIDAH
Dalam masalah ibadah, banyak ayat dan hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ...
Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah? (QS. asy-Syuro[42]: 21)
Rasulullahصلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amal perbuatan tersebut tertolak. (HR. Muslim)
Beliau صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena semua perkara yang baru (dalam agama ) adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah sesat. (Lihat ash-Shohihah: 2735)
Adapun dalam masalah adat (mu'amalah) juga banyak dalil yang menunjukkan kaidah tersebut, di antaranya:
Firman Allah عزّوجلّ:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ...
Dialah yang telah menciptakan semua yang ada di muka bumi untuk kalian. (QS. al-Baqoroh [2]: 29)
Allah سبحانه و تعالى berfirman:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ...
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya, juga rezeki yang baik?" Katakanlah: "Itu semua untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia, dan hanya untuk mereka pada hari kiamat." (QS. al-A'rof [07]: 32)
Juga hadits tentang mu'amalah:
عن أبي الدرداء رضي الله عنه رَفَعَ الْحَدِيْهثَ قَالَ: مَا أَحَلَّ اللهُ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ حَلَالٌُ، وَمَا حَرَّمَ فَهوَ حَرَامٌ، وَمَا سَكَتَ عَنهُ فَهُوَ عَفْوٌ، فَاقبَلُوا مِنَ اللهِ عَافِيَتَه، فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَكُنْ نَسِيًّا. ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ (وَمَا كَانَ رَبُّك نَسِيَّا)
Dari Abu Darda' رضي الله عنه secara marfu' Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apa yang dihalalkan oleh Allah عزّوجلّ dalam kitab-Nya maka dia halal, dan apa yang di haramkan berarti haram, sedangkan apa di diamkan oleh-Nya berarti itu dimaafkan, maka terimalah apa yang dimaafkan oleh Alloh عزّوجلّ, karena Dia tidak akan pernah lupa." Kemudian beliau membaca firman Allah سبحانه و تعالى (yang artinya): "Dan tidak-lah Robb-mu lupa." (QS. Maryam [19]: 64) (HR. Bazzar dan Hakim 2/375, Baihaqi 10/12. Imam Hakim رحمه الله berkata: "Sanad hadits ini shohih tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhori Muslim." Perkataan beliau ini disepakati oleh adz-Dzahabi رحمه الله. Syaikh al-Al-bani رحمه الله menyatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana yang terdapat dalam Ghoyatul Marom no. 2. Lihat juga at-Ta'liqot ar-Rodhiyah 3/24)
PENJELASAN DAN PENERAPAN KAIDAH
Kaidah ibadah memberikan pengertian bahwa tidak boleh bagi seorangpun menjalankan ibadah kecuali ada dalil yang mencontohkannya. Dalam masalah ini, barangsiapa yang melakukan sebuah ibadah tertentu, maka dia yang dituntut untuk mendatangkan dalil, sedangkan yang tidak mensyariatkan maka tidak dituntut dalil karena dia berpegangan pada kaidah dasar.
Contoh 1: Peringatan maulid Nabi
Kita tanyakan kepada orang yang mengamalkannya: 'Apakah menurut kalian bahwa perayaan ini sebuah ibadah atau hanya main-main saja?" Maka mereka akan menjawab: "Ini adalah sebuah ibadah yang mulia." Kalau begitu, datangkanlah kepada kami dalil atas perbuatan ini dari al-Qur'an atau as-Sunnah! Kalau ada dan shohih, maka kita terima dan kita amalkan, namun kalau tidak ada —dan memang dalam masalah ini tidak ada dalil—, maka kita katakan bahwa peringatan ini haram, karena asal dari sebuah ibadah itu haram.
Adapun kaidah adat dan mu'amalah memberikan sebuah pemahaman bahwa semua bentuk dan jenis adat dan mu'amalah hukum dasarnya adalah boleh. Maka barangsiapa yang mengharamkan atau memakruhkan sebuah adat, maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil, baik dalil umum maupun khusus. Kalau dia mengharamkan dengan membawa dalil yang shohih, maka kita terima, namun kalau tidak ada maka boleh, karena hukum asal adat adalah boleh. Dan ini mencakup semua bentuk adat, baik dalam hal makanan, minuman, pekerjaan, pakaian, rumah, mu'amalah serta lainnya.
Contoh 2
Kalau ada sebuah produk makanan baru, apakah boleh dimakan ataukah tidak. Barangsiapa rnelarang memakannya, maka hendaklah dia membawakan dalil atas keharaman. Namun kalau tidak ada dalil, berarti makanan tersebut dihukumi halal, karena asal dari adat adalah boleh.
KESIMPULAN
Syaikh as-Sa'di رحمه الله berkata: "Ini adalah dua kaidah yang sangat besar manfaatnya, dengannya bisa diketahui bid'ah dalam ibadah dan adat, maka barangsiapa yang memerintahkan sebuah ibadah yang tidak ada contohnya, maka dia ahli bid'ah. Sebaliknya barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat tanpa dalil, maka diapun seorang yang telah berbuat bid'ah." (al-Qowa'id wal Ushul al-Jami'ah hlm. 29). Wallohu a'lam.
(Disalin dari Majalah al-Furqon No.78, Ed.8 Th.ke-7_1429/2008)
Sumber: eBook di download dari www.ibnumajjah.com
Baca juga artikel: Kaidah-Kaidah Ibadah Yang Benar
from=http://faisalchoir.blogspot.co.id/2015/10/pada-dasarnya-ibadah-itu-terlarang-dan.html
from=http://faisalchoir.blogspot.co.id/2015/10/pada-dasarnya-ibadah-itu-terlarang-dan.html