Kaum muslimin sepakat bahwa azan adalah sesuatu yang masyru‘ atau disyari’atkan. Kumandang azan sudah berlaku sejak masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini. Kapan azan mulai disyari’atkan?
Azan disyari’atkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Inilah 
pendapat yang lebih kuat. Di antara dalil yang mendukung pendapat ini 
adalah hadits Ibnu ‘Umar, di mana beliau berkata,
كَانَ
 الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ 
فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاَةَ ، لَيْسَ يُنَادَى لَهَا ، فَتَكَلَّمُوا 
يَوْمًا فِى ذَلِكَ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ 
نَاقُوسِ النَّصَارَى . وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ 
الْيَهُودِ . فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى 
بِالصَّلاَةِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا 
بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ »
“Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul 
lalu memperkira-kira waktu sholat, tanpa ada yang menyerunya, lalu 
mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian 
mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh
 Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet seperti 
terompet yang digunakan kaum Yahudi. Lalu ‘Umar berkata, “Bukankah lebih
 baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat.” Lalu 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Bilal bangunlah
 dan kumandangkanlah azan untuk shalat.”  (HR. Bukhari no. 604 dan Muslim no. 377).
Nah, inilah dalil yang menunjukkan kapan dimulai disyari’atkannya 
azan, yaitu pada awal-awal hijrah saat di Madinah. Sampai-sampai Yahudi 
ketika mendengar kumandang azan tersebut, mereka berkata, “Wahai 
Muhammad, engkau sudah membuat hal yang baru yang sebelumnya tidak 
pernah dilakukan.” Lantas kala itu turunlah firman Allah,
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat.” (QS. Al Maidah: 58).
Dapat pula diperhatikan pada firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ
“Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at.” (QS. Jumu’ah: 9). 
Ayat ini juga menandakan bahwa azan pertama kali disyari’atkan di 
Madinah karena shalat Jum’at baru disyari’atkan saat di Madinah. Untuk 
tahunnya sendiri, Ibnu Hajar lebih menguatkan pendapat azan dimulai pada
 tahun pertama Hijriyah. Lihat Fathul Bari, 2: 78.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat tahun 1432 H.
- Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
—
Selesai disusun menjelang Maghrib, 26 Rabi’ul Awwal 1435 H di Warak, Girisekar
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[serialposts]

 
 

 
 
