Oleh
Syaikh Dr.Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah
Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3]
Syaikh Dr.Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah
Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3]
[11]. Pertanyaan.
Syaikh
Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Fadhilatus Syaikh adakah
perbedaan antara hajr dan tahdzir, jika ada perbedaan, apakah setiap
orang yang kita tahdzir itu harus dihajr ?
Jawaban:
Ya, ada perbedaan, tahdzir adalah memperingatkan manusia dari kesalahan atau dari orang yang bersalah, adapun hajr yaitu memboikot (mengucilkan) seseorang untuk kemaslahatan baik itu kemaslahatan agama kamu atau kemaslahatan dakwah dan ummat, tapi tidak setiap yang kita tahdzir itu harus dihajr.
Terkadang teman kita bersalah kemudian kita tahdzir dari kesalahannya
dan tidak kita hajr, kita katakan: si fulan seorang yang baik,
mempunyai keutamaan dan ilmu, tapi dia salah dalam masalah ini . Banyak
para ulama yang mentahdzir kesalahan sebagian ulama yang lain, Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang kesalahan
sebagian ulama dalam beberapa masalah, beliau menjawab: Alim
fulan salah dalam masalah ini, tapi beliau tidak menghajr dia, tidak
juga mencelanya, tapi beliau menjelaskan kesalahannya, demikian pula
para ulama sebelum beliau ketika ditanya tentang suatu masalah, mereka
menjawab: ini salah, tapi tidak mengharuskan orang yang salah itu dihajr.
[12]. Pertanyaan.
Syaikh
Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Fadhilatus Syaikh seberapa jauh
kebenaran perkataan bahwa fulan ikhwany tapi aqidahnya salafy, atau
tablighy tapi aqidahnya salafy, jika perkataan ini benar, lantas apa
makna perkataan itu ?
Jawaban:
Ikhwanul Muslimin mempunyai penyimpangan yang banyak dalam aqidah, termasuk kesalahan
mereka yang paling besar dalam manhaj adalah menyatukan manusia (tanpa
memilah aqidah) dan kaidah mereka yang salah yaitu saling memberikan
udzur sesama kita dalam hal-hal yang diperselisihkan, dan bersatu dalam
hal-hal yang kita sepakati, ini sangat bertentangan dengan aqidah
ahlussunnah waljamaah. Jamaah Tabligh pun mempunyai banyak
kesalahan. Bagaimana mungkin bisa dikatakan fulan manhajnya tablighy
tapi aqidahnya salafy. Karena
aqidah dan manhaj ahlussunnah dua hal yang tidak bisa dipisahkan,
aqidah dan manhaj tidak mungkin dipisahkan satu sama lainnya,
tapi (jika seorang sunny) salah, kita katakan: fulan salah dalam
masalah ini tapi dia masih di atas pokok-pokok ahlussunnah, seperti
halnya kita katakan murjiah fuqoha, maknanya bahwa mereka adalah fuqoha
dan ahlul ilmi serta murjiah ahlussunnah, artinya dia ahlussunnah, tapi
dalam masalah ini dia salah, ini bisa dikatakan jika kesalahannya
bersifat juziy (cabang).
Adapun
jika fulan menyimpang dari manhaj secara keseluruhan, tidak bisa kita
katakan: dia manhajnya begini tapi aqidahnya begini, tapi kita harus
mengetahui bahwa aqidah ahlussunnah dan manhajnya tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.
[13]. Pertanyaan
Syaikh
Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Jazakumullohu khairan atas
nasihat ini, sekarang kami merasa sangat kurang dalam usaha untuk
mendamaikan antara ikhwah apalagi dalam berdoa untuk kebaikan mereka,
terutama mendoakan orang yang menyelisihi kami agar mendapatkan
hidayah, juga masalah niat, terkadang ketika menasehati, kami tidak
ikhlas karena Allah tapi karena tujuan duniawi, maka apakah nasihat
Anda pada kami, dan bagaimanakah Salaf dalam menjaga niat mereka serta
keinginan kuat mereka untuk mendoakan saudara-saudaranya ?
Jawaban:
Wajib bagi setiap muslim untuk mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam amalannya, manusia dalam setiap amalannya bertujuan untuk mewujudkan keselamatan dirinya. Sebelum
kita berusaha untuk mendamaikan dan memberikan petunjuk (hidatul
irsyad, peny.) pada manusia, kita harus berusaha menyelamatkan diri kita,
dan ini tidak bisa kita lakukan kecuali dengan mengikhlaskan niat
karena Allah semata serta menginginkan wajah Allah di setiap amalan
kita, juga merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi kita, mungkin
manusia tidak tahu niat kita karena niat itu tersembunyi, sehingga kita
bisa membohongi diri kita dan manusia dengan memperlihatkan nasihat,
padahal Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kita:
Dan
apa yang kalian perlihatkan serta sembunyikan dalam diri kalian Allah
akan hisab kalian. [Al-Baqarah: 284], maka wajib atas setiap muslim
untuk mengikhlaskan niatnya.
Kaum
Salaf sangat berkeinginan untuk memberi hidayah pada manusia, dan
bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah teladan yang
pertama dalam hal ini. Saya akan menceritakan pada kalian sebuah contoh
dari sejarah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Abdullah bin Ubay
adalah termasuk orang yang paling banyak menyakiti Nabi shallallahu
alaihi wasallam. Ketika dia mati, anaknya, yaitu Abdullah bin Abdullah
bin Ubay radhiyallahuanhu (dan dia adalah seorang sahabat) datang pada
Nabi shallallahu alaihi wasallam agar Nabi shallallahu alaihi wasallam
memohon ampun untuk ayahnya, Nabipun bergegas untuk memohonkan ampun
baginya, tapi Umar radhiyallahuanhu melarang beliau, kemudian Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Aku dilarang untuk memohonkan ampun mereka sebanyak tujuh puluh kali, maka aku akan mohon lebih dari tujuh puluh kali, kemudian turunlah ayat:
Janganlah
kalian menshalati orang yang mati dari mereka selamanya, dan jangan
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. [At-Taubah: 84] [lihat Shahih Bukhari 1/427 no. 1210 dan Shahih Muslim 4/1865 no. 2400. pent]
Lihatlah
bagaimana keinginan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, seorang
munafik yang menyakiti beliau dan menghalang-halangi dakwah beliau,
beliau katakan: Akan saya mohonkan ampunan beginya lebih dari tujuh
puluh kali, karena besarnya keinginan beliau shallallahu alaihi
wasallam untuk memberikan hidayah kepada manusia dan ini adalah
termasuk nasihat karena Allah Taala.
Wajib
atas setiap muslim untuk tidak bermaksiat terhadap Allah di bumi-Nya,
dan senang bila tidak ada penyimpangan di muka bumi dan tidak boleh
gembira dengan penyimpangan orang lain. Karena jika kita cinta kepada
Allah, tentu senang jika Allah dita'ati dan tidak dimaksiati, dan ini
pada setiap orang, ketika kamu cinta pada seseorang, tentu kamu tidak
senang jika dia berbuat maksiat dan dibicarakan kejelekannya, tapi jika
kita senang dengan kesalahan orang lain maka ini bukan nasihat karena
Allah, karena seorang mukmin senang jika Allah ditaati dan tidak
dimaksiati, sampai orang Yahudi dan Nasrani pun kita senang jika mereka
beriman.
Karena
itu kita harus tamak untuk memberi hidayah kepada manusia, lebih-lebih
pada ikhwah kita. Oleh karena itu Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz
rahimahullah berkata pada ayahnya: Wahai ayahku, saya senang jika saya dan ayah dimasak dalam kuali yang mendidih di jalan Allah,
artinya keduanya dimasukkan dalam kuali yang penuh minyak atau air yang
mendidih sehingga badan mereka pun hancur di jalan Allah, dan ini
adalah nasihat karena Allah. Demikianlah kewajiban setiap muslim untuk
mengikhlaskan amalannya karena Allah.
Termasuk
dari contoh kekuatan nasihat dan ikhlas pada sejarah Salaf, apa yang
terjadi pada Ali radhiyallahuanhu dalam perang tanding sebelum
dimulainya peperangan, beliau mengalahkan lawannya dan menjatuhkannya
ke tanah, ketika beliau hendak memukulnya dan membunuhnya dengan
pedang, orang itu meludahi muka beliau, maka beliau pun tidak jadi
membunuhnya, lantas ditanya mengapa anda tidak membunuhnya. Jawab
beliau: Tadinya
saya ingin membunuhnya karena Allah, tapi orang itu meludahi saya,
sehingga saya pun marah, saya takut jika saya membunuhnya karena
kepentingan pribadi (bukan karena Allah), lihat bagaimana salaf menahan diri, ini adalah taufik dari Allah yang tidak akan didapatkan kecuali dengan muroqobah
(merasa diawasi oleh) Allah sehingga bisa menahan diri dengan baik. Ini
semua berasal dari kekuatan ikhlas karena Allah. Ketika Allah tahu
kejujuran niat dan keikhlasannya, Allah pun melindunginya dari segala
sesuatu.
Maka
dari itu sangat sulit bagi seseorang untuk mengambil sikap dan
menghadirkan niatnya dalam keadaan seperti ini. Lihatlah ! Beliau tidak
senang untuk membunuh orang kafir itu setelah beliau mampu
mengalahkannya padahal beliau dalam keadaan jihad. Salah seorang dari
kita bisa saja untuk mengatakan: saya membunuh karena Allah, padahal
pada dirinya ada niat lain yang tersembunyi, dia membunuhnya kerena
kepentingan pribadi. Maka merupakan keharusan bagi kita untuk
mengikhlaskan niat karena Allah serta mendoakan saudara-saudara kita,
dan memohonkan bagi mereka hidayah, di waktu kita shalat malam dan pada
waktu-waktu dikabulkannya doa, juga menjadikan maksud kita setiap
berbicara dan berbuat hanya karena Allah semata, kita ikhlas ketika
berbicara, ikhlas ketika diam, ikhlas ketika uzlah (mengasingkan diri),
sehingga dalam keadaan bagaimanapun kamu dalam kebaikan yang agung
(besar). Adapun jika kita kehilangan niat ikhlas mudah-mudahan Alah
melindungi kita darinya-, walaupun kita berbicara haq, memberi nasihat
dan Allah damaikan dengan sebab kita, serta terwujud kebaikan,
sementara orang-orang memuji kita, maka amalan kita akan sia-sia,
karena tidak terpenuhi niat yang ikhlas. Kita ambil pelajaran dari
sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya
pada hari kiamat nanti Allah turun pada hamba-Nya untuk memutuskan, dan
seluruh manusia berlutut, orang yang pertama kali dipanggil adalah
orang yang membaca Al-Quran, orang yang berperang di jalan Allah, dan
orang yang mempunyai banyak harta. Allah berfirman kepada pembaca
Al-Quran: bukankan Aku telah ajarkan padamu apa yang Aku turunkan pada
Rasul-Ku? Jawab orang itu: benar ya Robbi, firman-Nya: apa yang kamu
amalkan? Orang itu menjawab: saya membacanya siang malam, firman-Nya:
Bohong.!! Kata malaikat: Kamu bohong!! firman-Nya: Kamu membacanya
karena ingin disebut qori, dan telah dikatakan padamu. Kemudian
didatangkan orang yang mempunyai banyak harta, Allah berfirman padanya:
Bukankan Aku telah meluaskan rizkimu sehingga kamu tidak butuh pada
seorangpun? Jawabnya: benar ya Robbi, Firman-Nya : Lantas apa yang kamu
amalkan dengan pemberianku itu?, Jawabnya: Dulu saya menyambung
silaturahmi dan bersedekah, Firman-Nya: Kamu bohong!!, Kata malaikat:
Kamu bohong!! Firman-Nya: kamu berinfaq karena ingin disebut dermawan
dan telah dikatakan padamu. Kemudian didatangkan orang yang terbunuh di
jalan Allah, Allah berfirman padanya: Apa yang kamu perangi?, Jawabnya:
Saya diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu, saya pun berperang
hingga terbunuh, firman-Nya: Kamu bohong!! Kata malaikat: Kamu bohong!!
Firman-Nya: Kamu berperang karena ingin disebut pemberani dan telah
dikatakan padamu. Berkata Abu Hurairah radhiyallahuanhu : Kemudian
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memukul lututnya seraya bersabda: Tiga orang ini adalah makhluk yang neraka disulut pertama kali untuk mereka.
Yang perlu kita garis bawahi adalah sabda beliau shallallahu alaihi wasallam waqad qiila
ini menunjukkan bahwa kebanyakan yang dikatakan di dunia sebagai alim
atau dermawan atau pemberani tidak menginginkan wajah Allah, kita takut
atas diri kita, terkadang orang mengatakan tentang kita: fulan alim,
atau fulan ahlussunnah, dan Allah tahu hati kita, maka kita wajib untuk
menyadari dalam keadaan ini, karena jika niat dimasuki riya akan
dikatakan pada kita di hadapan seluruh makhluk (pada hari kiamat): Kamu
berbuat itu karena ingin dikatakan begini dan sudah dikatakan begitu
(di dunia), sehingga kita pun dilempar ke neraka, ini perkara yang
sangat berbahaya. Hendaklah seorang insan memohon pada Allah keikhlasan
dalam perkataan dan perbuatan dia di setiap waktu, tidak ada seorang
manusia pun kecuali dia lemah, tapi apabila Allah mengetahui kekuatan
ikhlas, kesungguhan dan kesabaran seorang hamba, maka Allah akan
memberinya taufiq, sebagaimana dalam hadits:
“Artinya : Senantiasa seorang hamba bertaqorrub kepada-Ku dengan nawafil (amalan-amalan sunnat) sehingga Aku mencintainya. [Hadits iwayat Bukhari 5/2384 no. 6137. Pent]
Dan sebagai pelindung bagi kita dari hal itu adalah dengan memperbanyak amal shalih dan ketaatan, jangan sampai kita disibukkan oleh ilmu dan melupakan amal,
karena ilmu itu sarana untuk beramal. Jika kita disibukkan oleh ilmu
dan melupakan amal, maka ilmu kita itu tidak bermanfaat. Berkata Ali
bin Abi Thalib radhiyallahuanhu:
Hubungilah ilmu dengan amal, jika dia menjawab (maka kebaikan untuknya) dan jika tidak, maka ilmu itu akan pergi.
Ketika
kamu semakin istiqamah dalam ketaatan pada Allah, maka Allah akan
melindungimu dari fitnah, jika kamu menjaga shalat, dzikir-dzikir dan
amalan baik, (Allah akan melindungimu) ketika fitnah melanda manusia,
dan kamu mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah. Bukankah Allah
berfirman dalam hadits qudsi: Jika
seorang hamba senantiasa bertaqorrub pada-Ku sehingga Aku mencintainya,
maka Aku pendengarannya yang dia mendengar dengannya, pandangannya yang
dia melihat dengannya, tangannya yang dia memukul dengannya, dan
kakinya yang dia berjalan dengannya. Mengapa? Karena Allah melindunginya, maka setiap orang yang ingin selamat dari fitnah hendaklah memperbanyak ketaatan dan ibadah, inilah yang bermanfaat.
Demi
Allah !! Ilmu saja tidak akan bermanfaat. Bisa saja kamu orang yang
paling alim tapi kamu terfitnah dalam agamamu karena kamu tidak bisa
mengambil manfaat kecuali dengan ilmu dan fiqih dalam agama serta
istiqomah dalam ketaatan. Karena itu jika kalian perhatikan, siapakah
yang selamat ketika fitnah melanda ummat dan manusia? Ulamalah yang
selamat, tapi apakah mereka selamat karena ilmu saja ? Tidak, mereka
selamat karena mereka ahlul ibadah, Allah melindungi mereka karena
ibadah, dan berjatuhanlah dalam fitnah itu para ulama-ulama suu (jelek)
dan orang-orang yang berbuat karena riya, kita berlindung kepada Allah
dari hal ini, karena seseorang terkadang menjadi hina disebabkan
amalannya. Inilah kewajiban yang harus dilakukan oleh penuntut ilmu,
untuk sungguh-sungguh melakukan ishlah, tapi
sebelumnya kita harus memperbaiki diri kita, apakah kita akan
mengishlah manusia sementara diri kita sakit, akankah kita memperbaiki
rumah orang sementara rumah kita roboh ?
Kita
perbaiki hati dan amalan kita serta selalu merasa diawasi oleh Allah,
sibukkanlah diri kita dengan hal yang mendekatkan kita pada Allah,
perkara itu sungguh besar, sungguh berbahaya, karena kita akan datang
nanti untuk dihisab, Allah akan menghisab setiap orang apa yang ada
pada dirinya Pada hari diperlihatkan seluruh rahasia [At-Thoriq: 9].
Akan diperlihatkan pada kita catatan amalan kita yang bagaikan gunung,
kemudian dihadapkan amalan itu kepada Allah kemudian dikatakan ini
(amalan) karena Allah dan ini (amalan) karena selain Allah dan tidak
tersisa (dari amalan) kecuali amalan yang karena Allah.
Kita
doakan saudara-saudara kita dan memohon pada Allah. Jika melihat
kesalahan maka kita katakan: Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkanku dari kesalahan yang menimpa dia, dan Dia lah yang
memberikan keutamaan padaku di atas kebanyakan makhluk-Nya dengan
keutamaan yang besar, kita mohonkan bagi mereka hidayah dan kita
melihat orang yang menyimpang itu bagaikan seorang pasien, sebagaimana
kata Ibnu Taimiyah: Ahlul bidah itu bagaikan orang sakit, maka bolehkah kita memperolok orang yang sedang sakit badannya?
Jika kita melihat orang yang buntung tangannya, apakah kita perolok ?
Orang yang berakal tak akan melakukannya. Mereka (ahlul bidah) itu
fitnahnya lebih besar, karena mereka diuji dalam agama mereka, kasihan
mereka itu. Maka sayangilah dan kasihanilah dia, jangan kamu cela,
jangan suka membicarakannya dan menyebarkan kesalahannya, tapi kita
mohon pada Allah agar memberinya hidayah dan menyelamatkannya dari apa
yang sedang menimpa dia, serta meminta perlindungan kepada Allah dari
musibah ini.
[14]. Pertanyaan:
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Jazakumullahu khairan mudah-mudahan Allah memberikan kebaikan pada Anda di dunia dan akhirat, apakah point-point penting dari nasihat tadi ?
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Jazakumullahu khairan mudah-mudahan Allah memberikan kebaikan pada Anda di dunia dan akhirat, apakah point-point penting dari nasihat tadi ?
Jawaban.
Point-Point Penting Dari Nasihat Tadi Adalah:
Point-Point Penting Dari Nasihat Tadi Adalah:
[a]. Mengikhlaskan niat karena Allah dalam perkataan dan perbuatan.
[b]. Menambah bekal ilmu syariat serta mengetahui apa yang bermanfaat bagi kita, dan ilmu itu ada yang wajib hukumnya ada juga yang sunnat, maka kita memulai dari apa yang Allah wajibkan atas kita, kemudian baru yang sunnat.
[c]. Memperbanyak ketaatan dan istiqomah dalam ketaatan pada Allah.
[d]. Menjauhi bidah dalam perkataan dan perbuatan kita.
[e]. Mempersedikit majelis yang tidak ada manfaatnya, bahkan menjauhi majelis tersebut dan menyibukkan diri dengan ketaatan pada Allah. Setiap majelis yang mendekatkan diri kita kepada Allah, kita duduk di dalamnya, dan setiap majelis yang menjauhkan diri kita dari Allah kita jauhi. Ini adalah hal yang dapat dirasakan oleh setiap orang, terkadang kamu merasa imanmu berkurang setelah bangkit dari suatu majelis, tapi sebagian majelis lagi justru sebaliknya malah menambah keimanan. Maka duduklah di majelis seperti itu.
[b]. Menambah bekal ilmu syariat serta mengetahui apa yang bermanfaat bagi kita, dan ilmu itu ada yang wajib hukumnya ada juga yang sunnat, maka kita memulai dari apa yang Allah wajibkan atas kita, kemudian baru yang sunnat.
[c]. Memperbanyak ketaatan dan istiqomah dalam ketaatan pada Allah.
[d]. Menjauhi bidah dalam perkataan dan perbuatan kita.
[e]. Mempersedikit majelis yang tidak ada manfaatnya, bahkan menjauhi majelis tersebut dan menyibukkan diri dengan ketaatan pada Allah. Setiap majelis yang mendekatkan diri kita kepada Allah, kita duduk di dalamnya, dan setiap majelis yang menjauhkan diri kita dari Allah kita jauhi. Ini adalah hal yang dapat dirasakan oleh setiap orang, terkadang kamu merasa imanmu berkurang setelah bangkit dari suatu majelis, tapi sebagian majelis lagi justru sebaliknya malah menambah keimanan. Maka duduklah di majelis seperti itu.
Demikianlah
. Saya memohon pada Allah agar memberikan taufiq pada kita semua,
shalawat dan salam serta barakah semoga tercurah atas Nabi shallallahu
alaihi wasallam .
[Risalah
ini disusun Oleh Abu Abdirrahman Abdullah Zaen (Mhs Universitas Islam
Madinah) dan Abu Bakr Anas Burhanuddin dkk (Mhs Universitas Islam
Madinah)]
Sumber: https://almanhaj.or.id/154-nasehat-dalam-meghadapi-ikhtilaf-di-antara-ikhwah-salafiyyin-perbedaan-hajr-dan-tahdzir.html