Islam Pedoman Hidup: Nasehat Dalam Menghadapi Ikhtilaf Di Antara Ikhwah Salafiyyin 3

Minggu, 08 Februari 2015

Nasehat Dalam Menghadapi Ikhtilaf Di Antara Ikhwah Salafiyyin 3


Oleh
Syaikh Dr.Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah
Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3]

[11]. Pertanyaan.
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Fadhilatus Syaikh adakah perbedaan antara hajr dan tahdzir, jika ada perbedaan, apakah setiap orang yang kita tahdzir itu harus dihajr ?
Jawaban:
Ya, ada perbedaan, tahdzir adalah memperingatkan manusia dari kesalahan atau dari orang yang bersalah, adapun hajr yaitu memboikot (mengucilkan) seseorang untuk kemaslahatan baik itu kemaslahatan agama kamu atau kemaslahatan dakwah dan ummat, tapi tidak setiap yang kita tahdzir itu harus dihajr. Terkadang teman kita bersalah kemudian kita tahdzir dari kesalahannya dan tidak kita hajr, kita katakan: si fulan seorang yang baik, mempunyai keutamaan dan ilmu, tapi dia salah dalam masalah ini . Banyak para ulama yang mentahdzir kesalahan sebagian ulama yang lain, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang kesalahan sebagian ulama dalam beberapa masalah, beliau menjawab: Alim fulan salah dalam masalah ini, tapi beliau tidak menghajr dia, tidak juga mencelanya, tapi beliau menjelaskan kesalahannya, demikian pula para ulama sebelum beliau ketika ditanya tentang suatu masalah, mereka menjawab: ini salah, tapi tidak mengharuskan orang yang salah itu dihajr.
[12]. Pertanyaan.
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Fadhilatus Syaikh seberapa jauh kebenaran perkataan bahwa fulan ikhwany tapi aqidahnya salafy, atau tablighy tapi aqidahnya salafy, jika perkataan ini benar, lantas apa makna perkataan itu ?
Jawaban:
Ikhwanul Muslimin mempunyai penyimpangan yang banyak dalam aqidah, termasuk kesalahan mereka yang paling besar dalam manhaj adalah menyatukan manusia (tanpa memilah aqidah) dan kaidah mereka yang salah yaitu saling memberikan udzur sesama kita dalam hal-hal yang diperselisihkan, dan bersatu dalam hal-hal yang kita sepakati, ini sangat bertentangan dengan aqidah ahlussunnah waljamaah. Jamaah Tabligh pun mempunyai banyak kesalahan. Bagaimana mungkin bisa dikatakan fulan manhajnya tablighy tapi aqidahnya salafy. Karena aqidah dan manhaj ahlussunnah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, aqidah dan manhaj tidak mungkin dipisahkan satu sama lainnya, tapi (jika seorang sunny) salah, kita katakan: fulan salah dalam masalah ini tapi dia masih di atas pokok-pokok ahlussunnah, seperti halnya kita katakan murjiah fuqoha, maknanya bahwa mereka adalah fuqoha dan ahlul ilmi serta murjiah ahlussunnah, artinya dia ahlussunnah, tapi dalam masalah ini dia salah, ini bisa dikatakan jika kesalahannya bersifat juziy (cabang).
Adapun jika fulan menyimpang dari manhaj secara keseluruhan, tidak bisa kita katakan: dia manhajnya begini tapi aqidahnya begini, tapi kita harus mengetahui bahwa aqidah ahlussunnah dan manhajnya tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.
[13]. Pertanyaan
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Jazakumullohu khairan atas nasihat ini, sekarang kami merasa sangat kurang dalam usaha untuk mendamaikan antara ikhwah apalagi dalam berdoa untuk kebaikan mereka, terutama mendoakan orang yang menyelisihi kami agar mendapatkan hidayah, juga masalah niat, terkadang ketika menasehati, kami tidak ikhlas karena Allah tapi karena tujuan duniawi, maka apakah nasihat Anda pada kami, dan bagaimanakah Salaf dalam menjaga niat mereka serta keinginan kuat mereka untuk mendoakan saudara-saudaranya ?
Jawaban:
Wajib bagi setiap muslim untuk mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam amalannya, manusia dalam setiap amalannya bertujuan untuk mewujudkan keselamatan dirinya. Sebelum kita berusaha untuk mendamaikan dan memberikan petunjuk (hidatul irsyad, peny.) pada manusia, kita harus berusaha menyelamatkan diri kita, dan ini tidak bisa kita lakukan kecuali dengan mengikhlaskan niat karena Allah semata serta menginginkan wajah Allah di setiap amalan kita, juga merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi kita, mungkin manusia tidak tahu niat kita karena niat itu tersembunyi, sehingga kita bisa membohongi diri kita dan manusia dengan memperlihatkan nasihat, padahal Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kita:
Dan apa yang kalian perlihatkan serta sembunyikan dalam diri kalian Allah akan hisab kalian. [Al-Baqarah: 284], maka wajib atas setiap muslim untuk mengikhlaskan niatnya.
Kaum Salaf sangat berkeinginan untuk memberi hidayah pada manusia, dan bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah teladan yang pertama dalam hal ini. Saya akan menceritakan pada kalian sebuah contoh dari sejarah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Abdullah bin Ubay adalah termasuk orang yang paling banyak menyakiti Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ketika dia mati, anaknya, yaitu Abdullah bin Abdullah bin Ubay radhiyallahuanhu (dan dia adalah seorang sahabat) datang pada Nabi shallallahu alaihi wasallam agar Nabi shallallahu alaihi wasallam memohon ampun untuk ayahnya, Nabipun bergegas untuk memohonkan ampun baginya, tapi Umar radhiyallahuanhu melarang beliau, kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Aku dilarang untuk memohonkan ampun mereka sebanyak tujuh puluh kali, maka aku akan mohon lebih dari tujuh puluh kali, kemudian turunlah ayat:
Janganlah kalian menshalati orang yang mati dari mereka selamanya, dan jangan kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. [At-Taubah: 84] [lihat Shahih Bukhari 1/427 no. 1210 dan Shahih Muslim 4/1865 no. 2400. pent]
Lihatlah bagaimana keinginan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, seorang munafik yang menyakiti beliau dan menghalang-halangi dakwah beliau, beliau katakan: Akan saya mohonkan ampunan beginya lebih dari tujuh puluh kali, karena besarnya keinginan beliau shallallahu alaihi wasallam untuk memberikan hidayah kepada manusia dan ini adalah termasuk nasihat karena Allah Taala.
Wajib atas setiap muslim untuk tidak bermaksiat terhadap Allah di bumi-Nya, dan senang bila tidak ada penyimpangan di muka bumi dan tidak boleh gembira dengan penyimpangan orang lain. Karena jika kita cinta kepada Allah, tentu senang jika Allah dita'ati dan tidak dimaksiati, dan ini pada setiap orang, ketika kamu cinta pada seseorang, tentu kamu tidak senang jika dia berbuat maksiat dan dibicarakan kejelekannya, tapi jika kita senang dengan kesalahan orang lain maka ini bukan nasihat karena Allah, karena seorang mukmin senang jika Allah ditaati dan tidak dimaksiati, sampai orang Yahudi dan Nasrani pun kita senang jika mereka beriman.
Karena itu kita harus tamak untuk memberi hidayah kepada manusia, lebih-lebih pada ikhwah kita. Oleh karena itu Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata pada ayahnya: Wahai ayahku, saya senang jika saya dan ayah dimasak dalam kuali yang mendidih di jalan Allah, artinya keduanya dimasukkan dalam kuali yang penuh minyak atau air yang mendidih sehingga badan mereka pun hancur di jalan Allah, dan ini adalah nasihat karena Allah. Demikianlah kewajiban setiap muslim untuk mengikhlaskan amalannya karena Allah.
Termasuk dari contoh kekuatan nasihat dan ikhlas pada sejarah Salaf, apa yang terjadi pada Ali radhiyallahuanhu dalam perang tanding sebelum dimulainya peperangan, beliau mengalahkan lawannya dan menjatuhkannya ke tanah, ketika beliau hendak memukulnya dan membunuhnya dengan pedang, orang itu meludahi muka beliau, maka beliau pun tidak jadi membunuhnya, lantas ditanya mengapa anda tidak membunuhnya. Jawab beliau: Tadinya saya ingin membunuhnya karena Allah, tapi orang itu meludahi saya, sehingga saya pun marah, saya takut jika saya membunuhnya karena kepentingan pribadi (bukan karena Allah), lihat bagaimana salaf menahan diri, ini adalah taufik dari Allah yang tidak akan didapatkan kecuali dengan muroqobah (merasa diawasi oleh) Allah sehingga bisa menahan diri dengan baik. Ini semua berasal dari kekuatan ikhlas karena Allah. Ketika Allah tahu kejujuran niat dan keikhlasannya, Allah pun melindunginya dari segala sesuatu.
Maka dari itu sangat sulit bagi seseorang untuk mengambil sikap dan menghadirkan niatnya dalam keadaan seperti ini. Lihatlah ! Beliau tidak senang untuk membunuh orang kafir itu setelah beliau mampu mengalahkannya padahal beliau dalam keadaan jihad. Salah seorang dari kita bisa saja untuk mengatakan: saya membunuh karena Allah, padahal pada dirinya ada niat lain yang tersembunyi, dia membunuhnya kerena kepentingan pribadi. Maka merupakan keharusan bagi kita untuk mengikhlaskan niat karena Allah serta mendoakan saudara-saudara kita, dan memohonkan bagi mereka hidayah, di waktu kita shalat malam dan pada waktu-waktu dikabulkannya doa, juga menjadikan maksud kita setiap berbicara dan berbuat hanya karena Allah semata, kita ikhlas ketika berbicara, ikhlas ketika diam, ikhlas ketika uzlah (mengasingkan diri), sehingga dalam keadaan bagaimanapun kamu dalam kebaikan yang agung (besar). Adapun jika kita kehilangan niat ikhlas mudah-mudahan Alah melindungi kita darinya-, walaupun kita berbicara haq, memberi nasihat dan Allah damaikan dengan sebab kita, serta terwujud kebaikan, sementara orang-orang memuji kita, maka amalan kita akan sia-sia, karena tidak terpenuhi niat yang ikhlas. Kita ambil pelajaran dari sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah turun pada hamba-Nya untuk memutuskan, dan seluruh manusia berlutut, orang yang pertama kali dipanggil adalah orang yang membaca Al-Quran, orang yang berperang di jalan Allah, dan orang yang mempunyai banyak harta. Allah berfirman kepada pembaca Al-Quran: bukankan Aku telah ajarkan padamu apa yang Aku turunkan pada Rasul-Ku? Jawab orang itu: benar ya Robbi, firman-Nya: apa yang kamu amalkan? Orang itu menjawab: saya membacanya siang malam, firman-Nya: Bohong.!! Kata malaikat: Kamu bohong!! firman-Nya: Kamu membacanya karena ingin disebut qori, dan telah dikatakan padamu. Kemudian didatangkan orang yang mempunyai banyak harta, Allah berfirman padanya: Bukankan Aku telah meluaskan rizkimu sehingga kamu tidak butuh pada seorangpun? Jawabnya: benar ya Robbi, Firman-Nya : Lantas apa yang kamu amalkan dengan pemberianku itu?, Jawabnya: Dulu saya menyambung silaturahmi dan bersedekah, Firman-Nya: Kamu bohong!!, Kata malaikat: Kamu bohong!! Firman-Nya: kamu berinfaq karena ingin disebut dermawan dan telah dikatakan padamu. Kemudian didatangkan orang yang terbunuh di jalan Allah, Allah berfirman padanya: Apa yang kamu perangi?, Jawabnya: Saya diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu, saya pun berperang hingga terbunuh, firman-Nya: Kamu bohong!! Kata malaikat: Kamu bohong!! Firman-Nya: Kamu berperang karena ingin disebut pemberani dan telah dikatakan padamu. Berkata Abu Hurairah radhiyallahuanhu : Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memukul lututnya seraya bersabda: Tiga orang ini adalah makhluk yang neraka disulut pertama kali untuk mereka.
Yang perlu kita garis bawahi adalah sabda beliau shallallahu alaihi wasallam waqad qiila ini menunjukkan bahwa kebanyakan yang dikatakan di dunia sebagai alim atau dermawan atau pemberani tidak menginginkan wajah Allah, kita takut atas diri kita, terkadang orang mengatakan tentang kita: fulan alim, atau fulan ahlussunnah, dan Allah tahu hati kita, maka kita wajib untuk menyadari dalam keadaan ini, karena jika niat dimasuki riya akan dikatakan pada kita di hadapan seluruh makhluk (pada hari kiamat): Kamu berbuat itu karena ingin dikatakan begini dan sudah dikatakan begitu (di dunia), sehingga kita pun dilempar ke neraka, ini perkara yang sangat berbahaya. Hendaklah seorang insan memohon pada Allah keikhlasan dalam perkataan dan perbuatan dia di setiap waktu, tidak ada seorang manusia pun kecuali dia lemah, tapi apabila Allah mengetahui kekuatan ikhlas, kesungguhan dan kesabaran seorang hamba, maka Allah akan memberinya taufiq, sebagaimana dalam hadits:
“Artinya : Senantiasa seorang hamba bertaqorrub kepada-Ku dengan nawafil (amalan-amalan sunnat) sehingga Aku mencintainya. [Hadits iwayat Bukhari 5/2384 no. 6137. Pent]
Dan sebagai pelindung bagi kita dari hal itu adalah dengan memperbanyak amal shalih dan ketaatan, jangan sampai kita disibukkan oleh ilmu dan melupakan amal, karena ilmu itu sarana untuk beramal. Jika kita disibukkan oleh ilmu dan melupakan amal, maka ilmu kita itu tidak bermanfaat. Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu:
Hubungilah ilmu dengan amal, jika dia menjawab (maka kebaikan untuknya) dan jika tidak, maka ilmu itu akan pergi.
Ketika kamu semakin istiqamah dalam ketaatan pada Allah, maka Allah akan melindungimu dari fitnah, jika kamu menjaga shalat, dzikir-dzikir dan amalan baik, (Allah akan melindungimu) ketika fitnah melanda manusia, dan kamu mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah. Bukankah Allah berfirman dalam hadits qudsi: Jika seorang hamba senantiasa bertaqorrub pada-Ku sehingga Aku mencintainya, maka Aku pendengarannya yang dia mendengar dengannya, pandangannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memukul dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Mengapa? Karena Allah melindunginya, maka setiap orang yang ingin selamat dari fitnah hendaklah memperbanyak ketaatan dan ibadah, inilah yang bermanfaat.
Demi Allah !! Ilmu saja tidak akan bermanfaat. Bisa saja kamu orang yang paling alim tapi kamu terfitnah dalam agamamu karena kamu tidak bisa mengambil manfaat kecuali dengan ilmu dan fiqih dalam agama serta istiqomah dalam ketaatan. Karena itu jika kalian perhatikan, siapakah yang selamat ketika fitnah melanda ummat dan manusia? Ulamalah yang selamat, tapi apakah mereka selamat karena ilmu saja ? Tidak, mereka selamat karena mereka ahlul ibadah, Allah melindungi mereka karena ibadah, dan berjatuhanlah dalam fitnah itu para ulama-ulama suu (jelek) dan orang-orang yang berbuat karena riya, kita berlindung kepada Allah dari hal ini, karena seseorang terkadang menjadi hina disebabkan amalannya. Inilah kewajiban yang harus dilakukan oleh penuntut ilmu, untuk sungguh-sungguh melakukan ishlah, tapi sebelumnya kita harus memperbaiki diri kita, apakah kita akan mengishlah manusia sementara diri kita sakit, akankah kita memperbaiki rumah orang sementara rumah kita roboh ?
Kita perbaiki hati dan amalan kita serta selalu merasa diawasi oleh Allah, sibukkanlah diri kita dengan hal yang mendekatkan kita pada Allah, perkara itu sungguh besar, sungguh berbahaya, karena kita akan datang nanti untuk dihisab, Allah akan menghisab setiap orang apa yang ada pada dirinya Pada hari diperlihatkan seluruh rahasia [At-Thoriq: 9]. Akan diperlihatkan pada kita catatan amalan kita yang bagaikan gunung, kemudian dihadapkan amalan itu kepada Allah kemudian dikatakan ini (amalan) karena Allah dan ini (amalan) karena selain Allah dan tidak tersisa (dari amalan) kecuali amalan yang karena Allah.
Kita doakan saudara-saudara kita dan memohon pada Allah. Jika melihat kesalahan maka kita katakan: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari kesalahan yang menimpa dia, dan Dia lah yang memberikan keutamaan padaku di atas kebanyakan makhluk-Nya dengan keutamaan yang besar, kita mohonkan bagi mereka hidayah dan kita melihat orang yang menyimpang itu bagaikan seorang pasien, sebagaimana kata Ibnu Taimiyah: Ahlul bidah itu bagaikan orang sakit, maka bolehkah kita memperolok orang yang sedang sakit badannya? Jika kita melihat orang yang buntung tangannya, apakah kita perolok ? Orang yang berakal tak akan melakukannya. Mereka (ahlul bidah) itu fitnahnya lebih besar, karena mereka diuji dalam agama mereka, kasihan mereka itu. Maka sayangilah dan kasihanilah dia, jangan kamu cela, jangan suka membicarakannya dan menyebarkan kesalahannya, tapi kita mohon pada Allah agar memberinya hidayah dan menyelamatkannya dari apa yang sedang menimpa dia, serta meminta perlindungan kepada Allah dari musibah ini.
[14]. Pertanyaan:
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Jazakumullahu khairan mudah-mudahan Allah memberikan kebaikan pada Anda di dunia dan akhirat, apakah point-point penting dari nasihat tadi ?
Jawaban.
Point-Point Penting Dari Nasihat Tadi Adalah:
[a]. Mengikhlaskan niat karena Allah dalam perkataan dan perbuatan.
[b]. Menambah bekal ilmu syariat serta mengetahui apa yang bermanfaat bagi kita, dan ilmu itu ada yang wajib hukumnya ada juga yang sunnat, maka kita memulai dari apa yang Allah wajibkan atas kita, kemudian baru yang sunnat.
[c]. Memperbanyak ketaatan dan istiqomah dalam ketaatan pada Allah.
[d]. Menjauhi bidah dalam perkataan dan perbuatan kita.
[e]. Mempersedikit majelis yang tidak ada manfaatnya, bahkan menjauhi majelis tersebut dan menyibukkan diri dengan ketaatan pada Allah. Setiap majelis yang mendekatkan diri kita kepada Allah, kita duduk di dalamnya, dan setiap majelis yang menjauhkan diri kita dari Allah kita jauhi. Ini adalah hal yang dapat dirasakan oleh setiap orang, terkadang kamu merasa imanmu berkurang setelah bangkit dari suatu majelis, tapi sebagian majelis lagi justru sebaliknya malah menambah keimanan. Maka duduklah di majelis seperti itu.
Demikianlah . Saya memohon pada Allah agar memberikan taufiq pada kita semua, shalawat dan salam serta barakah semoga tercurah atas Nabi shallallahu alaihi wasallam .
[Risalah ini disusun Oleh Abu Abdirrahman Abdullah Zaen (Mhs Universitas Islam Madinah) dan Abu Bakr Anas Burhanuddin dkk (Mhs Universitas Islam Madinah)]


Sumber: https://almanhaj.or.id/154-nasehat-dalam-meghadapi-ikhtilaf-di-antara-ikhwah-salafiyyin-perbedaan-hajr-dan-tahdzir.html