Ketika Allah Subhanahu
Wa Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang munafik, dimana orang-orang
munafik ingin keluar berperang bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Akan tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka di medan perang. Maka
Allah pun jadikan mereka berat hati untuk berangkat ke medan perang. Lalu
dikatakan kepada mereka: “duduklah bersama orang-orang yang duduk”.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan
kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu””
(QS. At Taubah: 46). Tentu ini menjadi sebuah renungan buat kita. Kenapa
demikian? Karena ketika seseorang dijadikan hatinya berat untuk melakukan sebuah
ketaatan, berarti di dalam hatinya ada kemunafikan. Orang-orang munafik berat
untuk mengamalkan ketaatan demi ketaatan. Seperti yang Allah sebutkan dalam
ayat ini, Allah jadikan orang-orang munafik berat untuk melakukan suatu
ketaatan yaitu jihad fi sabilillah.
Orang munafik juga
berat untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat berjamaah. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Shalat yang paling berat untuk orang munafik
adalah shalat isya dan shalat fajar” (HR. Ibnu Majah no.656, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Ibnu Majah). Bahkan orang munafik menganggap bahwa
semua shalat berjamaah itu berat, akan tetapi yang paling berat adalah shalat
isya dan shalat fajar. Dijadikan hati mereka berat untuk mengamalkan ketaatan
demi ketaatan.
Sekali lagi ini
menjadi renungan buat kita, apakah selama ini kita dijadikan berat untuk
mengamalkan ketaatan demi ketaatan? Apakah kita ini dijadikan malas untuk
mengamalkan ketaatan demi ketaatan? Inilah tentunya yang kita khawatirkan wahai
saudaraku…
Kita tentu tidak
ingin kita termasuk orang-orang yang tidak diinginkan Allah untuk berbuat
kebaikan, lalu Allah jadikan hati kita berat untuk mengamalkan kebaikan,
akhirnya kita pun menjadi orang-orang yang terhempas oleh penyakit kemunafikan.
Subhaanallah…
Oleh karena itu
tidak ada jalan lain kecuali kita terus berusaha menjadikan hati kita
bersemangat untuk melakukan ketaatan. Bagaimana caranya?
Pertama, kita berdoa kepada Allah
agar memberikan kepada kita semangat dalam keataatan. Diantara doa yang
diajarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam : /allahumma inni
as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal mungkaroot wa hubbal masaakin wa an taghfiro
lii wa tarhama nii wa tatuuba ‘alaiyya/ (Ya Allah aku minta kepada engkau,
agar aku bisa melakukan kebaikan, dan agar aku bisa meninggalkan kemaksiatan,
dan berikan aku rasa cinta kepada orang-orang miskin, dan semoga Engkau
mengampuni aku, merahmati aku dan menerima taubatku). (HR. At Tirmidzi no.
3235, ia berkata: “hasan shahih”).
Seorang mukmin dia
tidak ingin mendapati dirinya malas melakukan ketaatan. Maka ia pun minta
kepada Allah agar ditolong dalam melakukan ketaatan.
Kedua, kemudian seorang mukmin
juga berusaha mengambil sebab-sebab yang membuatnya bersemangat dalam ketaatan.
Misalnya dengan membaca mengenai keutamaan amalan-amalan, yaitu bagaimana Allah
akan memberikan pahala yang besar yang berupa kebahagiaan di akhirat, bagaimana
Allah menyediakan pahala yang besar berupa surga, sehingga ketika membaca hal
itu seorang mukmin menjadi bersemangat untuk beramal shalih.
Ketiga, seorang mukmin juga
berusaha agar ia tetap bersemangat ketika sedang melaksanakan ketaatan
tersebut. Ia berusaha untuk berteman dengan orang-orang shalih. Ia berusaha
untuk senantiasa menjadi orang yang kuat dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah Ta’ala dengan bertemankan orang-orang shalih. Ketika ia melihat
teman-teman shalihnya tersebut berlomba-lomba dalam kebaikan, maka akan ada
dorongan dalam hati kita untuk juga ikut berlomba-lomba bersama mereka dalam
kebaikan. Itulah teman yang shalih, teman yang shalih memberikan kita kekuatan
dalam Islam wahai akhol Islaam.
Allah menjadikan
hati seseorang berat melakukan ketaatan bisa dikarena maksiat yang ada di dalam
hatinya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan beberapa
akibat buruk dari dosa, beliau menyebutkan di antaranya adalah dosa menjadikan
hamba berat melakukan ketaatan. Sehingga dosa itu menjadikan dia malas beramal
shalih, menjadikan hatinya hitam kelam, akhirnya cahaya iman yang memberikan
semangat berbuat ketaatan akan redup sedikit-demi-sedikit.
Demikian pula orang munafik, akibat dosa-dosa yang ada dalam hati mereka,
berupa keraguan kepada Allah dan Rasul-Nya, akhirnya Allah jadikan mereka berat
melakukan ketaatan demi ketaatan. Allah jadikan mereka berat hatinya untuk
mengamalkan kebaikan. Karena itu wahai saudaraku, mari kita tinggalkan maksiat,
segera kita tinggalkan maksiat. Karena maksiat menjadikan hati kita berat untuk
mengamalkan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Seseorang akibat
perbuatan maksiatnya, seringkali membuat ia tidak mampu untuk shalat tahajud,
berat hatinya untuk bangun di waktu malam. Seseorang akibat perbuatan
maksiatnya, lisannya kelu untuk berdzikir kepada Allah. Bahkan hatinya tak
merasakan lagi kenikmatan di saat ia mengucapkan “Subhaanallah, walhamdulillah,
laailaaha illallah, allahu akbar”. Hatinya tak bergetar ketika disebutkan
ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal ciri seorang mukmin
disebutkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS. Al Anfal:
2). Tapi akibat maksiat, ketika kita menyebut nama Allah, hati kita tidak
merasakan takut kepada Allah. Akibat maksiat, ketika mendengar ayat-ayat Allah
bertambahlah keimanan kita. Bahkan terkadang kita merasa gersang ketika
mendengarkan ayat-ayatnya. Kita khawatir termasuk orang-orang yang tidak
diinginkan oleh Allah untuk berbuat kebaikan.
Wallahi ayat ini
membuat kita merinding dan takut sekali. Maka jangan sampai kita termasuk
orang-orang yang tidak diinginkan oleh Allah untuk berbuat kebaikan. Padahal
diantara tanda bahwa seseorang itu diinginkan oleh Allah kebaikan padanya
adalah dijadikan ia semangat berbuat ketaatan. Ia pun semangat untuk menuntut
ilmu Allah sebagai sumber dari amalan shalih. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya,
Allah jadikan ia faqih dalam agama” (HR. Bukhari – Muslim). Kata Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, berarti orang yang tidak
diinginkan kebaikan oleh Allah dalam agama tandanya adalah ia malas untuk
menuntut ilmu agama, dijadikan hatinya berat. Sehingga untuk berjalan kaki
menuju ke majelis-majelis ilmu, ia merasa berat hatinya.
Maka akhol
Islam, kita mohon kepada Allah agar Allah memberikan kita kekuatan untuk
senantiasa berbuat ketaatan, kita memohon kepada Allah agar termasuk
orang-orang yang semangat berlomba-lomba dalam kebaikan.
Ust. Badrusalam Lc. dari ceramah berjudul “Bagaimanakah Ketaatan Kita Kepada Allah?” di Yufid.tv
Artikel Muslim.or.id
______________
Share Ulang:
- Cisaat, Ciwidey.
- Sumber: https://muslim.or.id/27774-malas-melakukan-ketaatan-tanda-penyakit-nifaq.html