Islam Pedoman Hidup: Fikih Azan (2): Keutamaan Azan

Kamis, 15 Juni 2017

Fikih Azan (2): Keutamaan Azan







Azan adalah di antara syiar Islam untuk memanggil orang shalat. Apa saja keutamaan azan?
1- Setan Menjauh Saat Mendengar Azan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ

Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk. (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 389)
Ibnul Jauzi mengatakan, “Suara azan membuat setan takut sehingga pergi jauh. Karena dalam kumandang azan sulit terjangkit riya’ dan kelalaian. Hal ini berbeda dengan shalat, hati mudah diserang oleh setan dan ia selalu memberikan pintu was-was.” Sampai-sampai Abu ‘Awanah membuat judul suatu bab “Dalil bahwa orang mengumandangkan azan dan iqomah tidak dihinggapi was-was setan dan sulit terjangkit riya’ karena setan menjauh darinya.” (Fathul Bari, 2: 87).
 
2- Yang mendengar azan akan menjadi saksi bagi muadzin pada hari kiamat

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَىْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah suara azan yang keras dari yang mengumandangkan azan didengar oleh jin, manusia, segala sesuatu yang mendegarnya melainkan itu semua akan menjadi saksi pada hari kiamat. (HR. Bukhari no. 609). Termasuk juga di sini jika yang mendengar adalah hewan dan benda mati sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah. Dalam riwayat lain disebutkan,
الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ وَيَشْهَدُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ

Muadzin diberi ampunan dari suara kerasnya saat azan serta segala yang basah maupun yang kering akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat. (HR. Abu Daud no. 515, Ibnu Majah no. 724, dan An Nasai no. 646. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dinilai oleh Al Hafizh Abu Thohir). Termasuk juga yang mendengarnya adalah malaikat karena sama-sama tidak terlihat seperti jin. Lihat Fathul Bari, 2: 88-89.
3- Kalau tahu keutamaan azan pasti akan jadi rebutan

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi. (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud hadits adalah seandainya mereka mengetahui keutamaan azan, keagungan dan balasannya yang besar, kemudian waktu azan sudah sempit atau masjid hanyalah satu, pastilah mereka saling merebut untuk azan dengan cara mengundi.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 142).
Semoga bermanfaat. Insya Allah masih tersisa beberapa keutamaan azan yang akan dilanjutkan pada serial berikutnya.

Hanya Allah yang memberi taufik. 
 
Referensi:
  • Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
  • Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat tahun 1432 H.
  • Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.

Selesai disusun di pagi hari penuh berkah, 6 Rabi’uts Tsani 1435 H di Warak, Girisekar

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id
[serialposts]

++++
Share Ulang: