Islam Pedoman Hidup: Ruginya Tidak Punya Guru, Namun selektiflah

Jumat, 01 April 2016

Ruginya Tidak Punya Guru, Namun selektiflah


Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam Kitabul ‘Ilmi’ menjelaskan, seorang yang memiliki guru {Ustadz, Kyai, Ulama} akan memperoleh manfaat, diantaranya:
–        Menemukan metode yang mudah dalam belajar. Dia tidak perlu bersusah payah memahami sebuah kitab untuk melihat apa pendapat yang paling kuat dan apa sebabnya, demikian pula apa pendapat-pendapat yang lemah dan alasannya.
–        Lebih cepat paham. Seorang penuntut ilmu jika membaca di hadapan gurunya akan lebih cepat mengerti dibandingkan jika mempelajari sendiri. Dan agar tidak salah dalam memahami suatu kitab.
–        Adanya hubungan yang terjalin antara penuntut ilmu dan Guru.

HAL ITU BENAR SEKALI, namun tidak menutup kemungkinan :
-------------------------------------
–        Justru malah “Makin sulit dalam belajar” dan “Makin Lama untuk faham”, karena “ASAL PUNYA GURU”
–        Aliran-aliran sesat pun punya guru,  Seperti fatwa MUI: Syi’ah, Ahmadiyah, NII KW IX, DI (Darul Islam Fillah), LDII…., etc.. {atau kelompok yang menganggap gurunya baik padahal ulama As-Su‘/Sesat[***]}
–        Betapa banyak orang yang berbangga dengan guru dan sanad keilmuan, namun ilmu dan amal mereka ternyata menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunnah bahkan sesat !?

Belajar dari buku, kitab, kaset atau rekaman, internet, atau sumber-sumber lain itu BOLEH dan Tetap Mempunyai Keutamaan. Allah akan memahamkan siapapun yang dikehendaki-Nya melalui media apapun, Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan atasnya maka Allah akan faqihkan dia dalam agama [HR. Bukhori : 71]”. Namun, kalau hanya menyandarkan ilmu dari media-media tersebut tanpa mendatangi guru  (sementara kita mampu) adalah kerugian. Ingat, selama kita mampu! Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak mampu ?? Dengan aneka kesibukan atau keterbatasan dari banyak sisi...?? {Karena faktor biaya, waktu termasuk sulitnya mencari Guru Yang Memenuhi Syarat}

Yang jadi tolok ukur kebenaran adalah kesesuaian terhadap kebenaran yang bersumber dari Yang Maha Benar itu sendiri (yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah) {Sesuai Pemahaman Generasi Terbaik Umat Islam [***]}
Lebih detail  lihat :  https://islampedomanhidup.blogspot.sg/2016/02/ilmu-tidak-hanya-pada-ustadz.html

[***]=edit:dass