Pujian
itu banyak disenangi orang. Bahkan demi pujian banyak orang yang
melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Namun bila kita
renungkan, sebetulnya pujian itu membahayakan keikhlasan dan
keistiqomahan. Pujian membuka pintu riya sehingga dapat membatalkan amalan. Pujian juga membuka pintu ujub
sehingga merasa memiliki kelebihan. Pujian membuat seseorang puas
dengan pujian tersebut walaupun mungkin sebetulnya ia tak berhak
mendapat pujian, sehingga ia merasa puas dengan apa yang tidak ia
miliki, dan itu bagaikan memakai dua pakaian kedustaan kata Nabi.
Bahkan
keseringan dipuji menjadikan kita lupa untuk intopeksi diri dan
mengingat dosa dan kesalahan. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menamai pujian sebagai sembelihan.
Dari
Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di
hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin
memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
bersabda,
ويحك
قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل:
أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله
أحداً
“Celaka
engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau
mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian
terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ’Saya kira si fulan demikian
kondisinya.’ -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui
kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di
hadapan Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]
Lihatlah, Nabi menganggap pujian itu sama dengan memotong leher orang yang dipuji. Al Munawi rahumahullah berkata, “Disebut
memotong leher karena itu dapat mematikan hati.. membuatnya tertipu
dengan keadaannya bahkan membuatnya ujub dan sombong.. dan itu
membinasakan. Oleh karena itu Nabi menamainya sebagai sembelihan.” (Faidlu Qadiir 3/129)
Bila kita dipuji maka jangan lupa memuji Allah dan ingatlah bahwa itu adalah pintu setan untuk merusak keikhlasannya.
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah).
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah).
Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,
اللَّهُمَّ
أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ
يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma
anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum.
Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa
ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya
Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri
dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku.
Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan,
ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan
janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan
oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul
Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)
________
Badru Salam, حفظه الله تعالى
from=http://bbg-alilmu.com/archives/25733