Sahabat
Ibnu Abbas pernah menceritakan:
Dulu ada beberapa orang Arab mendatangi Nabi untuk masuk Islam.
Setelah mereka pulang ke kampungnya mereka akan memperhatikan apakah setelah
masuk Islam penghasilan mereka akan bertambah ataukah justru sebaliknya akan
berkurang. Jika setelah masuk
Islam mereka lebih sering mendapatkan hujan, panen mereka bertambah, ternak
semakin banyak, kemudian banyak anak laki-laki yang lahir maka mereka akan
berkomentar
إنَّ
دِينَنا هذا لَصالِحٌ فتمَسَّكوابهِ
“Agama kita yang baru ini sangat bagus, terus
istiqomah untuk berpegang dengannya”.
Sebaliknya
ketika mereka pulang dan justru mengalami musim paceklik, jarang hujan, ternak
tidak menghasilkan, banyak anak. Maka mereka akan berkomentar
ما
في دِينِنا هذا خيرٌ
“Agama kita yang baru ini tidak ada sisi
baiknya”.
Kisah
ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Allah menyebut orang semacam ini dalam al-qur’an sebagai manusia yang beribadah kepada Allah
DI PINGGIRAN. Menganggap benar Islam jika MENGUNTUNGKAN, mereka mau ta’at jika dapat nikmat, mau mengikuti syari’at hanya untuk MENCARI ENAKNYA SAJA. Allah
berfirman
وَمِنَ النَّاسِ
مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ
وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ
“Ada beberapa orang yang mereka beribadah
kepada Allah di pinggiran. Kalau dia mendapat kebaikan, dia merasa tenang dengan islam. Namun ketika dia mendapatkan fitnah, mendapatkan ujian dia berpaling,
dia murtad. Allah sebut orang ini rugi dunia akhirat” (Al-Hajj:11)
Dilanjutan
ayat Allah berfirman:
خَسِرَ الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Mereka itu orang yang rugi dunia dan akhirat
dan itulah kerugian yang nyata”
Baik, tentu saja kita tidak ingin seperti mereka namun coba kita akan
lihat kenyataan dilapangan. Terutama
untuk kasus yang dialami oleh mereka yang dulunya berkecimpung dalam dunia yang
terlarang perbankan, asuransi atau semua unit kerja yang masih bersinggungan
dengan riba.
Mereka mengatakan “Saya
sudah berusaha meninggalkan yang haram kenapa rizki saya masih seret? Saya
sudah meninggalkan riba, asuransi mengapa Allah belum mengganti pekerjaan
yang layak? Katanya ikut ekonomi syari’at rizki akan bertambah dan berkah, mana buktinya?”
Baik, kita bisa bandingkan cara berfikir seperti ini dengan cara
berfikir orang badui yang tadi disinggung oleh Allah dalam al-qur’an. Mereka ikut islam dengan prinsip islam
harus menguntungkan secara duniawi, dia berfikir mengikut aturan ekonomi syai’at haruslah menguntungkan, ketika benar dia
dapat untung setelah meninggalkan riba dia merasa semakin yakin bahwa ekonomi
syari’at itu benar.
Sebaliknya ketika kenyataan tidak seperti yang dia bayangkan, dia
kecewa, lalu dia kembali kepada aktifitas bisnis, aktifitas pekerjaan yang
rentan dengan dunia haram. Seharusnya kita berfikir sebaliknya, ketika anda
mengikuti aturan ekonomi syari’at,
kita harus siap dengan setiap konsekuensi pahit yang akan kita jumpai dalam
aturan itu.
Karena kita bisa memastikan ada beberapa aturan yang akan berbenturan
dengan kepentingan kita, selama kita berbisnis, selama kita bekerja. Karena itu
jangan sampai kita menilai kebenaran syari’at hanya berdasarkan standar dunia, seharusnya kita berfikir mengikuti
ekonomi syari’at bukan untuk
mencari dunia. Kita mengikuti ekonomi syari’at tujuan besarnya adalah agar kita bisa selamat di akhirat.
Pencatat:
Khoir Bilah on 21 July 2016
Editor:
Abu Ahmar
from= http://catatankajian.com/2013-cambuk-hati-ikut-syariat-kenapa-melarat-ustadz-ammi-nur-baits.html