Fatwa Syaikh Khalid bin Abdil Mun'im Ar Rifa'i
Saya
adalah pemudi dari Maroko yang sedang menetap di negara Perancis dan
sudah bersungguh-sungguh dalam berpakaian Islami. Saya menolak untuk
berjabat tangan dengan laki-laki dari keluarga saya dengan alasan
mereka bukanlah mahram saya. Akan tetapi mereka mengingkari hal ini dan
menentangnya dengan keras serta mengatakan bahwa berjabat tangan dengan
lawan jenis yang bukan mahram adalah dibolehkan sebagaimana yang
difatwakan oleh salah satu da’i Islam yaitu Dr. Yusuf Qardhawi. Aku
memohon untuk diberikan dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah untuk
menjelaskan kepada mereka akan perkara ini, agar dapat memberikan
keterangan mengenai kesalahan Dr. Yusuf Qardhawi dengan jawaban ini. Jazaakumullahu Khairan.
Jawab:
Para
ulama terdahulu maupun sekarang, baik para ahli fikih, ahli tafsir,
ahli hadits dan selainnya, mereka mengharamkan bagi wanita untuk
berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dan tidak ada
dari ulama-ulama tersebut yang menyelisihi pendapat itu sampai saat
ini, kecuali hanya sebagian ulama pada jaman ini yang memfatwakan
perkataan yang menyimpang dari syariat, mengenai bolehnya wanita
berjabat tangan dengan laki-laki non mahram.
Maka
kami akan menyebutkan beberapa perkataan ulama madzhab yang terkenal
dengan keilmuannya akan Al-Quran dan Hadits Nabi. Sehingga dapat
memberi pengetahuan bahwa perkataan yang menyelisihinya adalah
perkataan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan Al-Quran dan hadits
Nabi.
Madzhab Hanafi
Penulis kitab Al-Hidayah berkata: “Tidak
diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak
tangan seorang wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat”
Penulis kitab Ad-Dur Mukhtar mengatakan: “Tidak diperbolehkan menyentuh wajah atau telapak tangan wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat”
Madzhab Maliki
Imam Ibnul Arabi, yang merupakan ulama madzhab Maliki, berkata mengenai firman Allah yang artinya “Ketika datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun” (Al-Mumtahanah: 12) (Ayat ini turun berkenaan dengan wanita-wanita muslimah yang ingin berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. pent). Kemudian beliau menerangkan hadits dari Urwah bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wasallam diuji dengan ayat ini “Jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman”. Ma’mur berkata bahwasanya Ibnu Thawus mengabarkan dari bapaknya: “Tidak boleh seorang laki-laki menyentuh tangan perempuan kecuali perempuan yang ia miliki”.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim: “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika
membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun aku
membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana
baiatku kepada satu orang wanita”. Diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berjabat tangan dengan wanita menggunakan bajunya.
Pada riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjabat tangan dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di atas batu besar, kemudian Umar Radhiyallahu ‘Anhu membaiat mereka. Hadits ini riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari hadits-hadits shahih di atas.
Imam Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita”.
Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari hal
tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah
dengan berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat
wanita dengan berjabat tangan secara langsung.
Madzhab As-Syafi’i
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Sahabat
kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita,
jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang
dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat
untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin
mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak
boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian.
Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Hal
ini menunjukkan bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan
hal ini juga menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan
mahram adalah diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah
aurat. Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan
mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter
yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakit”.
Madzhab Hambali
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Haram hukumnya memandang wanita dan amrod (anak
berusia baligh tampan yang tidak tumbuh jenggotnya) diiringi dengan
syahwat. Barang siapa yang membolehkannya, maka ia telah menyelisihi Ijma (kesepakatan)
kaum muslimin. Hal ini juga merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam
Asy-Syafi’i. Segala hal yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya
adalah haram tanpa keraguan di dalamnya. Baik itu syahwat yang timbul
karena kenikmatan memandang atau karena hubungan badan. Dan menyentuh
dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.”
Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan: “Diperbolehkan
berjabat tangan antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan
laki-laki, laki-laki tua dengan wanita terhormat yang umurnya tidak
muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah.
Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ : “Abu
Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau
menjawab, “Tidak boleh!”. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: “Bagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu Abdillah pun mengatakan : “Tidak boleh!”. Laki-laki yang lain ikut bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah menjawab: “jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah mengapa”.
Dari
nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung
dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara
kemaksiatan yang telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini
termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut
merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang.
Dan
sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang menyentuh
wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Dari Ma’qil bin Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi, itu
lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan
mahramnya” (HR. Thabrani dan juga Baihaqi).
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata “Demi Allah, segala hal yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah Ta’ala.
Dan tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan perlu
diketahui, bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan
mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan
menimbulkan syahwat (nafsu)
atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang siapa
wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada
laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan
yang lebih hina dari itu”.
—
Penerjemah: Rian Permana
Artikel Muslim.Or.Id
Sumber: https://muslim.or.id/11475-jabat-tangan-dengan-wanita-dalam-pandangan-4-madzhab.html