Orang kaya pastikah selalu merasa cukup? Belum tentu.
Betapa banyak orang kaya namun masih merasa kekurangan. Hatinya tidak merasa
puas dengan apa yang diberi Sang Pemberi Rizki. Ia masih terus mencari-cari apa
yang belum ia raih. Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang belum ia
raih.
Coba kita perhatikan nasehat suri tauladan kita. Dari
Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ
الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan
dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR.
Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu berkata,
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت :
نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا
رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر
الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah
yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi,
“Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,”
Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda,
“Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu
merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa
tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa
sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Inilah nasehat dari suri tauladan kita. Nasehat ini
sungguh berharga. Dari sini seorang insan bisa menerungkan bahwa banyaknya
harta dan kemewahan dunia bukanlah jalan untuk meraih kebahagiaan senyatanya.
Orang kaya selalu merasa kurang puas. Jika diberi selembah gunung berupa emas,
ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan seterusnya. Oleh karena itu,
kekayaan senyatanya adalah hati yang selalu merasa cukup dengan apa yang Allah
beri. Itulah yang namanya qona’ah. Itulah yang disebut dengan ghoni (kaya)
yang sebenarnya.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hakikat
kekayaan sebenarnya bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang
yang diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa puas
dengan apa yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha keras untuk menambah
dan terus menambah harta. Ia pun tidak peduli dari manakah harta tersebut ia
peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-akan begitu fakir karena usaha
kerasnya untuk terus menerus memuaskan dirinya dengan harta. Perlu dikencamkan
baik-baik bahwa hakikat kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang
selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati inilah yang
selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan
yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak
begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah
letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni
(yaitu kaya yang sebenarnya).”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan
pula, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah
(merasa puas) dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak begitu tamak untuk
menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak seperti orang yang tidak pernah
letih untuk mencarinya. Ia tidak meminta-minta dengan bersumpah untuk menambah
hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia selalu ridho dengan pembagian
Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang seakan-akan kaya selamanya.
Sedangkan orang yang disifati dengan miskin hati
adalah kebalikan dari orang pertama tadi. Orang seperti ini tidak pernah qona’ah
(merasa puas) terhadap apa yang diberi. Bahkan ia terus berusaha terus untuk
menambah dan terus menambah dengan cara apa pun (entah cara halal maupun
haram). Jika ia tidak menggapai apa yang ia cari, ia pun merasa amat sedih.
Dialah seakan-akan orang yang fakir, yang miskin harta karena ia tidak pernah
merasa puas dengan apa yang telah diberi. Oran inilah orang yang tidak kaya
pada hakikatnya.
Intinya, orang yang kaya hati berawal dari sikap
selalu ridho dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa
apa yang Allah beri, itulah yang terbaik dan akan senatiasa terus ada. Sikap
inilah yang membuatnya enggan untuk menambah apa yang ia cari.”
Perkataan yang amat bagus diungkapkan oleh para ulama:
غِنَى
النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ
الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau
butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah
ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kaya yang
terpuji adalah kaya hati, hati yang selalu merasa puas dan tidak tamak dalam
mencari kemewahan dunia. Kaya yang terpuji bukanlah dengan banyaknya harta dan
terus menerus ingin menambah dan terus menambah. Karena barangsiapa yang terus
mencari dalam rangka untuk menambah, ia tentu tidak pernah merasa puas.
Sebenarnya ia bukanlah orang yang kaya hati.”[2]
Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ
لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang
bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan
bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad
4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta,
namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan
apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا
وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk
Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan
apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah dan selalu merasa cukup itulah yang
selalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah dalam
do’anya. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول : ((
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca
do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya
Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan
ghina).” (HR. Muslim no. 2721). An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf
dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak
diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan
tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”[3]
Saudaraku … milikilah sifat qona’ah, kaya hati
yang selalu merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Semoga Allah
menganugerahkan kita sekalian sifat yang mulia ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Panggang-GK, 1 Jumadits Tsani 1431 H (14/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Majalah
Pengusaha Muslim, dipublish ulang oleh www.rumasyho.com
[1]
Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 11/272, Darul Ma’rifah.
[2]
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 7/140,
Dar Ihya’ At Turots.
[3]
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/41
Share Ulang:
- · Gd. Manggala
- · Sumber: https://rumaysho.com/1023-kaya-hati-itulah-kaya-senyatanya.html