Takalluf Dalam Menjamu Tamu ; Memaksa diri dalam
jamuan tamu.
Tanya:
Ketika datang tamu,
terlebih kerabat dekat, haruskah kita memaksakan diri semewah mungkin dalam
menjamu mereka sebagai bentuk penghormatan, dalam keadaan kita memang tidak
mampu ?
Jawab:
Secara umum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah melarang seseorang melakukan perbuatan diluar kemampuan yakni
takalluf sebagaimana dalam sebuah hadits:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ
نُهِينَا عَنْ التَّكَلُّفِ
Dari Anas
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami pernah bersama ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu ,
ia berkata: “Kami dilarang dari perbuatan yang memaksakan diri”. [HR
al-Bukhâri, no. 6749].[3]
Bahkan secara khusus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah melarang takalluf dalam menjamu
tamu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَيَتَكّلَّفَنَّ أَحَدٌ لِضَيْفِهِ مَا لاَ
يَقْدِرُ عَلَيْهِ
“Janganlah seseorang memaksakan diri (untuk melayani)
tamunya dengan sesuatu yang tidak ia sanggupi”. [Riwayat Abu
Nu’aim, al Khathiib dan ad-Dailami. Lihat ash-Shahîhah, no. 2440)]
Dari hadits ini hendaknya tuan rumah saat datangnya
tamu memberikan perlakuan istimewa kepada tamunya sebagai bentuk penghormatan namun
tidak melampaui batas, tidak takalluf dengan memaksakan
sesuatu yang diluar kemampuannya.
Imam al-Hâkim meriwayatkan dari A’masy dari Syaqîq, ia berkata: Saya dan temanku mendatangi Salmân Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ia menyuguhkan roti dan garam kepada kami sembari berkata :
لَولاَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَانَا عَنِ التَّكَلُّفِ لََتَكّلْتُ لَكُمْ
“Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melarang kami untuk berbuat takalluf, niscaya saya akan mengusahakannya”. Wallahuta’ala
a’lam.