Ini adalah hadits pertama dari kitab Bulughul Maram, Bab Udhiyyah (Qurban). Hadits kali ini membicarakan tentang keutamaan qurban dan ketentuan hewan qurban, serta cara menyembelihnya.
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِأَمْلَحَيْنِ, أَقْرَنَيْنِ, وَيُسَمِّي, وَيُكَبِّرُ, وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. وَفِي لَفْظٍ: ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي لَفْظِ: – سَمِينَيْنِ – وَلِأَبِي عَوَانَةَ فِي “صَحِيحِهِ” : – ثَمِينَيْنِ – . بِالْمُثَلَّثَةِ بَدَلَ اَلسِّين ِ
وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ, وَيَقُولُ: – بِسْمِ اَللَّهِ. وَاَللَّهُ أَكْبَرُ -.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berqurban dengan dua gibas (domba jantan) berwarna putih yang bertanduk. Ketika menyembelih beliau mengucapkan nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kedua kakinya di pipi kedua gibas tersebut (saat menyembelih). Dalam lafazh lain disebutkan bahwa beliau menyembelihnya dengan tangannya (Muttafaqun ‘alaih) . Dalam lafazh lain disebutkan, “Saminain, artinya dua gibas gemuk.” Dalam lafazh Abu ‘Awanah dalam kitab Shahihnya dengan lafazh, “Tsaminain, artinya gibas yang istimewa (berharga).”[1]
Dalam lafazh Muslim disebutkan bahwa beliau mengucapkan “Bismillah wallahu Akbar” (dengan nama Allah dan Allah Maha Besar).
- Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya qurban.
- Hadits di atas memotivasi kita untuk berqurban karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya sebagai bentuk ketaatan dan taqarrub pada Allah. Selama yang beliau perbuat tidak menjadi kekhususan bagi beliau, maka hukum perbuatan tersebut adalah sunnah bagi umatnya. Para ulama sepakat bahwa qurban adalah bagian dari syi’ar Islam. Mereka hanyalah berbeda pendapat saja mengenai hukum qurban, apakah wajib ataukah sunnah.
- Hadits ini menunjukkan bahwa qurban yang paling baik adalah dengan domba karena Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakannya untuk qurban. Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Malik rahimahullah. Namun tiga ulama madzhab lainnya berpendapat bahwa yang paling afdhal secara urutan adalah unta, sapi, kemudian kambing (domba). Pendapat ini berdasarkan hadits keutamaan shalat Jum’at di mana yang datang lebih awal mendapatkan pahala seperti ia berqurban dengan unta, setelahnya lagi berqurban dengan sapi, setelahnya lagi berqurban dengan kambing. Sebagaimana hadits tersebut disebutkan dalam Shahih Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
- Hewan jantan lebih afdhal untuk diqurbankan daripada hewan betina. Walaupun kalau berqurban dengan betina tetap sah berdasarkan ijma’ (sepakat para ulama).
- Dianjurkan berqurban dengan menggunakan hewan yang bertanduk. Walaupun berqurban dengan hewan yang tidak bertanduk pun tetap sah berdasarkan kata sepakat ulama.
- Hendaknya hewan qurban yang ingin disembelih dipilih yang terbaik dari sisi sifat dan warna. Hewan yang terbaik secara sifat adalah yang gemuk, yang warnanya putih atau putih lebih mendominasi daripada hitam. Inilah bentuk dari mengagungkan syari’at Allah.
- Dianjurkan seseorang menyembelih qurbannya sendiri kalau memang mampu dan bagus dalam menyembelih qurban. Disebutkan dalam riwayat Bukhari bahwa Abu Musa pernah memerintahkan anak-anak perempuannya untuk menyembelih qurban dengan tangan mereka sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Fath Al-Bari (10: 19). Namun jika memang tidak bagus dalam menyembelih qurban, maka bisa mencari wakil dengan syarat yaitu seorang muslim dan mengilmu syarat-syarat menyembelih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu meminta ‘Ali bin Abi Thalib untuk mengganti beliau menyembelih qurban dari sisa unta yang belum disembelih pada haji wada’, sebagaimana riwayatnya terdapat dalam Shahih Muslim, no. 1218 dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu tentang sifat haji nabi yang dijelaskan begitu panjang.
- Boleh berqurban lebih dari satu selama tidak maksud untuk pamer atau menyombongkan diri. Jika ingin berqurban lebih dari satu, baiknya tetap dilakukan pada hari Idul Adha. Namun jika ingin disembelih satunya di hari Idul Adha, lainnya di hari tasyriq, itu pun boleh. Jika dipisah harinya seperti itu, juga punya manfaat untuk orang miskin. Penyembelihan qurban tersebut bisa dilakukan hingga tenggelamnya matahari di hari ketigabelas dari bulan Dzulhijjah menurut pendapat yang paling kuat.
- Diperintahkan membaca tasmiyah dan takbir saat menyembelih qurban (bismillah wallahu akbar). Adapun membaca bismillah, hukumnya wajib. Sedangkan membaca takbir (Allahu akbar), hukumnya sunnah menurut jumhur atau mayoritas ulama. Membaca takbir di sini hanya khusus untuk penyembelihan qurban dan hadyu.
- Hendaknya membaca bismillah ketika menyembelih qurban. Seandainya ada jarak waktu, maka sudah sepatutnya diulangi membaca bismillah tadi. Kecuali jika jarak waktu tadi karena memposisikan hewan qurban atau ingin mengambil pisau. Adapun bismillah ini diucapkan oleh orang yang hendak menyembelih. Kalau sudah mengucapkan bismillah, kemudian pergi dan digantikan orang lain, maka hendaklah bacaan bismillah tadi diulang. Adapun kalau cuma sekedar mengganti pisau -misalnya- maka tidak perlu mengulang bismillah.
- Kalau hewan qurban itu dari ternak seperti kambing dan sapi, maka cara penyembelihannya adalah dengan cara hewan tersebut dibaringkan. Setelah hewan qurban direbahkan pada sisi kiri badannya, maka diinjaklah bagian tubuh kanan hewan tersebut dengan kaki orang yang akan menyembelih. Lantas pisau dipegang dengan tangan kanan, dan kepala hewan dipegang dengan tangan kiri.
- Kalau ada yang memiliki tangan kidal (yang kuat berfungsi adalah tangan kiri), maka hendaknya hewan tadi dibaringkan di sisi kanan. Karena tujuan peletakkan hewan seperti tadi untuk menenangkan hewan dan memudahkan penyembelih untuk menyembelihnya.
Semoga bermanfaat.
Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 9: 272.
[1] HR. Bukhari, no. 5565; Muslim, no. 1966.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 7 Dzulqa’dah 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal