Pernah dengar istilah bid’ah?
Bid’ah
secara etimologi (bahasa) berarti suatu yang baru, yang tidak ada
contoh sebelumnya. Namun kalau maksud bid’ah secara terminologi
(istilah) adalah setiap i’tiqad, perkataan, perbuatan dalam rangka
beribadah pada Allah Ta’ala yang tidak ada dalil yang mendukung pensyari’atannya atau bentuknya karena meninggalkan sesuatu karena Allah.
Ternyata
bid’ah itu bukan sekedar amalan yang tidak ada tuntunan saja. Bid’ah
itu bertingkat-tingkat, ada bid’ah yang paling parah.
Bid’ah dibagi menjadi tiga:
- Bid’ah i’tiqadiyyah
- Bid’ah ‘amaliyyah
- Bid’ah at-tark
Bid’ah i’tiqadiyyah adalah bid’ah yang menyelisihi firman Allah dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal keyakinan atau akidah.
Contoh:
bid’ah tamtsil (menyatakan Allah semisal makhluk), bid’ah ta’thil
(menolak nama dan sifat Allah), bid’ah qadariyyah (menolak takdir
Allah), bid’ah jabariyyah (meyakini semua berjalan dengan takdir Allah,
tak ada usaha manusia).
Bid’ah amaliyyah adalah
menyembah Allah tanpa memakai tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya.
Bentuknya bisa jadi membuat amalan baru, menambahkan atau melakukan
pengurangan dalam ibadah yang disyari’atkan.
Contoh:
mendirikan bangunan di atas kubur, berdo’a di sisi kubur, membangun
masjid di atas kubur atau di area pekuburan, menjadikan perayaan (haul)
di sisi kubur, atau membuat perayaan-perayaan baru yang tidak
disyari’atkan.
Bid’ah at-tark adalah
meninggalkan suatu yang mubah dalam rangka ibadah padahal dalam ajaran
Islam tidak menganggap meninggalkannya sebagai ibadah.
Contoh:
meninggalkan makan daging dalam rangka ibadah, enggan menikah dan
mengharap sebagai pahala (seperti yang dilakukan biarawati, pen.).
Seperti ini termasuk bid’ah yang diharamkan.
Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura: 21)
Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّا
بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى
هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Amma
ba’du: Sebaik-baiknya perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuknya Nabi Muhammad. Sejelek-jelek perkara adalah
perkara yang baru dan setiap perkara bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim, no. 867)
Bid’ah pertama di atas tentu lebih parah daripada bid’ah lainnya karena berkaitan dengan masalah i’tiqad atau keyakinan.
Semoga Allah menjauhkan kita dari setiap bid’ah yang menyesatkan.
Referensi:
Al-Mukhtashor fi Al-‘Aqidah. Cetakan kedua, tahun 1433 H. Prof. Dr. Khalid bin ‘Ali Al-Musyaiqih. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
—
@ DS, Panggang, Gunungkidul, 13 Rabi’ul Awwal 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com/15022-bidah-yang-paling-parah.html?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+rumaysho%2FrFAC+%28Feed+Rumaysho.com%29