Judul
di atas merupakan ringkasan dari ajaran Islam yang selama ini kami
tangkap dan kami yakini yaitu [dengan bahasa “ringan” dari kami
sendiri]:
“Orang
itu pintar karena rajin/bersungguh-sungguh. Orang itu Rajin karena
punya motivasi. Orang itu punya motivasi karena punya keimanan.”
Prinsip inilah yang selama ini kami terapkan dalam kehidupan kami dan Alhamdulillah kami rasakan manfaatnya. Mari kita berbagi sejenak dengan penjelasan ringan hal ini.
Orang itu pintar karena rajin/bersungguh-sungguh
Manusia
tentu ingin menjadi pintar dan cerdas baik cerdas akal dan emosinya.
Baik pintar berpikir maupun pintar dalam keterampilan misalnya
keterampilan menembak. Orang tua juga ingin anaknya menjadi anak yang
pintar dan cerdas. Memang kecerdasan itu ada bagiannya yang merupakan
anugrah, maksudnya “dari sananya” punya gen pintar. Mudah memahami,
mudah menghapal dan mudah menguasai sesuatu ilmu atau keterampilan.
Akan tetapi tanpa ada usaha walaupun kecil maka hal tersebut tidak akan
tercapai kecuali mukjizat dari Allah yang terjadi tanpa sebab seperti
Nabi Isa ‘alaihissalam lahir tanpa ayah. Kita ambil contoh dengan bahasa “gampangnya”.
“Walaupun
gen pintarnya seperti ilmuan Einstein, tetapi jika Einstein tidak
pernah sama sekali membaca buku kedokteran maka ia akan tidak akan
pintar mengenai kedokteran”
Oleh karena Allah tetap menjadikan suatu dengan sebabnya walaupun sebabnya sangat kecil kecuali mukjizat. Misalnya ketika Allah Ta’ala berfirman mengenai kisah Maryam.
وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَباً جَنِيّاً
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” [Maryam: 24]
Maryam ibu Nabi Isa ‘alaihissalam yang
hanya menggoyang sedikit pohon kurma maka buahnya jatuh. Maka secara
logika, sangat kecil kemungkinan buah kurma dengan pohonnya yang kokoh
kemudian buahnya bisa jatuh dengan goyangan wanita lemah yang baru
melahirkan
Demikianlah
juga orang pintar itu tidak langsung jadi pintar, tetapi ia butuh
proses dan perjuangan dengan kesungguhan. Dan jangan jadi alasan bahwa
kita tidak punya gen pintar atau “dari sananya bodoh”. Tentu kita masih
ingat kisah Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah yang
sempat putus asa belajar akan tetapi beliau mendapat hidayah dengan
melihat tetesan air yang jatuh ke batu dan melubanginya. Beliau
berkata, “Batu saja yang sangat keras dapat terkikis dan berlubang
hanya oleh tetesan air yang sangat kecil yang mengenainya terus
menerus, apalagi otak manusia yang sangat lunak”.
Contoh
lagi kami punya teman yang selalu nilainya selalu tinggi, kami
menilainya ia pintar, tapi ternyata rahasianya ia jika akan ujian, maka
2-3 minggu sebelumnya sudah menghapal dan mengulangi/muraja’ah pelajaran sebelumnya. Sehingga ketika minggu ujian ia sudah mengulangi belajar/ muraja’ah yang ke-3 tau ke-4 kali. Wah pantesan pintar, anaknya rajin.
Orang itu Rajin karena punya motivasi
Jelas
bahwa orang yang rajin/semangat adalah orang yang memiliki motivasi dan
tujuan, karena motivasi tersebut adalah penggeraknya. Kita ambil contoh
dalam kisah Kaum Nabi Shalih ‘alaihissalam yang bersegera berlomba-lomba membunuh Unta Nabi Shalih ‘alaihissalam karena motivasi wanita tercantik di saat itu yang menghadiahkan dirinya bagi pembunuh Unta Nabi Shalih ‘alaihissalam. Pemuda-pemuda yang sebelumnya malas bisa jadi rajin/semangat.
Sebagaiman dikisahkan dalam Al-Quran,
وَكَانَ فِي الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ يُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ وَلَا يُصْلِحُونَ
“Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan.” [An-Naml: 48]
Ath-Thabari rahimahullah menafsirkan,
وكان في مدينة صالح، وهي حِجر ثمود، تسعة أنفس يفسدون في الأرض ولا …لأن هؤلاء التسعة هم الذين سعوا فيما بلغنا في عقر الناقة
“Di
daerah tempat tinggal nabi Shalih ‘alaihissalam, yaitu kaum Tsamud ada
sembilan orang yang berbuat kerusakan di bumi.. karena mereka adalah
sembilan orang yang berusaha untuk membunuh unta Nabi shalih.” [Jami’ Al-Bayan 19/477, Muassasah Risalah, cet.I, 1420 H, Syamilah]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
وذكر
ابن جرير وغيره من علماء المفسرين أن امرأتين من ثمود اسم إحداهما صدوق
ابنة المحيا ابن زهير بن المختار وكانت ذات حسب ومال وكانت تحت رجل من
أسلم ففارقته فدعت ابن عم لها يقال له مصرع بن مهرج بن المحيا وعرضت عليه
نفسها إن هو عقر الناقة واسم الأخرى عنيزة بنت غنيم بن مجلز وتكنى أم
عثمان وكانت عجوزا كافرة لها بنات من زوجها ذؤاب بن عمرو أحد الرؤساء
فعرضت بناتها الأربع على قدار بن سالف إن هو عقر الناقة فله أي بناتها شاء
“Ibnu Jarir dan ulama tafsir yang lain menyebutkan ada peranan dua perempuan dari kaum Tsamud. Yang pertama adalah
Shaduq putri dari al Mahya bin Zuhair bin al Mukhtar. Dia adalah
perempuan kaya dan berstatus bangsawan. Semula dia bersuamikan seorang
muslim namun akhirnya perempuan ini menceraikan suaminya. Setelah itu
dia undang saudara sepupunya sendiri, Mashro’ bin Mahraj lalu menawarkan tubuhnya kepada sepupunya tersebut dengan satu persyaratan yaitu membunuh onta Nabi Shalih. Yang kedua adalah
Anbarah binti Ghanim bin Majlaz yang memiliki julukan Ummu Utsman. Dia
adalah seorang perempuan tua dan kafir. Dia memiliki empat anak
perempuan dari suaminya, Dzu’ab bin Amru yang merupakan salah seorang
pemuka kaum Tsamud. Perempuan tua ini menawarkan keempat putrinya kepada Qadar bin Salif. Bila Qadar bisa membunuh onta Nabi Shalih maka dia bisa memilih satu dari empat putri Anbarah.” [Bidayah wan Nihayah 1/155, Dar Ihya’ At-Turats, cet.I, 1408 H, Syamilah]
Demikian
juga misalnya ada, jika pemuda yang di kampusnya malas-malasan,
kemudian ia jatuh cinta terhadap seorang wanita cantik di kampusnya,
kemudian wanita itu berkata,
“jika IPK kamu 3,5 kamu bisa menikah dengan saya”.
Maka
tentu pemuda tadi langsung menjadi rajin bukan kepalang. Apalagi wanita
adalah motivasi kuat laki-laki dan laki-laki lemah terhadap wanita.
Allah Ta’ala berfirman,
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” [An Nisa: 2]
Lemah terhadap apa? Lemah terhadap wanita. Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam tafsirnya,
وَقَالَ
طَاوُسٌ: ذَلِكَ فِي أَمْرِ النِّسَاءِ خَاصَّةً. وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَرَأَ (وَخَلَقَ الْإِنْسَانَ ضَعِيفًا) أَيْ وَخَلَقَ
اللَّهُ الْإِنْسَانَ ضَعِيفًا، أَيْ لَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ
“Berkata
Thawus rahimahullah , “hal tersebut adalah mengenai wanita”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwanya beliau
membaca [وَخَلَقَ الْإِنْسَانَ ضَعِيفًا] yaitu, tidak sabar terhadap [godaan] wanita.” [Al-Jami’ liahkamil Quran 5/149, Darul Kutub Al-mishriyah,Kairo, cet.I, Syamilah]
Orang itu punya motivasi karena punya keimanan
Motivasi
yang lahir tentunya karena seseorang beriman penuh dengan iman yang
kuat [baca: percaya sekali] terhadap apa yang ia lakukan ini akan
memberikan suatu manfaat baginya. Dan keimanan itu ada “keimanan jangka pendek” dan “keimanan jangka panjang”.
Contoh “keimanan jangka pendek”:
Jika
terjadi gempa, maka orang yang tadinya lagi malas-malasan tidur di
rumah, maka ia langsung termotivasi bergerak keluar rumah. Karena ia
yakin dan percaya [baca: beriman] kalau tidak keluar rumah nanti
bahaya. “keimanan jangka pendek” karena dampaknya dalam waktu dekat
segera ia dapatkan jika tidak keluar rumah.
Kemudian contoh “keimanan jangka panjang”:
◘ seorang karyawan yang rajin, mau diperintah bosnya karena yakin nanti akhir bulan akan mendapat gaji
◘
seseorang yang belajar bertahun-tahun supaya mendapat gelar empat tahun
lagi. Jadi ia lawan rasa malas belajar karena ia yakin empat tahun lagi
ia akan mendapat gelar.
◘
seseorang yang ingin badannya langsing, maka ia berusaha menahan nafsu
makannya, berolahraga melawan rasa malas selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun karena ia yakini ini bisa diperoleh.
Keimanan yang jangkanya paling panjang
Akan tetapi kita perlu ingat ada “Keimanan yang jangkanya paling panjang” yaitu
beriman dengan hari kiamat yang memang sangat jauh waktunya
sampai-sampai ada yang berkata bahwa kiamat itu tidak akan datang.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِن بَعْدِ ضَرَّاء مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً
“Dan
jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia
ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang.” [Fusshilat: 50]
Kita yakin bahwa hidup kita di dunia ini sangat sementara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui”. [Al-Mukminun: 23]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مالي و لي الدنيا إنما مثلي ومثل الدنيا كمثل راكب قال في ظل شجرة ثم راح وتركها
“Apa urusanku dengan dunia ? Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia adalah seperti pengembara yang tidur siang hari di bawah naungan pohon. Ia istirahat, lalu meninggalkannya” [HR. Ahmad 1/391 dan At-Tirmidzi no. 2377; shahih].
Kita
yakin benar bahwa kelak kita akan mempertanggungjawabkan semua
perbuatan kita dihadapan Allah satu-persatu, yakin benar bahwa apa yang
kita amalkan didunia ini berupa amal shalih akan mendapat ganjaran di
hari akhir nanti. Akan tetapi mengapa kita masih malas beramal? sering bermaksiat? padahal kita tahu bahwa itu semua akan diberi ganjaran kelak. Itu menunjukkan bahwa iman yang lemah atau bahkan tidak ada iman sama sekali.
Mencari sebab-sebab naik-turun keimanan
Terkadang seseorang imannya naik-turun karena memang ada yang menyebabkan naiknya dan turunnya. Misalnya:
Seseorang
yang hendak diet agar langsing, maka keimanannya bertambah dengan
sering-sering membaca motivasi berdiet, sering ketemu komunitas orang
diet. Sedangkan keimanannya berkurang jika ia sering ketemu makanan
enak.
Begitu
juga dengan keimanan akan akhirat, maka ia juga ada yang membuatnya
bertambah dan berkurang. Bertambah dengan amal ketaatan, membaca dan
merenungi Al-Quran, berdoa, melakukan shalat, berkumpul dengan orang
shalih, menghadiri mejelis ilmu dan lainnya. Begitu juga bisa berkurang
dengan kemaksiatan, bid'ah, syirik, dan lainnya. Silahkan merujuk
buku-buku mengenai keimanan untuk lebih mendalami.
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata,
وَهُوَ قُوْلٌ وَفِعْلٌ وَيَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu terdiri dari ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” [Sahih Al-Bukhari].
Abu Bakr al-Isma’ili rahimahullah berkata,
وَيَقُوْلُوْنَ
إِنَّ الإِيْمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَمَعْرِفَةٌ، يَزِيْدُ بِالطَّاعَةِ
وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ، مَنْ كَثُرَتْ طَاعَتُهُ أَزْيَدُ إِيْمَانًا
مِمَّنْ هُوَ دُوْنَهُ فِي الطَّاعَةِ
“Mereka -para imam ahli hadits- mengatakan bahwa iman itu terdiri dari ucapan dan perbuatan dan pengetahuan. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat kemaksiatan. Barangsiapa yang banyak ketaatannya maka lebih bertambah imannya daripada orang yang ketaatannya berada di bawahnya.”[I’tiqad A’immat al-Hadits hal. 63, Darul ‘Ashimah, cet.I, 1412 H,Syamilah]
Masih tidak beriman juga?
Mungkin
tempat bertenggernya iman itu sudah tidak ada, tempatnya adalah hati
dan hati itu sudah mati, hati itu sudah mati akan mengingat akhirat dan
ini adalah musibah besar
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَرَأَيْتَ
مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ
وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً
فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al Jaatsiyah: 23).
Betapa indah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,
والقلب
الثانى: ضد هذا، وهو القلب الميت الذى لا حياة به، فهو لا يعرف ربه، ولا
يعبده بأمره وما يحبه ويرضاه، بل هو واقف مع شهواته ولذاته؛ ولو كان فيها
سخط ربه وغضبه، فهو لا يبالى إذا فاز بشهوته وحظه، رضى ربه أم سخط، فهو
متعبد لغير الله: حبا، وخوفا، ورجاء، ورضا، وسخطا، وتعظيما؛ وذلا. إن أحب
أحب لهواه
“Tipe
hati yang kedua yaitu hati yang mati, yang tidak ada kehidupan di
dalamnya. Ia tidak mengetahui Robnya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan
perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti
keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan
dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak mempedulikan semuanya, asalkan
mendapat bagian dan keinginannya, Robnya rela atau murka. Ia menghamba
kepada selain Allah; dalam mencinta, takut, harap, ridha dan benci,
pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena
hawa nafsunya.” [Igatsatul Lahfan 1/ 9, Maktabah Ma’arif, Riyadh, Syamilah]
Catatan:
Mengenai
motivasi ada orang yang tipenya gampang termotivasi dan tidak gampang
termotivasi. Dan ini memang “sudah dari sononya”. Tipe orang yang mudah
termotivasi misalnya tipe orang melankolis koleris, sedangkan yang
tidak mudah termotivasi tipe orang plegmatis sanguin. Jadi kita perlu
melihat apa sifat dasar kita untuk mencari potensi diri kita. Silahkan
baca sebagai lanjutannya. Benang Merah Syariat Dan Empat Sifat Dasar [Melankolis, Koleris, Sanguin Dan Plegmatis]
Semoga menjadi nasihat bagi diri kami pribadi yang mungkin sering melanggar apa yang kami katakan ini. Wallahu musta’an
_______________
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
4 Jumadil Awal 1433 H, Bertepatan 28 Maret 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com