Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah boleh bagi
perempuan yang dilamar tampil dihadapan lelaki yang melamarnya dengan
menggunakan celak, perhiasan dan parfum ? Apa pula hukum bingkisan ? Kami
memohon penjelasannya, semoga Allah membalas Syaikh yang mulia dengan kebaikan.
Jawaban
Sebelum akad nikah terselenggara, maka perempuan yang dilamar tetap merupakan perempuan asing bagi calon suminya. Jadi, ia seperti perempuan-perempuan yang ada di pasar. Akan tetapi agama memberikan keringanan bagi laki-laki yang melamarnya untuk melihat apa yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, karena hal itu diperlukan ; dan karena yang demikian itu lebih mempererat dan mengakrabkan hubungan keduanya kelak. Perempuan tersebut tidak keluar menghadap kepadanya dengan mempercantik diri dengan pakaian ataupun dengan make up, sebab ia masih berstatus asing bagi lelaki yang melamarnya. Kalau lelaki pelamar melihat calonnya dalam dandanan seperti itu, lalu nanti ternyata berubah dari sesungguhnya, maka keadaannya akan menjadi lain, bahkan bisa jadi keinginannya semula menjadi sirna.
Yang boleh dilihat oleh laki-laki pelamar pada perempuan yang dilamarnya adalah wajahnya, kedua kakinya, kepalanya dan bagian lehernya dengan syarat (ketika melihatnya) tidak berdua-duan dan pembicaraan langsung dengannya tidak boleh lama. Juga tidak boleh berhubungan langsung dengannya melalui telepon, sebab hal itu merupakan fitnah yang diperdayakan syetan di dalam hati keduanya. Kemudian, jika akad nikah telah dilaksanakan, maka ia boleh berbicara kepada perempuan itu, boleh berdua-duan dan boleh menggaulinya. Akan tetapi kami nasehatkan agar tidak melakukan jima', sebab jika hal itu terjadi sebelum I'lanun nikah (diumumkan/dipublikasikan) dan kemudian hamil di waktu dini bisa menyebabkan tuduhan buruk kepada perempuan itu ; dan begitu pula kalau laki-laki itu meninggal sebelum I'lanun nikah, lalu ia hamil maka ia akan mendapatkan berbagai tuduhan.
Tentang pertanyaan ketiga, yaitu bingkisan, itu merupakan hadiah dari lelaki yang melamar untuk calon istri yang dilamarnya, sebagai tanda bahwa laki-laki itu benar-benar ridha dan suka kepada calon pilihannya, maka hukumnya boleh-boleh saja, karena pemberian hadiah seperti itu masih dilakukan oleh banyak orang sekalipun dengan nama lain.
[Kitab Da'wah 5 oleh Ibnu Utsaimin jilid 2, hal 85-86]
Jawaban
Sebelum akad nikah terselenggara, maka perempuan yang dilamar tetap merupakan perempuan asing bagi calon suminya. Jadi, ia seperti perempuan-perempuan yang ada di pasar. Akan tetapi agama memberikan keringanan bagi laki-laki yang melamarnya untuk melihat apa yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, karena hal itu diperlukan ; dan karena yang demikian itu lebih mempererat dan mengakrabkan hubungan keduanya kelak. Perempuan tersebut tidak keluar menghadap kepadanya dengan mempercantik diri dengan pakaian ataupun dengan make up, sebab ia masih berstatus asing bagi lelaki yang melamarnya. Kalau lelaki pelamar melihat calonnya dalam dandanan seperti itu, lalu nanti ternyata berubah dari sesungguhnya, maka keadaannya akan menjadi lain, bahkan bisa jadi keinginannya semula menjadi sirna.
Yang boleh dilihat oleh laki-laki pelamar pada perempuan yang dilamarnya adalah wajahnya, kedua kakinya, kepalanya dan bagian lehernya dengan syarat (ketika melihatnya) tidak berdua-duan dan pembicaraan langsung dengannya tidak boleh lama. Juga tidak boleh berhubungan langsung dengannya melalui telepon, sebab hal itu merupakan fitnah yang diperdayakan syetan di dalam hati keduanya. Kemudian, jika akad nikah telah dilaksanakan, maka ia boleh berbicara kepada perempuan itu, boleh berdua-duan dan boleh menggaulinya. Akan tetapi kami nasehatkan agar tidak melakukan jima', sebab jika hal itu terjadi sebelum I'lanun nikah (diumumkan/dipublikasikan) dan kemudian hamil di waktu dini bisa menyebabkan tuduhan buruk kepada perempuan itu ; dan begitu pula kalau laki-laki itu meninggal sebelum I'lanun nikah, lalu ia hamil maka ia akan mendapatkan berbagai tuduhan.
Tentang pertanyaan ketiga, yaitu bingkisan, itu merupakan hadiah dari lelaki yang melamar untuk calon istri yang dilamarnya, sebagai tanda bahwa laki-laki itu benar-benar ridha dan suka kepada calon pilihannya, maka hukumnya boleh-boleh saja, karena pemberian hadiah seperti itu masih dilakukan oleh banyak orang sekalipun dengan nama lain.
[Kitab Da'wah 5 oleh Ibnu Utsaimin jilid 2, hal 85-86]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal-399-400 Darul Haq]