Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i bagi orang yang telah mati hatinya yaitu bertakbir empat kali (shalat jezanah) karena ia hanya menyeret jasad yang tidak memiliki hati di muka bumi. Sebenarnya bercanda baik, akan tetapi ia sering kali berlebihan dan tidak melihat waktu yang tepat.
Harus sering-sering ingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ
“Dan janganlah TERLALU BANYAK tertawa. Sesungguh¬nya terlalu banyak tertawa dapat MEMATIKAN HATI”[1]
Terlalu sering ketawa juga menunjukkan bahwa orang tersebut seperti lupa akhirat. Ia lalai dan tidak mencerminkan sikap seorang muslim yang berorientasi akhirat. Karena jika seorang muslim ingat akhirat maka ia akan sangat jarang tertawa, karena ia belum tentu masuk surga dan belum tentu dihindarkan dari siksa neraka yang kekal.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan SEDIKIT tertawa dan BANYAK menangis.”
Anas bin Malik –perawi hadits ini mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.”[2]
Mengenai seringnya bercanda ini sebaiknya berhati-hati atau tepatnya bisa “mengerem” sedikit kebiasaannya ini. Karena selain bisa mematikan hati karena seringnya tertawa, ia juga bisa melanggar beberapa adab dan bisa merusak hubungan dengan beberapa orang. Misalnya orang yang gampang sensitif atau beberapa orang yang memang tidak mempunyai jiwa humoris dan selalu agak serius.
Pertama
Terkadang bercanda bisa membuat orang lain sakit hati padahal kita tidak berniat untuk MENYAKITI HATINYA, hanya sekedar bercanda.
Karenanya harus berhati-hati, sebagaimana kisah bercandanya Rasulallah shallallahu ‘alaihi wassalam kepada seorang nenek tua, beliau mengatakan bahwa tidak ada nenek-nenek di surga, sehingga nenek tersebutpun pergi dengan sedih dan tentunya beliau segera memanggil dan menjelaskan yang sebenarnya. Bisa dilihat pada hadits berikut.
Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu si Anu! Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun pergi sambil menangis.
Beliau pun mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya bahwasanya wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Sesungguhnya Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami menciptakan mereka (Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah)[3]
Kedua
Hendaknya memperhatikan bahwa bercanda BOLEH SAJA akan tetapi JANGAN SAMPAI BERDUSTA. Di zaman sekarang bercanda terkadang keterlaluan, sampai berdusta dan mengarang cerita yang bohong. Ini sering dilakukan oleh pelawak-pelawak untuk melariskan “dagangannya”. Ini ada ancamannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”[4]
Ketiga
TIDAK BOLEH BERCANDA DALAM URUSAN AGAMA KHUSUSNYA MENGOLOK-OLOK.
Misalnya: ketika membaca Al-Fatihah “waladhoompet” di jawab “aambiill”….. “mengatakan kambing pada orang yang menjalankan sunnah memelihara jenggot”…… “mengatakan “ninja” pada wanita yang menerapkan sunnah cadar”
Ini yang PALING BERBAHAYA dalam bercanda atau bermain-main.
Sebagaimana firman Allah: “(Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami HANYALAH bersenda gurau dan bermain-main saja.” KATAKANLAH: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (66) Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. jika kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At-Taubah : 65-66)
Keempat
Tidak melakukan GHIBAH, membicarakan KEJELEKAN orang lain ketika bercanda atau malah menggunakan kejelekan, cacat dan kekurangan orang lain untuk BERCANDA dan BAHAN CANDAAN. Ini terkadang sudah lumrah, akan tetapi ini bukanlah ajaran dan adab Islam.
Allah Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki MERENDAHKAN kumpulan yang lain, BOLEH JADI yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka MENCELA DIRIMU SENDIRI dan jangan MEMANGGIL DENGAN GELARAN YANG MENGANDUNG EJEKAN. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(QS Al-Hujurat: 11)
Kelima
Tidak boleh bercanda dengan MENGAMBIL BARANG, sekedar menyembunyikan agar dia takut, atau bercanda untuk MENAKUT-NAKUTI orang lain. Ini juga sudah lumrah dan sudah dianggap biasa oleh masyarakat kita. Dan juga sudah banyaknya acara “mengerjai”, acara televisi untuk membuat seseorang dimain-mainkan bahkan ditakut-takuti. Ini semua dilarang dalam adab Islam. Walaupun orang yang “dikerjai” nampaknya senang, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana kepanikannya dan kesusahannya ketika dikerjai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh seorang dari kalian MENGAMBIL BARANG saudaranya, baik bercanda maupun serius.”
Beliau juga bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim MENAKUT-NAKUTI muslim yang lain.”[5]
Demikian semoga bermanfaat
________________________________
@Pogung Dalangan, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Footnote:
[1]HR. Tirmidzi 2/50, Dishahihkan Syaikh Al-Alba¬ni, Silsilah Shohihah 3/4
[2]HR. Muslim, no. 2359
[3]HR At-Tirmidzi dalam Syamaa-il-Muhammadiyah no. 240. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Mukhtashar Syamaa-il dan Ash-Shahiihah no. 2987).
[4]HR Abu Dawud no. 4990. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Shahih Targhib wat-Tarhiib no. 2944).
[5]HR Abu Dawud no. 5004, . Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih.” (Shahih Sunan Abi Dawud)
Sumber = https://muslimafiyah.com/terlalu-sering-tertawa-siap-siap-bertakbir-empat-kali-untuknya.html