Fadhilatusy-Syaikh Masyhur Hasan Salman ditanya mengenai pendapatnya tentang Sayyid Qutb sebagaimana bisa dijumpai dalam website pribadi beliau http://almenhaj.net/makal.php?linkid=388.
Beliau hafidzahullah menjawab
: Terdapat dua kesalahan pembicaraan mengenai Sayyid Qutb, dan ucapan
ini adalah ibadah. Dan saya (meniatkan) ibadah dalam apa yang akan saya
katakan. Sungguh telah salah orang yang mengkafirkan Sayyid Qutb dengan
menginteraksinya yakni dengan membawa ungkapan-ungkapan beliau yang
(sebenarnya) tidak merusak keadaan beliau. Dan sebuah buku berisikan
pengkafiran Sayyid Qutb, maka ini adalah bentuk kedzaliman terhadap
beliau. Dan diantara kedzaliman terhadapnya adalah membawa
lafadz-lafadz Sayyid Qutb padahal sesungguhnya tidak menciderai keadaan
beliau. Bahkan dari kedzaliman juga terhadap Sayyid Qutb dengan
menginteraksi dan menghukumi lafadz-lafadz serta ungkapan Sayyid dengan
ungkapan serta istilah-istilah para ulama (definisi keilmuan syariat).
Hanya saja seharusnya kita menghukuminya dengan ungkapan dan istilah
kesusasteraan. Disanalah ada dua perbedaan besar antara dua hal.
Sayyid Qutb dalam bukunya berkata tentang Rabb kita ‘azza wa jalla dengan ungkapan “Risyatul Kauni Al-Mubdi’ah” (Pena yang mencipta alam semesta). Dan berkata juga tentang Rabb kita dengan ungkapan “Muhandisul Kauni Al-A’dzom”(Arsitek
alam yang maha agung). Maka engkau lihat bagaimana Sayyid Qutb
mensifati Allah dengan “Pena yang mencipta”. Apakah Sayyid
berkeyakinan bahwa Allah itu pena? Dan apakah Allah itu seorang arsitek
yang disisinya ada peralatan teknik? Tentu tidak.
Maka
siapa yang mengkafirkan Sayyid Qutb karena menurut persangkaannya
Sayyid itu mengatakan bahwa Allah adalah pena, ini adalah kedzaliman
terhadapnya. Oleh karenanya siapa yang mengkafirkan Sayyid Qutb berarti
dia menghukumi ungkapan-ungkapannya dengan istilah para ulama. Sayyid
Qutb adalah seorang sustrawan dan bukan ulama. Dan pemahaman akan hal
seperti ini cukup melegakan kita. Dan kami menyingkatnya dari
pembahasan yang panjang serta luas. Dan (yang seperti diatas) ini
bagian dengki dalam mendudukkan Sayyid Qutb
Dan
menurut kami ada bagian lain dari anggapan terhadap Sayyid dengan
ucapan yang diharamkan. Dan amat celaka bagi yang berbicara tentangnya,
dengan berkata : Sayyid melakukan demikian dan
demikian……Kami katakan, “Apa yang telah
dilakukannya adalah bagi dirinya!?”. Dan kami memohon kepada
Allah agar menerimanya dan Allah lah yang maha luas bijaknya dari
seluruh hakim.
Akan
tetapi yang penting adalah apa yang dia telah tulis dan segala
sesuatunya selayaknya diluruskan. Dan kewajiban terhadap pelurusan ini
dapat ditemui pada saudara nya yakni Al-Ustadz Muhammad Qutb. Beliau
telah mencetak buku-buku saudaranya (Sayyid Qutb) dan dalam
catatan-catatan kakinya dia berikan komentar-komentar akan penjelasan
kesalahan-kesalahan Sayyid Qutb. Dan juga dijelaskan bahwa maksud
Sayyid bukan demikian dan demikian. Maka sekarang kami lega dari
extrimnya para kaum kafir dan dari takwilnya para pentakwil yang tidak
mau (jujur) berkata bahwa Sayyid Qutb telah tersalah dalam perkataannya.
Dan
saya memandang bahwa hal seperti ini adalah hal yang wajib, meskipun
para ulama telah menulis kesalahan-kesalahan Sayyid Qutb,kitab - kitab
beliau masih tersebar dan tidak sampai pelurusan-pelurusan yang
disampaikan ahli ilmu. Diantaranya seperti apa yang ditulis Asy-Syaikh
Rabi’ dan selainnya dengan bahasa ilmu (syariat) serta kritikan
para ulama tidak sampai (dimengerti) semua orang, terutama bagi para
pengagum Sayyid Qutb.
Sayyid
Qutb menulis (kitab-kitabnya) dengan perasaannya, dan menulis dengan
kiasan, dan menulis dengan ungkapan-ungkapan sastra sehingga (tentu)
terdapat hal-hal yang berlawanan dengan bahasa ulama (definis syariat).
Kita berbicara dalam (bahasan) tauhid, bahwa Sayyid Qutb mengingkari
bahwa Allah ber-istiwa (bersemayam) diatas Arsy-nya. Dimana Sayyid berkata istiwa dengan makna istawlaa (menguasai).
Dan ini adalah kesalahan besar. Bahkan dia ingkari dengan takwilnya.
Juga dapat ditemui dalam kitab Sayyid Qutb ungkapan-ungkapan keras
mengenai sahabat (Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam) terkhusus Amr bin Ash dan Muawiyah, misalnya dalam “Kutub Syakhshiat” (hal
242) berkata : “Tatkala Muawiyah dan sahabatnya cenderung kepada
kedustaan, kecurangan, bertipu muslihat, nifaq, suap, jual beli darah,
(maka) Ali tidaklah memiliki kemampuan sampai pada tingkatan terendah
seperti ini”. Ini adalah ungkapan yang berbahaya sekali terhadap
sahabat Rasulillah shalalllahu ‘alaihi wasalam dan
tidak akan mengatakannya orang yang paham tentang aqidah serta
mengetahui bahwa kewajiban kita adalah menahan diri dari perselisihan
yang terjadi dikalangan sahabat Rasulillah shalallahu ‘alaihi wasalam sebagaimana datang dalam hadist “Idzaa dzakaro ashhabii fa amsikuu”
(Apabila disebutkan tentang sahabatku maka tahanlah). Adapun
disifatinya Muawiyah dan ‘Amr dengan dusta dan curang serta
penipu, maka kami berlepas diri menyerahkannya kepada Allah akan urusan
ini.
Juga dalam kitabnya “Al-’Adalah Al-Ijtimaiyah” (hal
172) Sayyid mensifati khalifah yang terbimbing Utsman bahwa dia celah
antara hukum Abu Bakr, Umar dan Ali. Dan dalam halaman 159, Sayyid
berkata : (Telah berubah keadaan pada zaman kekuasaan Ustman, meskipun
masih dalam pagar islam). Bahkan juga Sayyid berkata : (Ali datang
untuk membantah gambaran islam dalam hukum kepada jiwa-jiwa penguasa
dan manusia). Maka pernyataan ini seolah-olah Utsman tidak berhukum
dengan islam, dan ungkapan seperti ini keras dan kami tidak menerimanya.
Maka
salahlah siapa yang mengkafirkan Sayyid Qutb dan juga salah orang yang
membiarkan atau membaikkan. Dan selayaknya kita berani agar orang-orang
yang bodoh tidak lancang (keblablasan), terhadap Sayyid. Maka kita
jelaskan dengan mengatakan, ini salah dan itu salah serta maksudnya
demikian dan demikian agar batu di wajahnya bagi yang mengkafirkan
Sayyid Qutb. Dan meletakkan sesuatu pada tempat-tempatnya. Maka dalam
berlebihan terhadap Sayyid dan berlebihan dalam kebencian terhadapnya.
Dan kebanyakan para syabab (pemuda)
hari ini sangat disayangkan, dimana mereka belajar agama Allah dan
tumbuh bersama kitab-kitab Sayyid Qutb padahal tidak didapati pada
kitab-kitab Sayyid ilmu syar’iy (yang
mencukupi). Maka adalah yang pokok bagi para pemuda ini agar
mengokohkan diri dalam ilmu syariat. Maka selayaknya mereka menerima
KItab dan Sunnah. Dan inilah menurut saya pada permasalahan ini. Semoga
Allah memberikan taufiq kepada antum akan kebaikan dan menjauhkan saya
serta antum kejelekan -kejelekan dan kemungkaran
[direpro Abul-Jauzaa’ dari : http://salafyitb.wordpress.com/2007/08/21/antara-kedzaliman-dan-pelurusan-sayyid-qutb/ - thanks to Ustadz Abu ‘Umair dan Ustadz Abu Ishaaq].
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/10/antara-kedzaliman-dan-pelurusan-sayyid.html
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/10/antara-kedzaliman-dan-pelurusan-sayyid.html