Islam Pedoman Hidup: Hukum I’tikaf Di Kamar Tersendiri (Terpisah) Dari Masjid

Jumat, 15 April 2016

Hukum I’tikaf Di Kamar Tersendiri (Terpisah) Dari Masjid

Di masjid kami ada dua tempat terpisah dari masjid. Kami telah terbiasa shalat di tempat ini. Semenjak pembangunan masjid selesai, kita shalat di dalamnya. Apakah kita diperbolehkan beritikaf di tempat ini?
Published Date: 2011-08-22
Alhamdulillah
Itikaf adalah berdiam diri di masjid untuk ketaatan kepada Allah, dan ini khusus di dalam masjid tidak sah selain masjid.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, Itikaf tidak sah di selain masjid. Kalau orang yang beritikaf laki-laki. Kami tidak tahu diantara para ulama ada perbedaan dalam hal ini. Asal hal itu adalah firman Allah Taala, Dan janganlah engkau pergauli (para wanita) sementara kamu semua dalam kondisi beritikaf di dalam masjid. Maka Allah khususkan hal itu. kalau itikaf sah di selain masjid, tidak dikhususkan pengharaman mempergauli di dalamnya. Karena berhubungan badan, diharamkan dalam itikaf secara mutlak. Dalam hadits Aisyah radhiallahuanha berkata:
(إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليدخل علي رأسه , وهو في المسجد , فأرجله , وكان لا يدخل البيت إلا لحاجة إذا كان معتكفا)
Jikalau Rasulullah sallallahualaihi wa sallam memasukkan kepalanya sementara beliau di masjid dan saya menyisir (rambutnya). Biasanya beliau tidak masuk rumah kecuali kalau ada keperluan dikala beliau dalam kondisi beritikaf.
Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dengan sanadnya dari Zuhri dari Urwah dan Said bin Musayyab dari Aisyah dalam hadits :
(وأن السنة للمعتكف أن لا يخرج إلا لحاجة الإنسان , ولا اعتكاف إلا في مسجد جماعة)
Sesungguhnya sunnah bagi orang beritikaf, tidak keluar kecuali untuk keperluan orang. Dan tidak ada itikaf kecuali di masjid (yang ada shalat) jamaah. Selesai dari kitab Al-Mugni, 3/65.
Tempat yang terpisah ini, nampaknnya bukan bagian dari masjid yang digunakan untuk shalat. Maka itikaf di dalamnya tidak sah.
Batasan penentuan kamar, ruangan yang masuk masjid dengan yang tidak masuk masjid adalah
1.      Kalau kamar yang menyatu dengan masjid disediakan untuk diabuat masjid atau berniat untuk dijadikan bagian dari masjid untuk shalat di dalamnya. Maka ia mempunyai hukum masjid. Maka diperbolehkan itikaf di dalamnya. Orang haid dan nifas dilarang (menetap) di dalamnya. Akan tetapi kalau diniatkan bagian untuk belajar, tempat pertemuan atau tempat tinggal imam dan muazin. Bukan dibuat tempat shalat, maka ketika itu, tidak mengambil hukum masjid.
2.      Kalau tidak diketahui niatan orang yang membangun masjid. Asalnya adalah sesuatu yang masuk dalam pagar masjid, dan ia ada pintu ke masjid. Maka ia mempunyai hukum masjid.
3.      Halaman dan pelataran yang dikelilingi pagar masjid, ia mempunyai hukum masjid. An-Nawawi rahimahullah berkata, Tembok masjid di dalam dan luarnya, mempunyai hukum masjid dalam pemeliharaan dan menghormati kesuciannya. Begitu juga atapnya, sumur di dalamnya, begitu juga pelatarannya. Syafii dan teman-teman rahimahumullah telah mengaskan sahnya itikaf di pelataran dan atapnya. Dan sahnya shalat makmum di dalamnya yang mengikuti orang di dalam masjid. Selesai dari kitab Al-Majmu, 2/207.
Dalam kitab Matolib Ulin Nuha, 2/234 dikatakan, Diantara (batasan) masjid adalah belakangnya yakni atapnya. Diantaranya juga pelataran yang dikelilingi (tembok). Al-Qodi berkata, Kalau ia ada pagar dan pintu, maka ia seperti masjid. Karena ia bersama masjid. Dan mengikutinya. Kalau tidak dikelilingi (pagar) maka, tidak ada ketetapan baginya hukum masjid. Diantaranya menara (masjid) yang mana pintunya (menyatu) dengan masjid. Kalau menara dan pintunya diluar masjid, meskipun dekat. Dan orang yang beritikaf keluar untuk azan, maka itikafnya batal. Selesai dengan ringkasan.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, Kamar yang ada di dalam masjid apakah beritikaf di dalamnya?
Beliau menjawab, Ini ada beberapa kemungkinan. Barangsiapa yang melihat keumumam perkataan para ahli fiqih maka dia mengatakan, ia termasuk bagian dari masjid. Karena ruangan dan kamar yang dikelilingi tembok masjid, termasuk bagian dari masjid. Barangsiapa yang melihat bahwa dibangunnya bukan bagian dari masjid, bahwa kamar dikhususkan untuk imam. Maka ia seperti rumah Rasulullah sallallahualaihi wa sallam. Maka rumah Rasulullah pintu-pintunya langsung ke masjid, meskipun begitu ia termasuk rumah. Rasulullah sallallahualaihi wa sallam tidak masuk ke rumah (yakni ketika beritikaf). Yang lebih hati-hati, orang yang beritikaf jangan berada di dalamnya. Akan tetapi orang-orang sekarang menganggap kamar yang ada di dalam masjid termasuk masjid. Selesai dari Syarkh Al-Kafi
Silahkan melihat soal jawab no. 118685 dan no. 34499 sebagai tambahan faedah
Wallahualam.


From <https://islamqa.info/id/130984