Ngobrol dengan Istri, Berpahala!
Assalammualaikum wr.wb ..
Pak
ustad yg sya hormati .. ada seorang ibu rumah tngga berumur 22 tahun.
Suaminya berumur 36 tahun. Suaminya sering keluar malam, pulang subuh
hanya karena bertemu teman2nya dan mengobrol yang tidak jelas.
bagaimana pendapat islam tentang hal tersebut .. Terima kasih.
Mentari
Jawab:
Wa’alaikumus salam Wa Rahmatullah wa Barakatuh,
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya,
kita akan mengkaji hukum melakukan kegiatan mubah di waktu setelah
isya. Bagian dari sunatullah, Allah jadikan waktu malam penuh
ketenangan waktu siang untuk bekerja,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ ، وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ، إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
Dialah
yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan
(menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia
Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar. (QS. Yunus: 67)
Artinya waktu malam adalah waktu untuk istirahat di rumah, tidak menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan, apalagi untuk kegiatan yang tidak ada manfaatnya. Dan itulah kodrat manusia.
Karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang obrolan yang dilakukan setelah isya. Terdapat hadis dari Abu Barzah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat isya dan ngobrol setelah isya. (HR. Bukhari 568, Muslim 1496, dan yang lainnya).
Kita akan simak beberapa keterangan ulama mengenai hadis di atas.
An-Nawawi mengatakan,
وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى كَرَاهَة الْحَدِيث بَعْدهَا إِلَّا مَا كَانَ فِي خَيْر
Para ulama sepakat, makruh ngobrol setelah isya, kecuali yang di dalamnya ada kebaikan. (Syarh Shahih Muslim, 5/146).
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,
وَالسَّمَر
بَعْدَهَا قَدْ يُؤَدِّي إِلَى النَّوْم عَنْ الصُّبْح ، أَوْ عَنْ
وَقْتهَا الْمُخْتَار ، أَوْ عَنْ قِيَام اللَّيْل. وَكَانَ عُمَر بْن
الْخَطَّابِ يَضْرِب النَّاس عَلَى ذَلِكَ وَيَقُول : أَسَمَرًا أَوَّلَ
اللَّيْل وَنَوْمًا آخِرَهُ ؟
Bergadang
setelah isya bisa menyebabkan ketiduran sehingga tidak shalat subuh,
atau kesiangan ketika shalat subuh, atau tidak melakukan shalat malam.
Bahkan Umar bin Khatab memukul orang-orang yang bergadang (ngobrol),
sambil mengatakan, ‘Apakah mereka bergadanng di awal malam dan tidur di
akhir malam?.’ (Fathul Bari, 2/73)
Makruh untuk Obrolan dalam Perkara Mubah
Hukum makruh di atas, berlaku untuk obrolan perkara mubah.
Jika kegiatan yang asalnya mubah menjadi dibenci karena dilakukan
setelah isya, maka kegiatan yang asalnya haram, hukumnya lebih
terlarang jika dilakukan setelah isya.
An-Nawawi menyebutkan rincian hukum kegiatan setelah isya,
ويُكره
لمن صلى العشاء الآخرة أن يتحدَّثَ بالحديث المباح في غير هذا الوقت وأعني
بالمُباح الذي استوى فعله وتركه. فأما الحديث المحرّم في غير هذا الوقت
أو المكروه فهو في هذا الوقت أشدّ تحريماً وكراهة.
Setelah
shalat isya, dimakruhkan untuk melakukan obrolan yang hukum asalnya
mubah. Yang saya maksud dengan mubah, obrolan yang jika dilakukan
maupun ditinggalkan statusnya sama saja. Adapun obrolan yang hukum
asalnya haram atau makruh, jika dilakukan setelah isya hukumnya lebih
terlarang.
Yang
dikecualikan dari hukum di atas adalah kegiatan yang hukum asalnya
dianjurkan atau kegiatan yang sifatnya ibadah, seperti belajar agama,
menjamu tamu, berdzikir dan semacamnya. An-Nawawi melanjutkan keterangannya,
وأما الحديثُ في الخير كمذاكرة العلم وحكايات الصالحين ومكارم الأخلاق والحديث مع الضيف فلا كراهةَ فيه، بل هو مستحبّ
Adapun
obrolan dalam kebaikan, seperti belajar, membaca sirah orang shaleh,
melakukan akhlak mulia, melayani tamu, hukumnya tidak makruh, bahkan
anjuran. (al-Adzkar, hlm. 372).
Imam Bukhari juga menyampaikan keterangan yang sama. Dalam shahihnya, beliau menyebutkan judul bab:
باب السَّمَرِ فِى الْفِقْهِ وَالْخَيْرِ بَعْدَ الْعِشَاءِ
Bab bolehnya bergadang untuk belajar agama atau kebaikan setelah isya.
Selanjutnya, beliau menyebutkan hadis yang bercerita, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunda shalat isya hingga tengah malam, agar para sahabat mendapat kesempatan pahala menunggu shalat isya dalam rentang yang lama.
Obrolan dengan Istri Berpahala?
Yang
menarik di sini, para ulama memasukkan kegiatan obrolan dengan istri
dan keluarga, statusnya sebagaimana belajar ilmu agama atau melayani
tamu. Kerena itu, mereka menggolongkan obrolan dengan istri dan
keluarga termasuk kegiatan yang boleh dilakukan setelah isya.
Setelah
menyebutkan bab tentang bolehnya bergadang untuk belajar agama, imam
Bukhari menyebutkan kegiatan lain yang hukumnya sama,
باب السَّمَرِ مَعَ الضَّيْفِ وَالأَهْلِ
Bab bolehnya bergadang dalam rangka melayani tamu dan ngobrol bersama istri. (Shahih Bukhari, bab no. 41).
Dan
semacam ini dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
para istri beliau. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, menceritakan
pengalamannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau
menginap di rumah bibinya, Maimunah, yang merupakan salah satu istri
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seusai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat isya, beliau pulang ke rumahnya Maimunah, lalu shalat 4
rakaat. Kemudian beliau berbincang-bincang dengan istrinya.
Karena
itu, para ulama menilai obrolan dengan istri dan anak, termasuk
kegiatan yang ada maslahatnya. An-Nawawi menyebutkan jenis-jenis
kegiatan setelah isya yang diperbolehkan,
قَالَ
الْعُلَمَاء : وَالْمَكْرُوه مِنْ الْحَدِيث بَعْد الْعِشَاء هُوَ مَا
كَانَ فِي الْأُمُور الَّتِي لَا مَصْلَحَة فِيهَا. أَمَّا مَا فِيهِ
مَصْلَحَة وَخَيْر فَلَا كَرَاهَة فِيهِ , وَذَلِكَ كَمُدَارَسَةِ
الْعِلْم , وَحِكَايَات الصَّالِحِينَ , وَمُحَادَثَة الضَّيْف ،
وَالْعَرُوس لِلتَّأْنِيسِ , وَمُحَادَثَة الرَّجُل أَهْله وَأَوْلَاده
لِلْمُلَاطَفَةِ وَالْحَاجَة
Para
ulama mengatakan, obrolan yang makruh setelah isya adalah obrolan yang
tidak ada maslahatnya. Adapaun kegiatan yang ada maslahatnya dan ada
kebaikannya, tidak makruh. Seperti belajar ilmu agama, membaca cerita
orang soleh, ngobrol melayani tamu, atau pengantin baru untuk
keakraban, atau suami ngobrol dengan istrinya dan anaknya, mewujudkan
kesih sayang dan hajat keluarga. (Syarh Shahih Muslim, 5/146).
Ini semua menunjukkan bahwa obrolan dengan istri dan anak, termasuk bentuk ibadah. Sayangnya, suami yang kurang cerdas, lebih memilih ngobrol dengan teman dari pada ngobrol dengan istri.
Allahu a’lam..
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/23735-ngobrol-dengan-istri-berpahala.html