Syaikh Muhammad ibn Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
ditanya, “Bolehkah belajar suatu ilmu dari buku atau kitab saja tanpa
panduan ulama? Khususnya dalam keadaaan langkanya ulama di suatu tempat
sehingga sulit ditemui? Apa pendapat Anda tentang ungkapan, ‘Siapa yang
gurunya adalah buku salahnya akan lebih banyak dari benarnya’?”
Beliau menjawab:
Seorang yang mengambil ilmu dari kitab apapun yang ia lihat maka pastilah salahnya akan lebih banyak.
Adapun seorang yang berpedoman pada kitab-kitab para ulama yang telah diakui keilmuannya, tsiqah, amanah dalam ilmu, maka kesalahannya tidak akan banyak, bahkan akan lebih banyak benarnya”.
(Dinukil dari Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad ibn Shalih Al Utsaimin rahimahullah hal. 103 versi Islamhouse).
***
Penerjemah: Yhougha Pratama
Artikel Muslim.or.id
Beliau menjawab:
لا شك أن العلم يحصل بطلبه عند العلماء
وبطلبه في الكتب؛ لأن كتاب العالم هو العالم نفسه، فهو يحدثك من خلال
كتابه، فإذا تعذر الطلب على أهل العلم، فإنه يطلب العلم من الكتب، ولكن
تحصيل العلم عن طريق العلماء أقرب من تحصيله عن طريق الكتب؛ لأن الذي يحصل
عن طريق الكتب يتعب أكثر ويحتاج إلى جهد كبير جدًّا، ومع ذلك فإنه قد تخفى
عليه بعض الأمور كما في القواعد الشرعية التي قعَّدها أهل العلم والضوابط،
فلا بد أن يكون له مرجع من أهل العلم بقدر الإمكان.
وأما قوله: “من كان دليله كتابه فخطؤه أكثر
من صوابه”، فهذا ليس صحيحًا على إطلاقه ولا فاسدًا على إطلاقه، أما الإنسان
الذي يأخذ العلم من أيّ كتاب يراه فلا شك أنه يخطئ كثيرًا، وأما الذي
يعتمد في تعلُّمه على كتب رجال معروفين بالثقة والأمانة والعلم فإن هذا لا
يكثر خطؤه بل قد يكون مصيبًا في أكثر ما يقول
“Tidak diragukan lagi bahwasanya ilmu akan didapat dengan belajar
pada ulama, dan (juga) dari kitab. Karena kitabnya para ulama sejatinya
adalah ulama itu sendiri. Pada hakikatnya itu adalah kumpulan perkataan
ulama yang tertulis. Apabila seorang pelajar terhalang dari menjumpai
ulama, maka hendaknya ia belajar dari kitab ulama tersebut.
Akan tetapi memperoleh ilmu lewat jalur bertemu dengan ulama langsung
akan lebih memudahkan dalam memperoleh ilmu (dan pemahaman –pent)
daripada belajar lewat metode kitab saja. Karena mereka yang memperoleh
ilmu lewat metode kitab akan lebih susah dan membutuhkan upaya
sungguh-sungguh agar bisa paham. Padahal ada beberapa hal seperti
kaidah-kaidah syar’i dan batasan yang telah ditetapkan oleh para ulama
yang butuh penjelasan lanjut, dan harus dipelajari dengan merujuk dan
bertanya langsung pada para ulama sebisa mungkin.
Adapun ungkapan, “Siapa yang penunjuknya adalah kitab maka
kesalahannya akan lebih banyak daripada benarnya”, maka ungkapan ini
tidak benar mutlak, juga tidak salah mutlak.
Seorang yang mengambil ilmu dari kitab apapun yang ia lihat maka pastilah salahnya akan lebih banyak.
Adapun seorang yang berpedoman pada kitab-kitab para ulama yang telah diakui keilmuannya, tsiqah, amanah dalam ilmu, maka kesalahannya tidak akan banyak, bahkan akan lebih banyak benarnya”.
(Dinukil dari Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad ibn Shalih Al Utsaimin rahimahullah hal. 103 versi Islamhouse).
***
Penerjemah: Yhougha Pratama
Artikel Muslim.or.id