Dialog pembukan :
Allah telah menamai kita muslim, kenapa harus menisbahkan diri kita pada Salaf. Al Imam Al Albani menjawab
dalam diskusinya dengan seseorang (Abdul Halim Abu Syakkah), yang
direkam dalam kasetnya yang berjudul “Saya seorang Salafy”, dan inilah
sebagian hal yang penting dari diskusi itu:
Syaikh Al Albani : “Jika dikatakan padamu, apa madzhabmu, maka apa jawabanmu?”
Penanya : “Muslim“
Syaikh Al Albani : “Ini tidaklah cukup“
Penanya : “Allah telah menamai kita dengan muslim (kemudian dia membaca firman Allah), “Dialah yang telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu” (Al Hajj 78)’”
Syaikh Al Albani : “Ini merupakan jawaban yang tepat, jika kita berada disaat Islam itu pertama kali muncul,sebelum firqah-firqah bermunculan dan menyebar. Tapi jika ditanyakan, pada saat ini, pada setiap muslim dari berbagai macam firqah yang berbeda dengan kita dalam masalah aqidah, maka jawabannya tidaklah jauh dari kalimat ini. Mereka semua, seperti Syi’ah Rafidlah, Khariji, Nusayri Alawi, akan berkata ‘Saya muslim’. Sehingga penyebutan “muslim” (saja) tidak cukup pada saat ini.”
Penanya : “Kalau begitu, (saya akan berkata) saya adalah Muslim berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah“
Syaikh Al Albani : “Ini juga tidak cukup“
Penanya : “Kenapa?”
Syaikh Al Albani : “Apakah kamu menemukan dari mereka yang telah kita sebutkan tadi, akan mengatakan ,’kami adalah adalah muslim yang tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?’ atau seorang dari mereka berkata “Saya seorang Muslim tetapi tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?”
Maka selanjutnya Syaikh Al Albani menjelaskan dengan jelas akan pentingnya berada di atas Al Qur’an dan As Sunnah dan memahami di atas cahaya (pemahaman) Salafush Shalih (pendahulu yang sholih).
Penanya :
“Kalau begitu, saya akan menyatakan bahwa saya adalah muslim yang
berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman
Salafus Shalih“
Syaikh Al Albani : “Jika seseorang bertanya padamu tentang madzhabmu, apakah ini yang akan kamu katakan?”
Penanya : “Ya“
Syaikh Al Albani : “Bagaimana pendapatmu, bila kita menyingkat kalimat ini dalam pembicaran (Muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih), yang lebih ringkas dan menunjukkan makna dengan ‘Salafi‘”. (Selesai penukilan)
Makna Salaf dan salafy :
KATA ‘SALAF’ TIDAKLAH ASING DI KALANGAN ULAMA
Mungkin
banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf, namun kata
ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits
terkemuka- menuturkan, “Rasyid bin Sa’ad mengatakan, ‘Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi -ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau Al Adzkar, “Sangat
bagus sekali doa para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’irahimahullah
Ta’ala, ‘Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta
hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.”
Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad,
dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ‘inda Syaikh al-Albani)
DEFINISI SALAF MENURUT BAHASA
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan
As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu
dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan
karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan
As-Salaf Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal.412 : “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf adalah أَسْلاَفٌ (aslaf)”.
DEFINISI SALAF MENURUT ISTILAH
Pertama :
Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari
kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut
Tabi’in (murid-murid para Tabi’in) dalam tiga masa yang mendapatkan
kemulian dan keutamaan dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dimana Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.
Makna
khusus inilah yang diinginkan oleh banyak ‘ulama ketika menggunakan
kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan beberapa contoh dari perkataan
para ‘ulama yang mendefinisikan Salaf dengan makna khusus ini atau yang
menggunakan istilah Salaf dan mereka inginkan dengannya makna Salaf
secara khusus.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid hal.111 : “Yang
dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi
dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf
Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu, yang
mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga
sunnah-sunnah beliau. Allah memilih mereka untuk bersahabat dengan
Nabi-Nya dan memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan mereka
itulah yang diridhoi oleh para Imam ummat (Islam) dan mereka berjihad
di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan
(seluruh kemampuan mereka) dalam menasehati ummat dan memberi manfaat
kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai
keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para shahabat dan Tabi’in”.Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21 : “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah : “Dan
ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah
mereka dari kalangan Tabi’in (mereka adalah) Ahlul Khair (ahli
kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah (peneliti),
tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang
menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan
(yang benar)”.
Dan Al-Lalika`i dalam
Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika
beliau membantah orang yang mengatakan bahwa Al-Qura dialah yang berada
di langit, beliau berkata : “Maka
dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya
dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan
orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini“.
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu, beliau menyebutkan diantaranya : “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200 : “Kemudian
mengetahui letak-letak ijma’ (kesepakatan) shahabat, Tabi’in dan
Tabi’ut Tabi’in dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak
menyelisihi ijma’ (mereka)“.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : “Maka
tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang terdapat di
tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf dari tiga
generasi pertama mereka menyelesihinya“.
Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : “…Dan
ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan shahabat dan Tabi’in
dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka
seluruhnya-”.
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua :
Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang
setelah tiga generasi terbaik ini, sehingga mencakup setiap orang yang
berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.
Dan berkata Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal.20 : “Yang
diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat yang
mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan para
Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka dan
para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal perannya
yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima perkataan-perkataan
mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi dalam
Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy
bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh“.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21 :“Dan
kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah kaum mukminin yang mereka
hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang mereka itu
komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang
mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya : “Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya….”.
Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-104 : “As-Salafiyah
adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan
Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik, yang mereka mengikutinya
dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah“.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5 :“As-Salaf,
mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para shahabat, tabi’in
dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik
pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada setiap orang yang
berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan
di atas manhaj mereka“.
ASAL PENAMAAN SALAF DAN PENISBAHAN DIRI KEPADA MANHAJ SALAF
Asal
penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah
radihyallahu ‘anha : “Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya”. Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal
tapi karena kebodohan dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang
dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka muncullah
anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, atau
pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak
ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan
diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal
tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab
salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.
Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya
telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir
dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal
tersebut) tidak apa-apa”. Lihat : Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.
Tentunya
yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat
karena Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat).
Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata : “Adalah para salaf, lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh menafsirkan kata salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging dan lainnya”.
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata : “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf”. Baca : Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.
Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Dan
juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan
nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah
Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf), dan ini lebih
memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang
sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.
Berkata As-Sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273 : “Salafy dengan difathah (huruf sin-nya) adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka“.
Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 : “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf“.
Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh para ‘ulama yang dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf untuk menunjukkan bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang bersih dari noda penyimpangan :
1. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam
Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat
bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin
‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah
ini terputus, Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy
kecuali beliau itu adalah seorang Salafy, dan beliau telah mengarang
sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.
2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau berkata : “Untuk
menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima perkara, kalau
satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu kekurangan. Dia
memerlukan : Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth (hafalan yang
kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat
amanah“.
Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut, beliau berkata : “Amanah
merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan.
Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh (penghafal hadits) adalah :
Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih
hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy, cukup bagi dia menulis
dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid
buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut
ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap
rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu
berharap”. Lihat dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.
3. Dan Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daraquthny : “Beliau
adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam
(ilmu mantik) dan tidak pula ilmu jidal (ilmu debat) dan beliau tidak
pernah mendalami ilmu tersebut, bahkan beliau adalah seorang salafy“. Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 16 hal.457.
4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam Adz-Dzahaby :“Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya“. Dan lihat : Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.142.
5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Beliau adalah seorang yang terpercaya, tsabt (kuat hafalannya), pandai, seorang Salafy…”. Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.
6. Dan dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab dan bahasa arab dan ilmu ‘arudh, seorang salafy, atsary“. Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.
7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy : “Dia adalah seorang Hanafy, Salafy“. Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 20 hal.316.
8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati, seorang Salafy”. Lihat : Mu’jamul Muhadditsin hal.283.
9. Dan dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony, Imam Adz-DzahabyBerkata : “Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, seorang Salafy”. Lihat : Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.18).
10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : “Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab Salafy”.
WAJIB MENGIKUTI JALAN SALAFUSH SHOLIH
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah
telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan anshor
serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.” (QS. At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.
An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika ayat
ini turun adalah para sahabat (para salaf). Barangsiapa yang
menyelisihi jalan mereka akan terancam kesesatan dan jahannam. Oleh
karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
MENYANDARKAN DIRI PADA SALAFUSH SHOLIH
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah wajib, maka bolehkan kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut: [1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama, [2] Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih, [3]
Kenapa penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu
seperti Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul
Hasan Al Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!! [4] Salafi adalah penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan) sehingga memuliakan seseorang, [5] Penyandaran kepada salaf bertujuan
untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku
bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama
(bermanhaj) seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali, “Penamaan
salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran seperti ini
adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama (bermanhaj) yang
tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
SOLUSI PERPECAHAN UMAT
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin -yang merupakan salaf umat ini-. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan
sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat
perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap
sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat petunjuk. Maka
berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
JALAN SALAF ADALAH JALAN YANG SELAMAT
Orang
yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Yahudi
telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70
golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu
golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73
golongan; satu golongan masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah Al-Jama’ah‘.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?‘ Beliau menjawab,‘Orang yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.‘ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasihat terakhir, ‘Ingatlah, kata salafi -yaitu pengikut salafush sholih– bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan dengan beraqidah, berakhlak, beragama (bermanhaj), dan beribadah sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’