Islam Pedoman Hidup: Semesta disembah, Agama Ditolak : Fenomena Spiritual Zaman Now

Minggu, 05 Oktober 2025

Semesta disembah, Agama Ditolak : Fenomena Spiritual Zaman Now



Bayangkan, Anda membuka YouTube lalu menemukan puluhan konten yang berbicara tentang jiwa terpilih,  semesta, vibrasi positif, atau jalan spiritual. Kata-katanya terdengar indah, musiknya menenangkan,  seolah-olah inilah kebenaran yang selama ini dicari manusia. 

Tapi di balik kata-kata manis itu, banyak orang akhirnya berujung kecewa dan frustrasi, karena janji-janji “keajaiban semesta” tidak pernah terwujud. Lebih dari itu, jangan lupa: spiritualisme modern juga telah menjadi bisnis besar. Buku-buku laris, seminar jutaan rupiah, dan kursus meditasi berbayar membuktikan bahwa “jalan spiritual” ini seringkali lebih mirip industri ketimbang jalan kebenaran.

Inilah fenomena spiritualisme modern. Ia mengajarkan bahwa manusia bisa damai tanpa agama, bisa bahagia tanpa Tuhan, dan bisa mencapai pencerahan hanya dengan menyatu dengan “energi semesta.” Kedengarannya indah, tapi sangat bertentangan dengan jalan yang Allah tunjukkan kepada kita: 

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153).

Kali ini kita akan bahas bersama: apa sebenarnya spiritualisme itu, dari mana asalnya, siapa tokoh-tokohnya, konsep apa saja yang mereka sebarkan, dan yang terpenting, mengapa umat Islam tidak boleh terkecoh dengan janji-janji manis mereka.

1 – Sejarah Singkat Spiritualisme

Spiritualisme yang marak hari ini bukanlah hal baru. Mulai abad ke-19 di Eropa sudah muncul yang disebut spiritisme—yakni keyakinan bisa berhubungan dengan arwah orang mati melalui seorang medium (Allan Kardec, The Spirits’ Book, 1857). Dari sinilah banyak orang Barat mulai terpesona dengan dunia gaib, energi, dan komunikasi dengan alam lain.

Beberapa dekade kemudian, muncul tokoh bernama Helena Blavatsky, pendiri Theosophical Society. Ia mencampur ajaran Hindu dan Buddha dengan okultisme Barat, lalu menulis buku The Secret Doctrine (1888). Dari sinilah istilah “ilmu rahasia kuno” dan “kebijaksanaan timur” mulai dipopulerkan.

Memasuki abad ke-20, terutama tahun 1960-an ke atas, gerakan ini berkembang menjadi New Age Movement: sebuah tren yang mencampur mistik Timur, filsafat Barat, dan istilah ilmiah seperti energi atau vibrasi (Wouter Hanegraaff, New Age Religion and Western Culture, 1996). Gerakan ini menolak agama formal, tapi menjual konsep spiritual universal.

Singkatnya, spiritualisme modern adalah produk campuran—mistik, filsafat, dan pseudo-sains—yang mengaku memberi ketenangan batin, tapi sebenarnya menolak wahyu dan menyingkirkan Tuhan yang berhak disembah.

2 – Tokoh-Tokoh Utama Spiritualisme Modern

Spiritualisme modern dipopulerkan oleh sejumlah tokoh yang bukan nabi, bukan ulama, dan bukan orang yang membawa wahyu. Mereka hanyalah penulis buku, motivator, atau guru meditasi, tapi perkataannya dianggap “wahyu baru” oleh banyak pengikut.

• Deepak Chopra – seorang dokter India yang menggabungkan pengobatan tradisional Ayurveda dengan istilah kuantum. Bukunya Quantum Healing (1989) menjadi pintu masuk ajarannya tentang “penyembuhan energi.”

• Eckhart Tolle – penulis The Power of Now (1997), yang mengajarkan bahwa pencerahan datang hanya dengan hidup di saat ini. Tidak ada dosa, tidak ada akhirat—cukup kesadaran diri.

• Rhonda Byrne – lewat bukunya The Secret (2006), ia mempopulerkan Law of Attraction: pikiran positif bisa menarik kekayaan, cinta, bahkan kesuksesan.

• Osho Rajneesh – guru dari India yang mengajarkan meditasi bercampur kebebasan total, bahkan menghalalkan seks bebas. Ia menulis The Book of Secrets (1974).

• Paulo Coelho – novelis asal Brasil. Dalam The Alchemist (1988), ia menanamkan ide tentang “jiwa dunia” dan takdir semesta.

Tokoh-tokoh ini dipuja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Banyak motivator dan YouTuber mengutip kata-kata mereka lalu mengemasnya dengan istilah “spiritual universal.”

3 – Konsep-Konsep Kunci dalam Spiritualisme

Ada beberapa istilah yang selalu diulang-ulang oleh kaum spiritualis modern. Kata-katanya terdengar indah, tapi sesungguhnya kosong dan menyesatkan.

Pertama, “Tuhan adalah energi semesta.” Mereka mengatakan Tuhan bukan pribadi, melainkan energi yang menyebar di alam. Konsep ini sering muncul dalam literatur New Age (New Age Religion and Western Culture, Hanegraaff, 1996). 

Kedua, “Jiwa terpilih.” Mereka menyebut ada indigo child atau starseed—jiwa istimewa yang sejak lahir lebih tinggi dari manusia biasa (Nancy Ann Tappe, Understanding Your Life Through Color, 1982). 

Ketiga, “Law of Attraction.” Menurut Rhonda Byrne dalam The Secret (2006), semesta akan memberikan apapun yang kita pikirkan, baik kaya, cinta, atau kesuksesan. 

Keempat, “Meditasi dan vibrasi.” Spiritualisme modern mengajarkan bahwa dengan duduk diam, menarik napas, dan “naik vibrasi,” dosa akan hilang dan jiwa tercerahkan. 

Singkatnya, konsep-konsep ini hanyalah jalan untuk menghapus syariat dan menggeser posisi Allah menjadi “semesta.”

4 – Mengapa Spiritualisme Menarik Banyak Orang

Kalau kita jujur, banyak orang tertarik pada spiritualisme modern karena ia menawarkan jalan pintas.

Jalan Pertama, janji ketenangan tanpa aturan. Mereka bilang, tidak perlu agama yang “ribet,” cukup meditasi atau afirmasi, maka hati akan tenang. 

Jalan Kedua, bahasa yang manis dan mudah diterima. Kata-kata seperti energi positif, vibrasi tinggi, pencerahan batin terdengar keren. Tapi ini hanya permainan istilah. 

Jalan Ketiga, menjual ilusi kontrol. Konsep Law of Attraction membuat orang merasa bisa mengatur semesta dengan pikirannya. 

Jalan Keempat, dibungkus sains semu. Banyak tokoh spiritual memakai istilah “energi kuantum” atau “vibrasi kosmik.” Padahal ilmuwan sendiri tidak pernah menjadikan itu sebagai sains yang sahih. Ini sekadar topeng agar tampak modern.

Jalan Kelima, ada peluang bisnis besar. Buku-buku laris, seminar spiritual jutaan rupiah, kursus meditasi online—semuanya menghasilkan uang. Maka spiritualisme jadi komoditas, bukan ibadah. 

Singkatnya, spiritualisme menarik karena ia manis, mudah, dan menjanjikan banyak hal. Tapi justru karena itulah ia berbahaya: ia menjauhkan manusia dari Allah, dari syariat, dan dari kehidupan akhirat.

5 – Konsekuensi Berbahaya Spiritualisme

Meski terdengar manis, spiritualisme modern sejatinya menyimpan banyak bahaya besar. Di antaranya yaitu:

Bahaya Pertama, menghapus konsep dosa dan pahala.

Mereka katakan, tidak ada yang benar atau salah, semua hanya “pengalaman jiwa.” Padahal Allah jelas membedakan kebenaran dan kebatilan: “Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir...” (QS. Al-Kahfi: 29). 

Tanpa Konsep dosa dan pahala, maka manusia bebas berbuat apa saja tanpa takut konsekuensi akhirat.

Bahaya Kedua, membuka pintu syirik dan perdukunan.

Dari meditasi energi sampai pemanggilan arwah, semua dikemas dengan nama “spiritual.” Padahal Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa mendatangi dukun atau tukang ramal lalu membenarkan perkataannya, maka ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Ahmad no. 9532, Abu Dawud no. 3904). 

Spiritualisme modern sejatinya sering menjadi kedok syirik.

Bahaya Ketiga, menolak agama formal.

Mereka menganggap agama hanyalah penjara aturan. Yang penting adalah “spiritual universal.” Padahal Allah menegaskan: “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). 

Mereka Menolak agama tapi tetap mengaku mencari Tuhan adalah kontradiksi yang nyata.

Bahaya Keempat, menjadikan manusia pusat semesta.

Spiritualisme membuat manusia merasa bisa mengatur hidup dengan pikirannya, seolah-olah tidak perlu berserah diri kepada Allah. Padahal Allah berfirman: “Dan tidaklah kamu menghendaki sesuatu kecuali Allah Tuhan semesta alam menghendakinya.” (QS. At-Takwir: 29). 

Maka Ini jelas, spiritualisme menjadikan fikiran dan hawa nafsu manusia sebagai sesembahan baru.

Bahaya Kelima, melahirkan kekecewaan dan frustasi.

Banyak orang yang mengikuti Law of Attraction atau meditasi vibrasi, tapi kenyataan hidupnya tetap penuh masalah. Akhirnya mereka kecewa, merasa gagal, bahkan bisa putus asa. 

6 – Perbandingan dengan Ruhani Islam

Kalau kita bandingkan, spiritualisme modern dan ruhani dalam Islam berbeda bagaikan langit dan bumi.

Perbedaan 1, Sumber Ajaran

• Spiritualisme: hanya bersandar pada filsafat, intuisi, atau buku motivasi.

• Islam: bersumber pada wahyu yang terjaga, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Allah berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89).

Perbedaan 2, Tujuan Hidup

• Spiritualisme: mengejar self-fulfillment—kebahagiaan pribadi, kesuksesan materi, atau ketenangan batin sementara.

• Islam: hidup untuk beribadah kepada Allah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Perbedaan 3, Konsep Pencerahan

• Spiritualisme: dicapai lewat meditasi, afirmasi, atau vibrasi.

• Islam: pencerahan sejati adalah hidayah dari Allah. “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah: 269).

Perbedaan 4, Konsep Dosa dan Pahala

• Spiritualisme: tidak ada dosa-pahala, semua hanyalah pengalaman jiwa.

• Islam: setiap amal ada balasannya.

Perbedaan 5, Kedudukan Manusia

• Spiritualisme: ada yang disebut jiwa terpilih—indigo, starseed, anak bintang.

• Islam: semua manusia sama, yang membedakan hanya takwa. 

Perbedaan 6, Relasi dengan Sains

• Spiritualisme: sering menyalahgunakan istilah sains—energi, kuantum, vibrasi—padahal tidak ada dasar ilmiahnya.

• Islam: sains adalah ayat kauniyah Allah, tetapi dasar agama tetap wahyu. Tidak perlu pseudo-sains untuk menguatkan iman.

Perbandingan ini menunjukkan bahwa spiritualisme hanyalah jalan semu, sementara Islam memberikan ruhani yang sejati, lurus, dan terikat dengan wahyu.

7 – Bantahan Syubhat Spiritualisme

Berikut adalah subhat-suhbat Spiritualisme dan bantahannya:

Subhat 1: “Tuhan itu energi semesta.” Mereka berkata, Tuhan bukan pribadi, tapi energi yang menyebar di alam.

• Bantahan: Energi itu berubah, bisa bertambah dan berkurang, padahal Allah Maha Sempurna dan tidak berubah. Allah berfirman: “Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1–4). Menyamakan Allah dengan energi sama saja merendahkan Sang Pencipta menjadi ciptaan-Nya.

Subhat 2: “Agama sumber konflik, spiritualitas itu damai.” Mereka menganggap agama penyebab perang dan perpecahan.

• Bantahan: Justru Islam datang sebagai rahmat: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Kalau agama sumber konflik, mengapa perang terbesar—Perang Dunia I dan II—terjadi karena ideologi sekuler, bukan agama?

Subhat 3: “Ada jiwa terpilih: indigo, starseed, anak bintang.” Mereka percaya ada manusia lebih mulia sejak lahir.

• Bantahan: Islam menolak kasta jiwa. Allah berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13). Jadi bukan garis lahir yang menentukan, melainkan takwa.

Subhat 4: “Law of Attraction: pikiran positif menarik realita.” Mereka percaya semesta akan memberi sesuai apa yang kita pikirkan. Kalau pikirkan kaya, datanglah kekayaan. Kalau pikirkan cinta, datanglah pasangan.

Bantahan 1: Pertama, logikanya sendiri sudah bermasalah. Bagaimana kalau ada dua orang berpikir yang bertentangan? Satu berdoa agar hujan turun, sementara yang lain ingin langit cerah. Mana yang akan “dituruti semesta”? Bukankah itu kontradiksi, dan mustahil semesta mengabulkan dua keinginan yang saling berlawanan sekaligus?

Bantahan 2: Islam mengajarkan bahwa semua terjadi dengan takdir Allah, bukan karena pikiran manusia. Nabi ﷺ bersabda: “Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu...” (HR. Tirmidzi no. 2516).

Jadi Realita tidak tunduk pada pikiran manusia, tapi pada kehendak Allah.

Subhat 5: “Semua agama sama, menuju Tuhan yang satu.”

Mereka mengatakan tidak perlu memilih agama tertentu.

• Bantahan: Allah berfirman: “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). Kalau semua agama sama, untuk apa Allah mengutus nabi-nabi dengan risalah tauhid yang jelas?

Subhat 6: “Tidak ada dosa dan pahala, semua hanya pengalaman.” Mereka menolak konsep halal-haram.

• Bantahan: Allah berfirman: “Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS. Az-Zalzalah: 7–8). Menolak dosa-pahala sama saja menolak keadilan Allah.

Subhat 7: “Meditasi membawa pencerahan batin.” Mereka meyakini cukup duduk diam untuk mencapai pencerahan.

• Bantahan: Allah sudah menunjukkan jalan ketenangan: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Meditasi mungkin membuat tubuh rileks, tapi ketenangan sejati hanya dengan dzikir.

Subhat 8: “Spiritual lebih tinggi daripada syariat.” Mereka menganggap aturan agama hanyalah tahap awal.

• Bantahan: Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan kami (yaitu perkara agama) yang bukan darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718). Ruhani tanpa syariat hanyalah tipuan hawa nafsu.

Subhat 9: “Manusia bisa berhubungan dengan arwah orang mati.” Sejak zaman spiritisme, ada keyakinan bahwa arwah orang mati bisa dipanggil dan diajak bicara melalui medium atau perantara. Inilah dasar awal banyak ajaran spiritualisme Barat.

• Bantahan: Dalam Islam, arwah orang mati berada di alam barzakh, terpisah dari manusia yang hidup. Tidak ada satu pun manusia yang bisa memanggil atau berhubungan dengan ruh setelah ia wafat. Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian dikuburkan, datanglah kepadanya dua malaikat... lalu ia ditanya...” (HR. Bukhari no. 1338, Muslim no. 2870).

Hadis ini menunjukkan bahwa ruh berada dalam urusan Allah di alam barzakh, bukan kembali ke dunia untuk diajak bicara. Apa yang disebut komunikasi dengan arwah sebenarnya hanyalah tipuan jin yang menyerupai suara atau rupa orang mati. 

Keyakinan bisa berhubungan dengan arwah inilah yang menjadi akar kesesatan spiritisme dan terus diwarisi oleh spiritualisme modern dengan istilah baru.

Jadi, semua subhat spiritualisme runtuh ketika dibandingkan dengan dalil Qur’an dan Sunnah. Yang mereka sebut spiritual hanyalah bayangan semu, sementara ruhani Islam berdiri di atas kebenaran wahyu.

8 – Pelajaran untuk Umat Islam

Dari semua pembahasan tadi, ada beberapa pelajaran penting yang harus kita pegang agar tidak terkecoh oleh spiritualisme modern.

Pelajaran Pertama, jangan mudah terpesona dengan istilah indah.

Kalimat seperti energi semesta, vibrasi positif, pencerahan batin terdengar keren, tapi tanpa wahyu, semua itu kosong. Nabi ﷺ sudah mengingatkan: “Sesungguhnya sebagian perkataan itu ada yang mengandung sihir.” (HR. Bukhari no. 5767, Muslim no. 869). Ucapan indah bisa jadi sihir yang menipu.

Pelajaran Kedua, ruhani Islam jauh lebih tinggi.

Ketenangan sejati ada dalam dzikir, doa, dan ibadah. Allah berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Tidak ada meditasi atau afirmasi yang bisa menandingi cahaya hidayah dari Allah.

Pelajaran Ketiga, jangan pisahkan ruhani dari syariat.

Spiritualisme modern ingin ruhani tanpa aturan. Padahal ruhani Islam dibangun di atas syariat. Ibadah shalat, puasa, zakat, dan doa adalah jalan menuju jiwa yang tenang. Dalam Qur'an disebutkan: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai.” (QS. Al-Fajr: 27–28).

Pelajaran Keempat, jauhi jalan pintas yang menjual janji manis.

Spiritualisme menawarkan “damai tanpa agama,” padahal itu jebakan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara; kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya: Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Malik no. 1594, hasan). Selama berpegang pada Qur’an dan Sunnah, kita aman dari tipuan spiritual palsu.

Jadi, pelajaran besarnya: jangan cari ketenangan di luar wahyu, karena ruh manusia hanya akan tenteram dengan Allah.

Maka waspadalah. Jangan biarkan istilah manis menipu kita. Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, di situlah ruhani yang sejati. Karena ruh yang tenang bukanlah ruh yang menyatu dengan semesta, melainkan ruh yang kembali kepada Allah dalam keadaan ridha dan diridhai. 

-----------------------------

Naskah video: https://youtu.be/eGACY-z5bGg

Ciwidey, Bandung: Minggu, 5 Oktober 2025.