Pertarungan
antara kebenaran dan kebatilan terus berlanjut hingga hari kiamat,
masing-masing dari kebenaran dan kebatilan memiliki penyeru dan
pembela. Penyeru kebenaran berusaha menyelamatkan umat dan membawanya
ke jalan yang lurus agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat,
sedangkan penyeru kebatilan berusaha menyesatkan dan merusak umat agar
mereka celaka.
Merupakan
hal yang menakjubkan bahwa penyeru kebatilan menampakkan diri kepada
umat bahwa mereka adalah du’at Salafiyyin untuk mengelabui umat
sehingga mengikuti pemikiran-pemikiran mereka dan menganggap baik
manhaj mereka.
Mereka
gunakan perkataan-perkataan yang mujmal (global) dan samar yang
mengandung seribu makna, tercampur di dalamnya yang haq dan batil.
Inilah cara-cara ahlu bid’ah dari masa ke masa sebagaimana dijelaskan
oleh Al-Imam Ibnul Qayyim, karena suatu bid’ah jika berupa kebatilan
yang murni maka tidak mungkin diterima oleh manusia, setiap orang akan
bersegera membantah dan mengingkarinya. Seandainya bid’ah itu kebenaran
yang murni maka itu bukanlah merupakan bid’ah, tetapi adalah sunnah.
Maka bid’ah tersebar di kalangan manusia awam karena mengandung
kebenaran dan kebatilan. Di antara kelompok yang sangat lihai
mengelabui umat dengan kalimat-kalimat yang sangat mujmal dan samar
adalah kelompok sururiyyah. Kelompok ini lebih berbahaya di bandingkan kelompok sesat lainnya karena lebih sulit dideteksi kesesatannya,
tetapi Allah tidak membiarkan gerakan mereka, Allah siapkan
pasukan-pasukanNya dari para pembela Sunnah untuk membeberkan kepada
umat makar-makar dan membuka kedok-kedok mereka.
Dalam
bahasan ini kami meminta taufik kepada Allah untuk menukil sedikit dari
penjelasan para ulama tentang keadaan mereka dengan harapan bisa ikut
menyumbangkan saham dalam membentengi umat dari kejahatan mereka.
Organisasi Kelompok Sururiyah
Kelompok ini dimotori Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin, pendiri yayasan Muntada Al-Islami yang berpusat di London Inggris. Dia juga pendiri dari redaktur majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah dan majalah Al-Bayan bersama Muhammad Al-Abduh, Muhammad Mis’ary
dan kawan-kawannya. Muhammad Surur adalah kelompok yang masyhur dengan
penyimpangan dan permusuhan mereka kepada para ulama salaf di dalam
majalah mereka yang terbit dari London dan dalam tulisan-tulisan mereka.
Kelompok ini merupakan jamaah yang terorganisir rapi sebagaimana di katakan Muhammad Surur kepada Syaikh Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, “Kami
tidak menyembunyikan kepada kalian bahwa kami adalah sebuah jamaah,
kami loyal kepada setiap muslim dan kami tidak taa’shshub.” (Risalah Syaikh Muqbil kepada Syaikh Abdullah bin Ubailan sebagaimana dalam kitab Al-Quthbiyyah cet. 2 hal. 158).
Tujuan Utama Kelompok Sururiyyah
Tujuan utama kelompok sururiyyah adalah mendirikan dan merebut kekuasaan dan mendirikan Khilafah Islamiyyah (negara islam), mereka berkata, “Gerakan-gerakan
islam yang ada sekarang ini adalah seperti kumpulan pasukan yang
mengumpulkan umat dengan perbedaan pemikiran-pemikirannya, untuk
menanggulangi fitnah kekufuran… maka gerakan-gerakan islam ini adalah
pengganti Daulah Islamiyyah…” (Madkhal Ila Tarsyid ‘Amal Islamy hal. 116 sebagaimana dalam Al-Quthbiyyah hal. 20).
Salman Al Audah berkata, “Daulah
Khilafah berlangsung lebih dari 13 abad… adapun realita sekarang ini,
maka sangat menyedihkan karena semua misal yang dipandang mata adalah
misal-misal yang tidak Islami…” (kaset Ummah Ghaibah?! sebagaimana dalam Al-Quthbiyyah hal. 23).
Safar Al Hawaly berkata: “Kita sangat merindukan Afghanistan akan menjadi batu pertama bagi Daulah Islamiyyah…” (Syarh Thahawiyyah 266/2 sebagaimana dalam Al-Quthbiyyah hal. 23).
Referensi Kelompok Sururiyyah
Di samping majalah Al Bayan oleh Al Abduh dan majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah oleh Surur, kelompok ini memiliki referensi-referensi yang diharuskan kepada pengikutnya untuk membacanya dengan urutan-urutan yang rapi dan seragam, di antara referensi-referensi mereka adalah, Kitab-kitab Sayyid Quthb seperti Fi Zhilalil Qur’an, ‘Adalah Ijmaiyyah, Ma’rakatul islam wa Ra’sumaliyyah, dan Ma’alim Fi Thariq, Mausu’ah Haraqiyyah oleh Fathi Yakan, Munthaliq, ‘Awaiq, dan Bawariq oleh Muhammad Ahmad Ar-Rasyid (nama samaran dari Abdul Mun’im bin Shalih Al-illy Al-‘Izzy), Harakatun Nafs Zakiyyah oleh Muhammad Al-Abduh, Ahlussunnah wal Jamaah Ma’alim Inthilaqatil Kubra oleh Muhammad Abdul Hadi Al-Mishry, Jahiliyyah Abad 20 oleh Muhammad Quthb, Al-Islam Al-Hadits oleh Jamal Sulthan, Wa Ja’a Daurul Majus oleh Abdullah Muhammad Al Gharib (nama samaran dari Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin!), Da’wah Islamiyyah Faridhan Syar’iyyah oleh Shadiq Amin (nama samaran dari Abdullah Azzam) dan masih banyak lagi yang senafas dengan kitab-kitab di atas.
Penyimpangan Kelompok Sururiyyah
Kelompok ini memiliki ciri-ciri khas,
kesesatan dan penyimpangan dari manhaj yang lurus, manhaj Salafus
Shalih. Di antara penyimpangan-penyimpangan mereka adalah berikut:
Pertama, kebencian mereka kepada kitab-kitab Aqidah. Muhammad Surur berkata, “Aku
melihat kitab-kitab aqidah, ternyata kitab-kitab itu ditulis bukan pada
zaman kita, kitab-kitab itu adalah solusi untuk beberapa problematika
pada saat kitab-kitab itu ditulis, sedangkan zaman kita sekarang ini
membutuhkan solusi-solusi yang baru, dari sinilah maka gaya bahasa dari
kitab-kitab aqidah banyak yang kering, karena hanya terdiri dari
nash-nash dan hukum-hukum…” (Manhajul Anbiya fi Da’wah Ilallah 1/8).
Ucapan ini telah di bantah oleh para ulama seperti Syaikh Ibnu Baz,
Al-Albani, Al-Fauzan, sebagaimana nanti akan kami sebutkan.
Kedua, kecenderungan mereka kepada pemikiran Khawarij.
Hal ini nampak pada pemikiran takfirnya, yaitu mengafirkan seorang
muslim dengan kemaksiatan yang dia lakukan, baik mereka itu penguasa
maupun rakyat.
Adapun pengafirannya pada para penguasa muslim maka tampak jelas pada tulisan-tulisannya di majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah yang terbit dari London Inggris. Adapun pengafirannya kepada kaum muslimin secara umum maka tampak pada perkataannya di kitabnya Manhajul Anbiya Fi Da’wah Ilallah 1/158, “Kaum
Luth jika menerima ajakan Nabi mereka agar beriman kepada Allah dan
meninggalkan kesyirikan maka hal itu tidaklah bermakna bagi mereka,
jika mereka tidak meninggalkan kebiasaan buruk mereka dari mendatangi
sesama jenis yang mereka sepakat melakukannya.”
Demikianlah Muhammad Surur mengafirkan pelaku dosa besar secara mutlak walaupun pelakunya tidak menghalalkannya. Ucapan di atas telah di bantah oleh Syaikh Dr. Shalih Fauzan bin Fauzan dalam kaset “Pentingnya Tauhid”. (Madarikun Nadzhar hal. 120 oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani).
Mereka juga membolehkan khuruj (memberontak) terhadap waliyyul amr dan juga menghalalkan provokasi dan agitasi terhadap pemerintah muslim sebagaimana dikatakan oleh Salman Al-Audah dalam kasetnya Humum Multazimah dan yang lainnya. (Untuk membantah syubhat ini lihat “Fitnah Takfir” oleh Syaikh Al-Albani yang dimuat dalam majalah Al-Furqon edisi 10 th. II hal. 36-41).
Ketiga, Permusuhan mereka yang sangat kepada para ulama Salafiyyin. Muhammad Surur mengatakan tentang para ulama Salafiyyin di Saudi Arabia, “Mereka
ini selalu membuat kedustaan, memata-matai, menulis ketetapan-ketetapan
dan melakukan segala sesuatu yang diminta majikannya… dan jumlah mereka
sedikit -walhamdulillah-, dan mereka adalah para penyelundup dalam
dakwah dan aktivitas islam… walaupun mereka ini memanjangkan jenggotnya
dan memendekkan celananya, dan menganggap diri mereka adalah para
pembela sunnah…” (Majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah edisi 23. bulan Dzulhijjah 1412 H, Hal 29-30).
Muhammad Mis’ary berkata, “Aku
tidak pernah menyinggung aqidah Muhammad bin Abdul Wahhab, aku hanya
menyebutkan kenyataan bahwa dia adalah seorang yang lugu dan bukan
seorang Ulama!!!…”
Muhammad Mis’ary berkata, “Pendapatku
pribadi bahwa Syaikh Ibnu Bazz telah sampai pada fase kerusakan akal
karena usia tua… tetapi aku tidak melihat kufur bawwah (nyata) padanya…” (pernyataan Lajnah Difa’ ‘An Huquq Syar’iyyah, London kamis 22/10/1415 H bertepatan dengan 23/3/1995 M).
Salman
Al-Audah menuduh para ulama Saudi seperti Syaikh bin Baz dan Syaikh
Al-Utsaimin bukanlah rujukan ilmiah yang shahih dan terpercaya. (Majalah Al-Ishlah Al-Imaratiyyah edisi 223-228/ 1-3/12/1992 hal. 11).
Safar Al-Hawaly menuduh para ulama Saudi Seperti Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Utsaimin tidak mengerti waqi’ (Realita umat) (kaset Fafirru II).
Abdurrahman Abdul Khaliq mengatakan bahwa Syaikh Al-Allamah Al-Mufassir Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy adalah perpustakaan yang berjalan tetapi sudah usang cetakannya sehingga perlu direvisi! (Khuthuth Raisiyyah Liba’tsil Ummah Islamiyyah hal. 78 sebagaimana dalam jama’ah wahidah hal. 41 oleh Syaikhuna Al-Allamah Rabi’ bin Hadi Al Madkhali). Abdurrahman Abdul Khaliq mengatakan bahwa ulama Salafiyyin adalah ulama haidh dan nifas. (Khuthuth Raisiyyah Liba’tsil Ummah Islamiyyah hal. 40).
Sungguh
alangkah kotornya ucapan yang keluar dari mulut-mulut mereka. Ingatlah
wahai saudaraku bahwa mencela ulama termasuk tanda-tanda Ahli Bid’ah
dari dulu hingga sekarang (Lihat tulisan penulis “Urgensi Ilmu dan Ulama” dalam Majalah Al-Furqon edisi 6 th II).
Keempat, Loyalitas Mereka kepada Ahli Bid’ah Dan musuh-musuh Islam. Mereka memuji dan mengelu-elukan Hasan At-Turabi As-Sudani, penentang hadits Rasulullah, demikian juga Ayatusy Syiah Khomeini Ar-Rafidhi Al Mal’un (yang terlaknat-red) mereka katakan sebagai imam dan tokoh sejarah yang agung dan jenius. (pernyataan resmi Lajnah Difa’ ‘An Huquq Syar’iyyah, London, kamis 22/10/1415 bertepatan dengan 23/3/1995 M)
Kelima, Celaan Mereka Kepada Para Sahabat. Muhammad Mis’ari berkata, “Aku
menganggap Mu’awiyyah adalah perampas kekuasaan, dan dia akan mendapat
balasan kejahatannya dari Allah pada hari kiamat, tetapi aku tidak
mengafirkannya…” (Pernyataan resmi Lajnah Difa’ ‘An Huquq Syar’iyyah,
London, kamis 22/10/1415 bertepatan dengan 23/3/1995 M). Dan masih
banyak lagi penyimpangan-penyimpangan mereka dari manhaj yang lurus
yang tidak bisa kita sampaikan di sini karena keterbatasan tempat,
tetapi dari uraian singkat di atas Insya Allah bisa dinilai siapa
mereka.
Keenam,
Hubungan kelompok sururiyyah dengan Sayyid Quthb. Membicarakan kelompok
Sururiyyah tidak lepas dari Sayyid Quthb dan pemikiran-pemikirannya,
karena tokoh-tokoh kelompok Sururiyyah adalah para pemuja, pembela Sayyid Quthb dan pemikiran-pemikirannya, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Surur dalam kitabnya Dirasat fi Shirah Nabawiyyah hal. 321-323, “Sayyid
Quthb dizalimi oleh dua kelompok manusia, dizalimi oleh sebagian
murid-muridnya dan pengagumnya karena mereka sangat kagum kepadanya,
kagum pada keteguhannya di atas kebenaran dan kesabarannya menerima
ujian di jalan Allah, kagum dengan keluasan wawasannya kebersihan
fitrahnya, dan kedalaman pengetahuannya dan kami menyertai mereka dalam
ini semua… Adapun kelompok lain, maka mereka tidak menyebut Sayyid
Quthb kecuali dari segi kesalahan-kesalahan ilmiahnya, ada yang
mengatakan dia Asy’ari, ada yang menyebutkan dia adalah penyeru
wihdatul wujud, dan ada lagi yang menyatakan dia adalah tergolong
kelompok khawarij yang ghuluw. Tidaklah Sayyid Quthb seorang Asy’ari
dan tidak juga seorang shufi, dia adalah seorang sastrawan murid dari
para ahli sastra, ketika dia menempuh jalan para da’i dia mengubah
haluan menulis ilmu-ilmu islam seperti tauhid, tafsir dan lain-lain.
maka Allah memberi taufik kepadanya dari tulisan-tulisannya… Tidaklah
Sayyid Quthb tergolong pengikut pemikiran khawarij… tidak juga termasuk
kelompok Mu’tazilah…”
Kami katakan, Sayyid Quthb adalah seorang Asy’ary dia menafsirkan Istiwa dengan “kekuasaan” sebagaimana dalam tafsirnya Fi Dzilalil Qur’an (1/53, 1/54, 3/ 1296, 3/1762, 4/2045 dan 5/2807), dia juga penyeru kepada wihdatul wujud sebagaimana dalam perkataannya dalam tafsirnya Fi Dzilalil Qur’an 6/4002, “Dialah wujud yang satu, tidak ada di sana hakekat kecuali hakekatNya, tidak ada di sana wujud yang hakiki kecuali wujudNya…”
Sayyid Quthb juga seorang shufi sebagaimana dalam perkataannya dalam Fi Dzilalil Qur’an 6/3291, “Di
sana ada orang yang beribadah kepada Allah karena mereka mensyukuri
nikmat-nikmatNya yang tidak terhitung, tidak melihat di balik itu surga
atau neraka…”
Sayyid
Quthb juga penganut paham Khawarij yang mengafirkan masyarakat islam
secara keseluruhan sebagaimana dikatakan oleh muridnya Dr. Yusuf
Al-Qardhawy, “Pada
fase ini muncullah kitab-kitab Asy Syahid(?!) Sayyid Quthb yang
mewakili fase terakhir dari pemikirannya yang menghasilkan pengafiran
masyarakat… dan pencanangan jihad ofensif kepada seluruh manusia.” (‘Aulawiyah Harakatul Islamiyyah hal. 110 dari perkataan Sayyid Quthb dalam masalah ini dalam dalam tafsirnya Fi Dzilalil Qur’an 2/1057).
Barang
siapa yang ingin mengenal lebih lanjut pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb
untuk membentengi diri kita darinya, hendaklah membaca kitab Mauriduz Zilal fi Akhto’i Dhilal oleh Syaikh Abdullah Ad-Duwaisi, dan beberapa kitab Syaikhuna Al-Allamah Rabi’ Al-Madkholi seperti Adhwa’
Islamiyyah ‘ala Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrihi, Matha’in Sayyid Quthb
fi Ashaabi Rasulillah, dan Al-‘Awashim Mimma Fi Quthb Minal Qowasim.
Di sana akan tampak bahwa dia mencela Sahabat Nabi Musa, mencela para
sahabat, mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk, menganut paham hulul
dan jabariyyah, menolak sifat-sifat Allah dengan menempuh cara-cara
jahmiyyah, menolak hadits-hadits shahih dalam masalah aqidah, mengimani
paham sosialisme dan lain-lain…
Setelah ini semua, pantaskah ia di puja, dan di jadikan imam?!
Demi Allah tidak, kecuali seorang yang hati dan akalnya telah terbakar
oleh kultus individu dan fanatis buta, seperti tokoh-tokoh kelompok
sururiyyah seperti Muhammad Surur dalam beberapa perkataannya di atas,
Muhammad Shalih Al Munajjid dalam risalahnya Arba’una Nashihatan Liislahil Buyut hal. 23-25, Aidh Al-Qarni dalam kitabnya Lahnul Khulud hal.20, Salman Al-Audah dalam kasetnya Taqwimmul Rijal,
dan masih banyak lagi dari kalangan mereka. Karena inilah maka kelompok
Sururiyyah tidak ada bedanya dengan kelompok Quthbiyyah (penganut
pemikiran Sayyid Quthb) yang lainnya seperti Ikhwanul Muslimin dan
jamaah-jamaah takfir yang lain. (Diambil dari majalah Al-Furqon edisi 2 tahun IV Ramadhan 1425 H).
Sarana-Sarana Sururiyyah
Kelompok ini memiliki tiga sarana utama untuk melariskan pemikiran mereka, tiga sarana ini adalah:
Pertama, Manhaj Muwazanah, yaitu
manhaj yang mengharuskan bagi siapa saja yang mengkritik kesalahan
person, tulisan ataupun kelompok untuk menyebutkan kebaikan dan
kejelekannya secara bersamaan, karena ini adalah sikap yang adil
menurut mereka. (Masalah ini telah kami bahas dalam Majalah Al-Furqon edisi 8 th. III hal 29-30 dengan judul “Ketimpangan Manhaj Muwazanah”).
Kedua, Fikih Waqi’, yaitu fikih politik barat,
dan memahami program rahasia mereka terhadap islam dan kaum muslimin.
Tujuan pencetusan fikih waqi’ ini adalah mengangkat orang-orang barisan
mereka ke barisan para ulama dan sekaligus merendahkan citra para ulama
dengan slogan ini, yakni para ulama tersebut tidak memahami waqi’
(Masalah ini juga telah kami bahas dalam majalah Al-Furqon Edisi 10 th. III hal. 22-26 dengan judul “Fiqh Waqi/pemahaman Realita”).
Ketiga, Tatsabut,
yaitu mengelabui umat bahwa mereka adalah orang-orang yang selalu
meneliti dengan cermat semua berita-berita yang sampai, dengan cara ini
mereka melariskan pemikiran-pemikiran mereka dan menghindar dari segala
macam bantahan dan kritikan kepada mereka. Sarana ini digunakan mereka
sebagai senjata pembelaan dan sekaligus senjata untuk menyerang,
senjata untuk membela pemikiran-pemikiran, perkataan-perkataan, dan
perbuatan-perbuatan mereka, dan sekaligus menyerang siapa saja yang
mengkritik dan menjelaskan kesalahan mereka.
Semua sarana ini mereka suguhkan kepada umat dengan bentuk yang mujmal (global), dengan kalimat-kalimat samar
yang mengandung kebenaran dan kebatilan, dengan kebatilan dari
kalimat-kalimat ini mereka hantam kebenaran, inilah cara-cara ahli
bid’ah dari masa ke masa sebagaimana di jelaskan oleh Al-Imam Ibnul
Qayyim dalam kitabnya Shawa’iq Mursalah 3/925, Allah telah melarang cara-cara seperti ini dalam kitab-Nya:
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan
jangan kalian campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah
kalian sembunyikan yang haq itu, sedang kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Karena
inilah -wahai saudara-saudaraku- waspadalah dan hati-hatilah terhadap
kelompok sururiyyah ini! mereka adalah kelompok yang menyebarkan kebatilan dengan cara terselubung,
mereka tidak segan-segan menerbitkan dan mencetak kitab-kitab ulama
salafiyyin dan membagi-bagikannya pada acara-acara mereka, tetapi dengan menyelipkan dan membagikan bersamanya tulisan gembong-gembong mereka,
dengan cara itu mereka kelabui umat bahwa pemikiran-pemikiran
gembong-gembong mereka adalah sama dengan pemikiran-pemikiran
ulama-ulama Salafiyyin. (Al-Quthbiyyah hal. 158).
Mereka mengerahkan segala upaya untuk mengelabui tokoh-tokoh salafiyyin sehingga bergabung dengan mereka, sebagaimana hal ini terjadi pada Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Jibrin yang sempat mereka tarik dalam Jam’iyyah mereka yang bernama Lajnah Difa’ ‘An Huquq Syar’iyyah, tetapi hal ini tidak berlangsung lama –walhamdulillah– beliau segera mengumumkan bahwa beliau berlepas diri dari mereka sebagaimana dalam fatwa beliau pada tanggal 23 Rabi’ul Awal 1415 H.
Waspadalah
wahai para du’at salafiyyin terhadap mereka, mereka berusaha dengan
segala cara untuk menarik kalian dalam barisan mereka, untuk mengelabui umat bahwa mereka adalah salafiyyin bukan quthbiyyin!!
Kontradiksi Perkataan dan Sikap Kelompok Sururiyyah
Kelompok Sururiyyah adalah para “da’i politik”,
maka perkataan-perkataan dan sikap-sikap mereka penuh kontradiksi
sebagaimana para politikus pada umumnya, di antara kontradiksi mereka
adalah:
- ◘ Mereka melarang pemerintah Saudi Arabia meminta-minta bantuan orang-orang musyrik untuk menahan kebrutalan Saddam Husein, kemudian mereka mengatakan boleh meminta bantuan kepada kaum Rafidhah dan komunis untuk menahan Kabul dari serangan Amerika!!!
- ◘ Mereka melarang orang-orang Kuwait meminta bantuan orang-orang musyrik untuk mengusir dan mengeluarkan Saddam Husein yang menduduki Kuwait, kemudian mereka membolehkan diri-diri mereka meminta suaka politik ke negeri kafir, bahkan kemudian bermukim di negeri kafir, bahkan dengan resmi menjadi warga negara kafir!
- ◘ Mereka menyerukan keadilan terhadap semua makhluk, termasuk kaum komunis dan syaitan, dan mewajibkan untuk menyebutkan kebaikan dan keburukan mereka, tetapi hal ini tidak mereka lakukan terhadap para ulama-ulama Salafiyin yang berseberangan dengan mereka, mereka cela para ulama Salafiyin dan mereka juluki dengan julukan-julukan yang keji.
Komentar Para Ulama Tentang Kelompok Sururiyyah
Komentar Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz:
Ketika di sebutkan kepada Samahatusy Syaikh perkataan Muhammad Surur dalam kitabnya Manhajul ‘Anbiya fid Da’wah Ilallah 1/8 di atas beliau berkomentar: “Ini
adalah kesalahan yang besar… kitab-kitab aqidah yang benar bukanlah
kering, di dalamnya Firman Allah dan sabda Rasulullah… jika dia
mensifati Al Quran dan As-Sunnah bahwa keduanya kering maka ini adalah
kemurtadan dari Islam, ini adalah ungkapan yang rusak dan keji.”
Dan beliau ditanya tentang hukum menjual kitabnya, maka beliau menjawab: “Kalau pada kitab tersebut ada ucapan ini maka tidak boleh dijual dan wajib dirobek.” (Dari kaset muhadharah berjudul Afatul Lisan di kota Thaif tanggal 29/12/1413 sebagaimana dalam Ajwibah Mufidah hal. 57).
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengomentari Muhammad Mis’ari, juru bicara resmi mereka: “…termasuk orang-orang dengki dan jahil yang menjual agama dan amanahnya kepada Syaitan seperti Muhammad Mis’ary.” (Koran Al-Muslimun edisi 543 tanggal 2 shafar 1416 H sebagaimana dalam Madarikun Nadhar hal 218).
Komentar Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani:
Ketika disebutkan kepada beliau perkataan Muhammad Surur dalam kitabnya Manhajul Anbiya’ fid Da’wah Ilallah 1/8 di atas beliau berkomentar: “Adakah seorang muslim mengucapkan ucapan seperti ini?” (Al-Maqalat As-Salafiyyah hal. 25 oleh Syaikh Salim al-Hilaly).
Komentar Syaikh Al-Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan:
Ketika disebutkan kepada Fadhilatus Syaikh perkataan Muhammad Surur dalam kitabnya Manhajul Anbiya’ fid Da’wah Ilallah 1/8 di atas beliau berkomentar: “Orang
ini -Muhammad Surur- hendak menyesatkan para pemuda islam dengan
perkataannya ini, memalingkan mereka dari kitab-kitab aqidah yang
shahihah dan dari kitab-kitab salaf, dan dia arahkan para pemuda islam
kepada pemikiran-pemikiran baru, dan kitab-kitab baru yang banyak
mengandung syubhat-syubhat.
Kitab-kitab
aqidah menurut Muhammad Surur kelemahannya adalah karena terdiri dari
nash-nash dan hukum-hukum, di dalamnya ada perkataan Allah dan
perkataan Rasulullah, sedangkan dia menginginkan pemikiran fulan dan
fulan, dan tidak ingin nash-nash dan hukum-hukum. Maka wajib atas
kalian -kaum muslimin- mewaspadai selundupan-selundupan pemikiran batil
ini, yang bertujuan memalingkan para pemuda kita dari kitab-kitab salaf
yang shalih.
Alhamdulillah
kita telah cukup dengan peninggalan-peninggalan Salafusalih seperti
kitab-kitab aqidah, dan kitab-kitab dakwah, bukan dengan gaya bahasa
yang kering -seperti disangka oleh Muhammad Surur-, bahkan dengan gaya
bahasa yang ilmiah dari Kitabullah dan dari Sunnah Rasul-Nya, seperti
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadits yang lainnya,
kemudian kitab-kitab sunan, seperti kitab As-Sunnah oleh Ibnu Abi
Ashim, Asy-Syari’ah oleh Al-Aajury, As-Sunnah oleh Abdullah bin Al-Imam
Ahmad, kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul
Qayyim, dan kitab-kitab Syaikhul Islam Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul
Wahhab. Wajib atas kalian untuk mengmbil dari kitab-kitab ini. Maka
aqidah tidak boleh diambil kecuali dari nash-nash kitab dan Sunnah,
bukan dari pemikiran fulan dan fulan.” (Ajwibah Mufidah ‘an As’ilatil Manahijil Jadidah hal. 55-56).
Komentar Syaikhuna Al Allamah Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad:
Beliau berkata mensifati Muhammad Surur: “Orang yang dengki terhadap ulama ahli sunnah.” Beliau juga mengomentari Muhammad Mis’ari: “Dia
adalah seorang yang begitu sangat kedengkiannya, tidak punya hubungan
sama sekali dengan ilmu syar’i dan fikih agama, lari ke ibukota
penjajah… semoga Allah merahmati Al-Imam Ath-Thahawi yang mengatakan:
‘dan ulama salaf yang terdahulu dan pengikut-pengikut mereka sesudahnya
-ahli khabar dan atsar, dan ahli fiqih dan nadhar- tidak boleh disebut
melainkan dengan kebaikan, dan barang siapa yang menyebut mereka dengan
kejelekan maka tidaklah dia di atas jalan yang lurus…'” (Pengantar terhadap kitab Madarikun Nazhar fi Siyasah oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhan Al Jazairi).
Penutup
Pada
akhir bahasan ini kami berdoa kepada Allah agar menunjukkan dan membawa
kita semua ke jalan yang dicintai dan diridhoi-Nya, dan hendaknya kita
semua menyadari bahwa Allah telah memberikan nikmat yang sangat agung
kepada kita yaitu ulama Salafiyin yang memiliki keteguhan langkah dalam
menempuh manhaj salafush shalih.
Maka
wajib bagi umat secara umum dan para pemuda islam secara khusus untuk
menimba ilmu dari para ulama Salafiyin, beramal sesuai dengan amalan
mereka, beradab seperti adab mereka, menjaga kehormatan mereka, dan
menempatkan mereka sesuai dengan kedudukan mereka yang agung.
Wajib
atas setiap muslim untuk taat kepada para pemimpin dalam ketaatan
kepada Allah, menasihati mereka dengan cara-cara yang syar’i, dan
berusaha untuk mempersatukan kaum muslimin di bawah panji-panji mereka
untuk menempuh jalan yang lurus.
Wajib
bagi kita semua untuk berpegang teguh dengan manhaj salafush shalih,
jangan sampai kita berpaling dari jalan yang lurus sehingga mengalami
kerugian yang besar di dunia dan akhirat, karena keshalihan manhaj
menentukan tempat seseorang di surga atau neraka sebagaimana dikatakan
oleh Syaikh Al-Allamah Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan: “Keshalihan
manhaj menentukan tempat seseorang di surga atau di neraka, jika dia
mengikuti manhaj Rasulullah dan manhaj salafus shalih maka dia akan
menjadi penghuni surga biidznillah, dan jika dia berada pada manhaj
yang sesat maka dia diancam dengan neraka.” (Al-Ajwibah Mufidah hal. 77).
(Sumber: Majalah Al Furqon, Gresik)
***
Penulis: Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Syaifullah
Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id
Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id
Sumber: http://muslim.or.id/268-waspadailah-fitnah-sururiyyah.html