Pertanyaan.
Assalamu’alaikum, saya mau bertanya apakah imam masih menjadi sutrah bagi makmum yg masbuq ? Syukran
Jawaban.
Wa’alaikumus salâm Sebagaimana telah dimaklumi, orang yang melakukan shalat berkewajiban mendekati ke sutrah (pembatas). Mengerjakan shalat tanpa menghadap sutrah itu terlarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُصَلّ ِ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ
Janganlah
engkau melakukan shalat kecuali menghadap sutroh. [HR. Ibnu Khuzaimah;
dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shifat Shalat Nabi]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعْ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ
Jika
seseorang dari kamu melakukan shalat menghadap sutroh, maka hendaklah
dia mendekat kepadanya, jangan sampai setan membatalkan shalatnya. [HR.
Abu Dawud, no. 695; An-Nasai, no. 748; dishahihkan oleh syaikh
Al-Albani]
Pengertian sutrah dalam
shalat adalah benda yang ada di depan orang yang sedang shalat.
Tingginya kurang lebih satu hasta. Berguna untuk menghalangi orang (dan
lainnya) dari berjalan melewati depan seseorang yang sedang mengerjakan
shalat. Sutrah ini dapat berupa tembok, tiang, atau lainnya
Ukuran
atau jarak dari tempat berdiri orang yang shalat dengan sutrah
kira-kira tiga hasta, berdasarkan riwayat Imam al-Bukhâri
rahimahullah (hadits no. 506).
Kewajiban menggunakan sutrah ini dikecualikan bagi makmum. Karena sutrah di
dalam shalat berjamaah merupakan tanggungan imam. Sehingga jika
diperlukan seseorang boleh lewat di depan makmum, dan makmum tidak
wajib mencegahnya. Dalil hal ini adalah hadits berikut ini :
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى
حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ
بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ
فَنَزَلْتُ وَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ
فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbâs,
dia berkata: “Aku datang mengendarai keledai betina. Waktu itu,
aku hampir memasuki usia baligh. Saat itu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sedang mengerjakan shalat dengan orang-orang di
Mina tanpa menghadap tembok. Lalu, aku berjalan melewati depan sebagian
shaf. Setelah itu, aku turun (dari tunggangan) dan melepaskan
keledai itu merumput. Aku pun kemudian memasuki shaf, dan tidak ada
seorang pun yang mengingkariku”. [HR. Al-Bukhâri, no. 493; Muslim, no. 504]
Sedangkan jika ada makmum yang masbuq (tertinggal rakaat), saat imam telah mengucapkan salam, berarti imam itu tidak lagi menjadi sutrahnya.
Karena imam telah keluar dari shalatnya dan dia (makmum masbuq) telah
keluar sebagai makmum. Lalu, bagaimana sikap makmum masbuq tersebut?
Az-Zarqani rahimahullah meriwayatkan bahwa Imam Malik rahimahullah
berkata: “Orang yang meneruskan shalat setelah salamnya imam,
tidak mengapa baginya bergeser ke tiang yang dekat dengannya, baik di
depan, sebelah kanan, sebelah kiri, atau di belakangnya dengan mundur
sedikit, untuk menjadikannya tiang itu sutrah jika
tiang itu dekat. Tetapi, bila tiang itu jauh, dia berdiri saja (di
tempat semula) dan menghalangi orang yang lewat (di depannya)
semampunya”. [Syarh Zarqâni ‘alâ Mukhtashar Khalîl, 1/208. Kutipan dari Ahkâmus sutrah, hlm. 26, karya Syaikh Muhammad bin Rizq bin Tharhûni]
Dari perkataan Imam Malik rahimahullah ini dapat dipahami bahwa makmum yang masbuq, dia boleh mencari sutrah dengan bergeser ke kiri atau ke kanan sedikit. Namun jika jauh, maka tidak perlu melakukannya.
Wallahu a’lam
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961,
Redaksi 08122589079]
_______Share Ulang:
- Soekarno Hatta, 26 Ramadhan 1440
- Sumber: https://almanhaj.or.id/4701-imam-tetap-menjadi-sutrah-bagi-makmum-masbuq.html