Segala
puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi kita yang mulia, Muhammad bin Abdillah, keluarga dan para
sahabatnya.
Televisi berasal dari Bahasa Inggris Television, yang secara asal kata tersusun dari dua kata yaitu Tele (yang mempunyai arti jauh) dan Vision (yang mempunyai arti gambar).
Jika ditinjau dari asal maknanya, televisi adalah suatu alat yang secara dzatnya tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga tidak bisa dihukumi secara mutlak tentang kebolehan maupun keharamannya. Bahkan hukum asalnya adalah halal dan dibolehkan sebagaimana firman Allah,
Setelah kita mengatakan bahwa memelihara televisi pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan, janganlah kita lansung berpikiran picik dengan menganggap ekstrim tentang ucapan ini. Akan tetapi, hendaknya kita mencoba untuk merenung dan membuka mata serta hati kita tentang beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan makhluk yang bernama televisi ini. Sehingga menjadi jelaslah al-haq serta sirnalah al-batil bagi orang-orang yang masih mempunyai tanda-tanda kehidupan di dalam hatinya.
Al-Wala’ wal Bara’ merupakan salah satu aqidah kaum muslimin yang tidak dipungkiri tentang keagungannya di dalam Islam, di mana seorang muslim mencintai karena Allah serta membenci karena Allah. Ia mencintai seseorang karena ketaatannya, demikian pula ia membenci seseorang karena kemaksiatannya kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya waktu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Waktu merupakan bagian dari masa di mana manusia menghabiskan umur di dalamnya. Dengan masuknya Televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin, sudah berapa jam yang terbuang sia-sia karena menonton acara-acara di televisi. Sungguh mereka telah mengalami kerugian besar di dalam mengarungi samudra kehidupan karena telah membuang waktu yang sebetulnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat namun justru terbuang sia-sia tanpa arti atau bahkan menambah dosa-dosa meraka dengan sebab menonton televisi.
Sesungguhnya seorang mu’min mengetahui bahwa dirinya akan berdiri di hadapan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan-amalan yang diperbuat oleh pendengaran, penglihatan dan hatinya.
Allah berfirman,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)
Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam bahwasanya, beliau bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidaklah bergeser kaki anak adam di hari kiamat di hadapan Rabb-nya sampai ditanya tentang lima perkara (yaitu): umurnya bagaimana dia lalui, masa mudanya bagaimana ia habiskan, hartanya darimana ia dapatkan dan bagaimanan ia belanjakan, serta tentang apa yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.”[1]
Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk instropeksi diri,
mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pengadilan Allah Yang Maha Adil,
menjaga diri dan keluarga-Nya dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Akan tetapi, sudah menjadi sunnatullah bahwa
Iblis beserta bala tentaranya selalu berusaha untuk menyesatkan manusia
dari jalan yang lurus. Iblis berkata, sebagaimana dikisahkan oleh Allah
di dalam Al-Qur’an,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis berkata: “Demi kemulian-Mu, akan aku sesatkan mereka semuanya” (QS. Shood: 82)
Iblis juga berkata,
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Ya
Rabbku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku
akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi,
dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Al-Hijr: 39)
Oleh
karena itu, Iblis serta bala tentaranya mengerahkan seluruh tenaga,
potensi yang dimilikinya dan mengatur strategi-strategi dalam rangka
menyesatkan manusia dari jalan yang lurus dengan segala cara dan sarana
yang dimilikinya. Iblis berkata,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ, ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena
Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya
akan mendatangi mereka dari arah depan mereka, dari arah belakang
mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”(Al-A’raaf: 16-17)
Di antara sarana Iblis untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus adalah makluk yang bernama “TELEVISI”. Bagaimana Islam sebagai agama yang lurus dan sempurna memandang tentang kemunculan makluk baru ini?
Makna Televisi
Televisi berasal dari Bahasa Inggris Television, yang secara asal kata tersusun dari dua kata yaitu Tele (yang mempunyai arti jauh) dan Vision (yang mempunyai arti gambar).
Dalam bahasa arab, kata Television ini diserap ke dalam Bahasa Arab menjadi “تلفزيون” yang mempunyai makna:
جهاز نقل الصور والأصوات بوساطة الأمواج الكهربية
“Alat untuk menukil suara dan gambar dengan perantaraan aliran listrik.”[2]
Hukum Televisi
Jika ditinjau dari asal maknanya, televisi adalah suatu alat yang secara dzatnya tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga tidak bisa dihukumi secara mutlak tentang kebolehan maupun keharamannya. Bahkan hukum asalnya adalah halal dan dibolehkan sebagaimana firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia
berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan dia Maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)
Imam Al-Alusy berkata, “Maksudnya
adalah bahwasanya Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi
agar kalian mengambil manfaat darinya dalam perkara-perkara dunia
kalian baik karena memang yang ada di bumi tersebut secara dzatnya
memberi manfaat atau sebagai perantara
saja dalam menggapai kemanfa'atan. Demikian pula agar kalian juga
mengambil manfaat dalam perkara-perkara agama kalian baik dengan istidlal maupun i’tibar. Banyak para ulama ahlus-sunnah dari kalangan hanafiyah dan syafi’iyyah yang berdalil dengan ayat ini tentang bolehnya sesuatu yang memberikan manfaat sebelum datang (keharamannya) dari syariat”[3]
Syaikh As-Sa’dy berkata, ”Yaitu
Allah menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian, sebagai bentuk
kebaikan dan rahmat atas kalian, agar kalian dapat mengambil manfaat,
menikmati, serta mengambil pelajaran. Di dalam ayat yang agung ini
terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh dan suci.”[4]
Walaupun
pada asalnya televisi (secara dzat) itu dibolehkan, namun yang lebih
penting untuk dikaji adalah hukum penggunaan televisi di zaman kita
sekarang ini. Apabila televisi
tersebut digunakan untuk perkara yang bermanfaat, seperti penyebaran
ilmu agama yang shohih, informasi tentang ilmu pengetahuan maka
hukumnya adalah dibolehkan. Akan
tetapi apabila televisi tersebut digunakan untuk penyebaran
syi’ar-syiar kekafiran, kemaksiatan, dan segala sesuatu yang
menyelisihi syariat maka tidak diragukan lagi bahwa hukumnya berubah
menjadi sesuatu yang dilarang. Dengan demikian hukum televisi tergantung dari pemakainya.
Berdasarkan realita, penggunaan televisi dewasa ini adalah untuk
menyebarkan kemaksiatan serta perkara-perkara yang melalaikan dari
agama Allah, walaupun tidak dipungkiri ada manfaat yang bisa diambil dari adanya televisi. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, apabila dimutlakkan, hukum memelihara televisi untuk zaman sekarang ini adalah tidak diperbolehkan mengingat mudhorot yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dasyat dari manfaat yang diperoleh. Hal ini berdasarkan kaidah,
الحُكْمُ عَلَى الغَالِبِ
“Al hukmu ‘alal gholib (Hukum itu ditinjau dari keumumannnya).”
Serta kaidah,
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
“Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”
Dua
kaidah di atas merupakan kaidah yang agung di dalam agama kita, agama
Islam yang lurus, agama yang menjaga para pemeluknya dari kehancuran
serta kemudharatan yang akan menimpa mereka. Kaidah yang didasarkan
pada firman Allah,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)
Segala
sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya, maka Islam datang
untuk mencegah dan melarangnya sebagai salah satu bentuk kasih sayang
Allah kepada para hamba-Nya.
Televisi Dalam Sorotan
Setelah kita mengatakan bahwa memelihara televisi pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan, janganlah kita lansung berpikiran picik dengan menganggap ekstrim tentang ucapan ini. Akan tetapi, hendaknya kita mencoba untuk merenung dan membuka mata serta hati kita tentang beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan makhluk yang bernama televisi ini. Sehingga menjadi jelaslah al-haq serta sirnalah al-batil bagi orang-orang yang masih mempunyai tanda-tanda kehidupan di dalam hatinya.
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ
“Agar
orang yang binasa menjadi binasa di atas bayyinah (keterangan yang
jelas) serta agar orang yang hidup dapat hidup di atas bayyinah.” (QS. Al Anfal: 42)
Berikut ini beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Televisi:
A. Tersebarnya kekufuran, bid’ah, khurofat dan maksiat di tengah umat
Sadar atau tidak sadar, televisi mempunyai andil yang besar dalam penyebaran kekufuran, bid’ah, khurofat
dan kemaksiatan di tengah-tengah umat. Betapa sering ritual-ritual
kesyirikan, bid’ah serta hal-hal yang berbau khurofat muncul di
televisi. Di mana acara-acara ini ditonton oleh kaum muslimin dan
anak-anak kaum muslimin yang notabene banyak di antara mereka yang miskin ilmu.
Tidak diragukan lagi, sedikit banyak mereka akan termakan oleh
syubhat-syubhat acara-acara tersebut. Betapa banyak kita temui di
antara kaum muslimin yang meyakini adanya kemampuan orang yang telah
meninggal untuk memberikan manfaat dan bahaya disebabkan oleh banyaknya
cerita-cerita hantu di televisi. Padahal menurut aqidah kaum muslimin,
bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa memberikan manfaat dan
bahaya serta mereka tidak bisa gentayangan sebagaimana yang disangka
oleh orang-orang jahil.
Allah berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ, لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya
Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat berbuat amal yang
saleh yag telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di depan mereka ada barzah sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100).
Mujahid berkata, “Barzah adalah penghalang antara dunia dan akherat”[5]
Mujahid berkata, “Barzah adalah penghalang antara dunia dan akherat”[5]
Ayat yang mulia ini menjelaskan dengan gamblang kepada kita bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa kembali lagi ke dunia karena ada dinding yang menghalanginya.
Betapa banyak pula kaum muslimin yang meyakini tentang bolehnya acara bid’ah tercela yasinan di rumah ahli mayyit dengan alasan karena hal itu banyak dipraktekkan di “film-film islami” yang dipimpin oleh para “kyai”. Dan betapa banyak pula kaum muslimin yang hilang rasa malunya karena mengikuti trend mode-mode pakaian para bintang film yang ada di Televisi. Betapa banyak pula kita jumpai anak-anak kaum muslimin yang menjadi anak-anak durhaka kepada para orang tuanya, durhaka dengan mengabaikan perintah-perintahnya karena sedang asyik menonton televisi dan tidak mau diganggu. Sehingga tatkala orang tuanya menyuruhnya untuk mengerjakan sesuatu, justru raut muka cuet, wajah sinis sampai ucapan-ucapan kotor dari mulut-mulut mereka tertuju kepada orang tua mereka. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan yang besar dan meraja lela ini? Allahul Musta’an.
B. Kehancuran Akhlaq
Acara-acara televisi dewasa ini mempunyai andil besar dalam mengajarkan kepada para permirsanya untuk melakukan pergaulan bebas dengan lawan jenis. Inlah senjata mutakhir yang digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan moral dan akhlak generasi muda Islam.
Di dalam Protokoler Yahudi disebutkan, “Kita wajib berbuat untuk menghancurkan akhlak di setiap tempat, sehingga kita mudah menguasai mereka (kaum muslimin). Dan akan selalu ditayangkan hubungan seksual secara jelas
agar tidak ada lagi sesuatu yang dianggap suci dalam pandangan para
pemuda, akibatnya keinginan besar mereka adalah bagaimana memuaskan insting seksualnya. Ketika itulah akhlaknya hancur.”[6]
Agama Islam yang hanif mengajarkan kepada para pemeluknya untuk menundukkan pandangan guna menjaga kesucian mereka. Allah berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya..” (QS. An-Nur: 31)
Akan tetapi, justru Televisi menampilkan gambar serta adegan-adegan menjijikkan dalam sinetron-sinetron yang ditayangkan. Para perempuan yang bersolek, membuka rambut, betis serta membuka sesuatu yang tidak pantas untuk dibuka di depan umum sungguh merupakan fenomena yang dianggap biasa dalam tayangan televisi yang hal ini dapat membuat para lelaki terkapar tidak berdaya karenanya. Bagaimana mereka bisa menundukkan pandangannya apabila di dalam rumahnya masih bercokol makhluk yang bernama televisi ini? Televisipun mengajarkan kepada para pemuda dan pemudi Islam tentang bagaimana trik berpacaran, trik berkencan serta mengajarkan para suami atau istri untuk berselingkuh!
Televisi juga menjadi tersangka dalam penyebaran budaya ikhtilat (campur baur) di masyarakat, sehingga terbukalah kesempatan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit untuk pegang ini dan pegang itu, lirik sana dan lirik sini serta perbuatan-perbuatan lain untuk memuaskan hawa nafsunya. Hendaknya
orang yang di dalam hatinya masih ada keimanan untuk menjaga mata,
telingga serta anggota-anggota badannya dari melakukan
perbuatan-perbuatan kemaksiatan baik di saat ada orang yang melihat
maupun tidak ada orang yang melihat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mukmin: 19)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan tentang ayat ini, “Dia
adalah seorang laki-laki yang masuk pada anggota keluarganya yang di
dalamnya terdapat wanita cantik atau ketika wanita cantik itu sedang
melewatinya. Ketika orang-orang lengah, ia memperhatikan ke arahnya.
Ketika mereka tidak lengah, ia menunduk. Ketika orang-orang lengah, ia
memperhatikannya. Ketika mereka tidak lengah, ia menundukkan
pandangannya. Sungguh Allah telah melihat hatinya bahwa ia berkeinginan
andai saja ia bisa melihat kemaluan wanita tersebut.” [7]
C. Hilang atau redupnya aqidah Islam yang agung, Al-Wala’ wal Bara’ di mata sebagian kaum muslimin
Al-Wala’ wal Bara’ merupakan salah satu aqidah kaum muslimin yang tidak dipungkiri tentang keagungannya di dalam Islam, di mana seorang muslim mencintai karena Allah serta membenci karena Allah. Ia mencintai seseorang karena ketaatannya, demikian pula ia membenci seseorang karena kemaksiatannya kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوْثَقُ عُرَي الإِيْمَانِ المُوَالاَةُ فِي اللهِ وَ المُعَادَاةُ فِي اللهِ وَ الحُبُّ فِي اللهِ وَ البُغْضُ فِي اللهِ
“Tali keimanan yang paling kokoh adalah bersikap loyal karena Allah, memusuhi kareana Allah, cinta karena Allah serta benci karena Allah”[8]
Sungguh akidah yang agung ini telah terkikis sedikit demi sedikit dengan semakin banyaknya acara-acara di Televisi. Betapa banyak kita temui anak-anak islam yang begitu ngefans (gandrung yang gak ketulungan) dengan para aktor atau aktris film. Tidak ada yang membuat mereka ngefans dengan para aktor atau aktris film tersebut kecuali karena kelihaian para penebar fitnah tersebut dalam berakting.
Padahal mungkin saja para bintang film tersebut adalah orang yang
fasik, peminum arak, tukang mempermainkan wanita atau bahkan orang
kafir. Sampai-sampai gaya-gaya mereka yang tidak tahu malu dalam
berakting pun ditirukan oleh sebagian anak-anak kaum muslimin. La haula wa la quwwata illa billah.
Begitu banyak pula kita jumpai para pemuda-pemudi Islam yang begitu terpikat dengan para pemain bola walaupun mereka adalah orang-orang kafir. Kecintaan mereka yang begitu dalam kepada para pemain bola tersebut bukanlah karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa qiyamul lail, bukan pula orang yang senantiasa begadang untuk berkhidmad kepada islam dan kaum muslimin, bukan pula karena tulisan-tulisan mereka yang membela Islam dan kaum muslimin. Akan tetapi kecintaan yang hanya didasarkan atas kelihaian mereka dalam mengolah dan memainkan Si Kulit Bundar! Tidak
jarang kita temui dari mereka rela mengeluarkan uang yang banyak hanya
untuk membeli kostum bola yang tertera nama dari pemain bola tersebut.
Ya Allah,andai saja mereka mengetahui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai“[9]
Andai saja mereka mau dan meyakini hadits yang mulia ini, tentulah mereka akan membuang jauh-jauh dari hati-hati mereka wajah-wajah para bintang film, serta pemain bolatukang lawak yang banyak berdusta karena tidak ada tanda-tanda kebaikan dari profesi mereka itu di sisi Allah.
D. Tersebarnya gaya hidup materialistis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
“Sesungguhnya
dunia ini manis dan menyenangkan, dan sesungguhnya Allah telah
menjadikan kalian dapat menguasainya. Allah melihat bagaimana kalian
beramal. Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita.”[10]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kepada umatnya untuk takut dan berhati-hati terhadap dunia dan wanita, dua buah fitnah besar di mana manusia diuji dengannya dalam kehidupan mereka.
Betapa banyak darah yang telah ditumpahkan di muka bumi ini yang
disebabkan oleh dunia dan wanita. Betapa banyak ukhuwah yang telah
terjalin kokoh menjadi tercerai berai disebabkan oleh dunia dan wanita.
Dan betapa banyak orang yang lalai dari kehidupan hakikinya, kehidupan negeri akherat disebabkan oleh dunia dan wanita. Sungguh benar apabila Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memperingatkan umatnya dari dua perkara yang agung ini. Akan tetapi, Televisi
dewasa ini, seolah-olah justru melambai-lambaikan tangannya mengajak
untuk hanyut dalam buaian dunia dan wanita-wanita jalang yang tidak
bermoral.
Betapa banyak para pemirsa
yang berangan-angan untuk memiliki mobil, perabot-perabot mewah, rumah
megah serta gemerlapnya dunia sebagaimana yang terdapat dalam
cerita-cerita fiksi yang ada di sinetron-sinetron. Mereka hanya bisa berangan-angan dan “beri’tikaf ”
berjam-jam di depan televisi untuk berangan-angan, “Andai aku seperti
dia. Andai aku punya ini dan itu. Andai saja aku … andai saja aku ….”
Berandai-andai yang jauh dari kenyataan dan hanya mengharapkan sesuatu
tanpa adanya usaha. Akhirnya, karena selalu dicekoki contoh-contoh kehidupan yang serba mewah di film-film, standar hidup mereka pun menjadi naik drastis. Fokus perhatian mereka pun menjadi uang dan uang. Sehingga munculah istilah “Time is Money“,
di mana segala sesuatu dinilai dengan uang. Sampai-sampai mereka
menjadi pelit terhadap waktu-waktu mereka kecuali jika di hadapan
mereka ada dunia yang menantinya. Na’udzubillah.
E. Penyia-nyiaan waktu
Sesungguhnya waktu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Waktu merupakan bagian dari masa di mana manusia menghabiskan umur di dalamnya. Dengan masuknya Televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin, sudah berapa jam yang terbuang sia-sia karena menonton acara-acara di televisi. Sungguh mereka telah mengalami kerugian besar di dalam mengarungi samudra kehidupan karena telah membuang waktu yang sebetulnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat namun justru terbuang sia-sia tanpa arti atau bahkan menambah dosa-dosa meraka dengan sebab menonton televisi.
Cukuplah menjadi alasan untuk tidak
memasukkan televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin karena televisi
tidak banyak memberikan manfaat kepada pemiliknya dan bahkan justru
melalaikan mereka dari mengerjakan perkara-perkara yang lebih bermanfaat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebagusan keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.”[11]
Demikianlah pembahasan singkat tentang kemunculan makhuk yang bernama Televisi serta dampat-dampak yang ditimbulkan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk berjalan di atas amalan-amalan yang dicintai dan diridhoi-Nya. Dan kita memohon kepada Allah dengan nama-namaNya yang indah serta sifat-sifatNya yang agung agar Dia berkenan untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin sekarang ini serta mendekatkan para pemuda islam kepada orang-orang yang berilmu di antara para ulama.
Demikianlah pembahasan singkat tentang kemunculan makhuk yang bernama Televisi serta dampat-dampak yang ditimbulkan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk berjalan di atas amalan-amalan yang dicintai dan diridhoi-Nya. Dan kita memohon kepada Allah dengan nama-namaNya yang indah serta sifat-sifatNya yang agung agar Dia berkenan untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin sekarang ini serta mendekatkan para pemuda islam kepada orang-orang yang berilmu di antara para ulama.
Tengaran, 24 Februari 2008
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa penulis, dosa kedua orang tua dan dosa guru-gurunya.
_____________________________
Penulis: Ibnu ‘Ali (Pengajar Al Irsyad Tengaran)
Artikel www.muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1654-televisi-dalam-sorotan.html
[1] Sunan Tirmidzi no 2416. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah As-Shohihah no 946
[2] Al-Mu’jam Al-Wasith, hal. 87
[3] Tafsir Al-Alusy terhadap ayat ini.
[4] Tafsir As-Sa’dy.
[5] Tafsir Ibnu Katsir.
[6] At-Tamtsil, Syaikh Bakar Abu Zaid. Edisi Indonesia, “Adakah sandiwara (sinetron, film, dll) islami?” Hal 72
[7] Tafsir Ibnu Katsir
[8] HR. Thabrani. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam As-Silsilah As-Shohihah II/734.
[9] HR.Bukhori no 5702, Muslim no 4779
[10] HR. Muslim. Shohih At-Targhib wat Tarhib no 3216
[11] HR. Tirmidzi. Hadits ini berderajad hasan li ghairihi, lihat Shahih Targhib wat Tarhib no 2881
Sumber: https://muslim.or.id/1654-televisi-dalam-sorotan.html