DR Abdul Azhim Al Badawi
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sering mendengar desas-desus yang tidak jelas asal-usulnya.
Kadang dari suatu peristiwa kecil, tetapi dalam pemberitaannya, peristiwa itu
begitu besar atau sebaliknya. Terkadang juga berita itu menyangkut kehormatan
seorang muslim. Bahkan tidak jarang, sebuah rumah tangga menjadi retak, hanya
karena sebuah berita yang belum tentu benar. Bagaimanakah sikap kita terhadap
berita yang bersumber dari orang yang belum kita ketahui kejujurannya?
Dalam naskah berikut
ini, penulis menjelaskan kepada kita, bagaimana seharusnya sikap seorang muslim
terhadap berita-berita yang belum jelas kebenarannya itu.
Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al
Hujurat : 6].
Dalam ayat ini, Allah
melarang hamba-hambanya yang beriman berjalan mengikut desas-desus. Allah
menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka.
Tidak semua berita yang dicuplikkan itu benar, dan juga tidak semua berita yang
terucapkan itu sesuai dengan fakta. (Ingatlah, pent.), musuh-musuh kalian
senantiasa mencari kesempatan untuk menguasai kalian. Maka wajib atas kalian
untuk selalu waspada, hingga kalian bisa mengetahui orang yang hendak
menebarkan berita yang tidak benar.
Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti”
Maksudnya, janganlah
kalian menerima (begitu saja) berita dari orang fasik, sampai kalian mengadakan
pemeriksaan, penelitian dan mendapatkan bukti kebenaran berita itu.
(Dalam ayat ini) Allah
memberitahukan, bahwa orang-orang fasik itu pada dasarnya (jika berbicara) dia
dusta, akan tetapi kadang ia juga benar. Karenanya, berita yang disampaikan
tidak boleh diterima dan juga tidak ditolak begitu saja, kecuali setelah
diteliti. Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka
ditolak.
Kemudian Allah
menyebutkan illat (sebab) perintah untuk meneliti dan larangan untuk mengikuti
berita-berita tersebut.
Allah berfirman.
أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
“Agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya”.
Kemudian nampak bagi kamu kesalahanmu dan kebersihan mereka.
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu” [Al Hujurat : 6]
Terutama jika berita
tersebut bisa menyebabkan punggungmu terkena cambuk. Misalnya, jika masalah
yang kalian bicarakan bisa mengkibatkan hukum had, seperti qadzaf (menuduh) dan
yang sejenisnya.
Sungguh, betapa semua
kaum muslimin memerlukan ayat ini, untuk mereka baca, renungi, lalu beradab
dengan adab yang ada padanya. Betapa banyak fitnah yang terjadi akibat berita
bohong yang disebarkan orang fasiq yang jahat! Betapa banyak darah yang
tertumpah, jiwa yang terbunuh, harta yang terampas, kehormatan yang
terkoyakkan, akibat berita yang tidak benar! Berita yang dibuat oleh para musuh
Islam dan musuh umat ini. Dengan berita itu, mereka hendak menghancurkan
persatuan umat ini, mencabik-cabiknya dan mengobarkan api permusuhan diantara
umat Islam.
Betapa banyak dua
saudara berpisah disebabkan berita bohong! Betapa banyak suami-istri berpisah
karena berita yang tidak benar! Betapa banyak kabilah-kabilah, dan
kelompok-kelompok saling memerangi, karena terpicu berita bohong!
Allah Azza wa Jalla
Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui, telah meletakkan satu kaidah bagi umat
ini untuk memelihara mereka dari perpecahan, dan membentengi mereka dari
pertikaian, juga untuk memelihara mereka dari api fitnah.
Akan tetapi sangat
disayangkan, tidak ada satu pun masyarakat muslim yang bebas dari orang-orang
munafiq yang memendam kedengkian. Mereka tidak senang melihat kaum muslimin
menjadi masyarakat yang bersatu dan bersaudara, dimana orang yang paling rendah
diantara mereka dijamin bisa berusaha dengan aman, dan apabila orang akar
rumput itu mengeluh, maka orang yang di tampuk kepemimpinan juga akan mengeluh.
Wajib atas kaum
muslimin untuk waspada dan mewaspadai musuh-musuh mereka. Dan hendaklah kaum
muslimin mengetahui, bahwa para musuh mereka tidak pernah tidur (tidak pernah
berhenti) membuat rencana dan tipu daya terhadap kaum muslimin. Maka wajiblah
atas mereka untuk senantiasa waspada, sehingga bisa mengetahui sumber
kebencian, dan bagaimana rasa saling bermusuhan dikobarkan oleh para musuh.
Sesungguhnya
keberadaan orang-orang munafiq di tengah kaum muslimin dapat menimbulkan bahaya
yang sangat besar. Akan tetapi yang lebih berbahaya, ialah keberadaan
orang-orang mukmin berhati baik yang selalu menerima berita yang dibawakan
orang-orang munafiq. Mereka membuka telinga lebar-lebar mendengarkan semua
ucapan orang munafiq, lalu mereka berkata dan bertindak sesuai berita itu.
Mereka tidak peduli dengan bencana yang ditimpakan kepada kaum muslimin akibat
mengekor orang munafiq.
Al Qur’an telah
mencatatkan buat kita satu bencana yang pernah menimpa kaum muslimin, akibat
dari sebagian kaum muslimin yang mengekor kepada orang-orang munafiq yang
dengki, sehingga bisa mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang sebelum
kita.
Kalau kalian mau,
bacalah Surat An Nur dan renungilah ayat-ayat penuh barakah yang Allah ucapkan
tentang kebersihan Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma dari tuduhan kaum
munafiq. Kemudian sebagian kaum muslimin yang jujur ikut-ikutan menuduh tanpa
meneliti bukti-buktinya.
Allah berfirman.
إِنَّ الَّذِينَ جَآءُوا بِاْلإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ لاَتَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّااكْتَسَبَ مِنَ اْلإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa ifki adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu
kira berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi
kamu.Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya, dan barangsiapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar”. [An Nur
: 11].
Ifki maksudnya ialah
berita bohong. Dan ini merupakan kebohongan yang paling jelek.
لاَتَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ
“Janganlah kamu kira
berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu”. [An Nur :
11].
Tidak semua
perkara-perkara itu bisa dinilai hanya dengan zhahirnya saja. Karena terkadang
kebaikan atau nikmat itu datang dalam satu bentuk yang kelihatannya
menyusahkan. Diantara kebaikan (yang dijanjikan Allah buat keluarga Abu Bakar),
ialah Allah menyebut mereka di malail a’la. Dan Allah menurunkan beberapa ayat
yang bisa dibaca mengenai keadaan kalian (keluarga Abu Bakar Radhiyallahu
‘anhu).
Dengan turunnya ayat
ini, maka hilanglah mendung dan tersingkaplah kegelapan itu. Lenyap sudah
gunung kepedihan yang bertengger dalam kalbu Ummul Mukminin ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha, suaminya, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan bapaknya. Sebagaimana juga hilangnya kepedihan sang penuduh, yaitu seorang
shahabat yang jujur Shafwan bin Mu’atthil.
Kemudian ayat
selanjutnya mengajarkan kepada kaum mukminin, bagaimana menyikapi berita.
Allah berfirman.
لَّوْلآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُوْمِنَاتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ
“Mengapa di waktu kamu
mendengar berita bohong itu, orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka
baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata:”Ini adalah
suatu berita bohong yang nyata.” [An Nur : 12].
Wahai kaum muslimin,
inilah langkah pertama yang harus engkau lakukan, jika ada berita buruk tentang
saudaramu, yaitu berhusnuzhan (berperasangka baik) kepada dirimu. Jika engkau
sudah husnuzhan kepada dirimu, maka selanjutnya kamu wajib husnuzhan kepada
saudaramu dan (meyakini) kebersihannya dari cela yang disampaikan. Dan engkau
katakan,
سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ
“Maha Suci Engkau
(Allah) , ini merupakan kedustaan yang besar”. [An Nur : 16].
Inilah yang dilakukan
oleh sebagian shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika sampai berita
kepada mereka tentang Ummul Mukminin.
Diceritakan dari Abu
Ayyub, bahwa istrinya berkata,“Wahai Abu Ayyub, tidakkah engkau dengar apa yang
dikatakan banyak orang tentang Aisyah?” Abu Ayyub menjawab,“Ya. Itu adalah
berita bohong. Apakah engkau melakukan perbuatan itu (zina), hai Ummu Ayyub?
Ummu Ayyub menjawab,“Tidak. Demi Allah, saya tidak melakukan perbuatan itu.”
Abu Ayyub berkata,“Demi Allah, A’isyah itu lebih baik dibanding kamu.”
Kemudian Allah
berfirman.
لَّوْلاَ جَآءُوعَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَآءِ فَأُوْلَئِكَ عِندَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Mengapa mereka (yang
menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu. Oleh
karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi
Allah orang-orang yang dusta”. [An Nur : 13].
Inilah langkah yang
kedua, jika ada berita tentang saudaranya. Langkah pertama, mencari dalil yang
bersifat bathin, maksudnya berhusnuzhan kepada saudaranya. Langkah kedua
mencari bukti nyata.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti”. [Al Hujurat : 6].
Maksudnya mintalah
bukti kebenaran suatu berita dari si pembawa berita. Jika ia bisa mendatangkan
buktinya, maka terimalah. Jika ia tidak bisa membuktikan, maka tolaklah berita
itu di depannya; karena ia seorang pendusta. Dan cegahlah masyarakat agar tidak
menyampaikan berita bohong yang tidak ada dasarnya sama sekali. Dengan
demikian, berita itu akan mati dan terkubur di dalam dada pembawanya ketika
kehilangan orang-orang yang mau mengambil dan menerimanya.
Seperti inilah Al
Qur’an mendidik umatnya. Namun sangat disayangkan, banyak kaum muslimin yang
tidak konsisten dengan pendidikan ini. Sehingga jika ada seorang munafik yang
menyebarkan berita bohong, maka berita itu akan segera tersebar di masyarakat
dan diucapkan oleh banyak lidah, tanpa mengecek dan meniliti kebenarannya.
Dalam hal ini Allah berfirman.
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم ٌ
“(Ingatlah) di waktu
kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut”.[An Nur : 15].
Pada dasarnya ucapan
itu diterima dengan telinga, bukan dengan lisan. Akan tetapi Allah ungkapkan
tentang cepatnya berita itu tersebar di tengah masyarakat. Seakan-akan kata-kata
itu keluar dari mulut ke mulut tanpa melalui telinga, dilanjutkan ke hati yang
memikirkan apa yang didengar, selanjutnya memutuskan boleh atau tidak berita
itu disebar luaskan.
وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّالَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظِيمٌ
“Kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu
yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. [An Nur : 15].
Allah mendidik kaum
mukminin dengan adab ini. Mengajarkan kepada mereka cara menghadapi berita
serta cara memberantasnya, sehingga tidak tersebar di masyarakat. Setelah itu
Allah mengingatkan kaum mukminin, agar tidak membicarakan sesuatu yang tidak
mereka diketahui. Allah juga mengingatkan mereka, agar tidak mengekor kepada
para pendusta penebar berita bohong.
Allah berfirman.
يَعِظُكُمُ اللهُ أَن تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Allah memperingatkan
kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu
orang-orang yang beriman”. [An Nur : 17].
Kemudian Allah
menjelaskan, mengekor kepada para pendusta memiliki arti mengikuti
langkah-langkah syetan. Allah berfirman.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَازَكَى مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar”. [An Nur : 21].
Dalam ayat selanjutnya
Allah menerangkan, lisan dan semua anggota badan lainnya akan memberikan
kesaksian atas seorang hamba pada hari kiamat.
Allah berfirman.
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ . يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ . يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ
“Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab
yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah akan
memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka,
bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut
hakikat yang sebenarnya)”. [An Nur 23-25].
Wahai para penebar
desas-desus! Wahai para pembuat kedustaan! Hai orang yang tidak senang melihat
orang mukmin saling mencintai sehingga dipisahkan! Hai orang yang tidak suka
melihat kaum mukmin aman! Hai para pencari aib orang yang baik! Tahanlah
lidahmu, karena sesungguhnya kamu akan diminta pertanggungjawaban kata-kata yang
engkau ucapkan.
Allah berfirman.
مَّايَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun
yang diucapkan, melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”.
[Qaf : 18].
Tahanlah lidahmu!
Jauhilah perbuatan bohong dan janganlah menebarkan desas-desus! Janganlah
menuduh kaum muslimin tanpa bukti, dan janganlah berburuk sangka kepada mereka!
Seakan-akan aku dengan engkau, wahai saudaraku, berada pada hari kiamat; hari
kerugian dan hari penyesalan. Sementara para seterumu merebutmu. Yang ini
mengatakan “engkau telah menzhalimiku”, yang lain mengatakan “engkau telah
menfitnahku”, yang lain lagi mengatakan, “engkau telah melecehkanku”, yang lain
mengatakan “engkau telah menggunjingku”. Sementara engkau tidak mampu menghadapi
mereka. Engkau mengharap kepada Rabb-mu agar menyelamatkanmu dari mereka, namun
tiba-tiba engkau mendengar.
الْيَوْمَ تُجْزَي كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لاَظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Pada hari ini
tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang
dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”. [Al Mukmin :
17].
Lalu engkaupun menjadi
yakin dengan neraka. Engkau ingat firman Allah.
وَلاَتَحْسَبَنَّ اللهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ اْلأَبْصَارُ
“Dan janganlah
sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat
oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka
sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” [Ibrahim : 42].
Kita berlindung kepada
Allah dari kehinaan. Dan semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya.
[Diterjemahkan dari
majalah Al Ashalah, edisi 34 tahun ke VI]
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 06/Tahun VII/1424H/2003. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-761016]
Sumber: https://almanhaj.or.id/2634-berita-dan-bahayanya.html