Dari Raafi’ bin Khudaij radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول (شر الكسب مهر البغي، وثمن الكلب، وكسب الحجام).
Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seburuk-buruk usaha adalah mahar (upah) pezina, hasil jual beli anjing, dan upah tukang bekam”.
Dalam riwayat lain :
ثمن الكلب خبيث. ومهر البغي خبيث. وكسب الحجام خبيث
“Hasil jual beli anjing adalah keji, hasil usaha pezina adalah keji, dan upah tukang bekam juga keji” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1568].
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr ia berkata :
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن كسب الحجام
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang mencari rizki (penghasilan) melalui profesi tukang bekam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2165; shahih].
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من السحت كسب الحجام
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Termasuk usaha yang haram adalah upah para tukang bekam” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil no. 4661; shahih].
Para
ulama berbeda pendapat mengenai hasil tukang bekam dalam hal menyikapi
pelarangan dalam hadits di atas menjadi beberapa pendapat :
a. Mengharamkannya.
b. Apabila
tukang bekam tersebut merdeka (bukan budak), maka hukumnya haram. Namun
bila tukang bekam tersebut seorang budak, maka boleh.
c. Larangan mengambil upah dari usaha bekam telah mansukh. Ini adalah pendapat Ath-Thahawiy.
d. Apabila
tukang bekam memasang tarif tertentu, maka usahanya tersebut tidak
dibenarkan. Namun jika tidak, maka dibenarkan. Ibnu Hibban memilih
pendapat ini.
e. Jumhur ulama berpendapat usaha tukang bekam adalah halal dengan membawa nash-nash larangan kepada makruh tanzih.
Pendapat
yang mengharamkannya adalah tertolak karena telah shahih riwayat
bahwasannya beliau pernah memberikan upah kepada tukang bekam.
Dari ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu :
أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وأمرني فأعطيت الحجام أجره
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan menyuruhku untuk memberikan upah kepada tukang bekamnya” [shahih – lihat Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, hal. 188 no. 310].
Juga dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :
أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا حجاما فحجمه وسأله : كم خراجك ؟ فقال : ثلاثة آصع . فوضع عنه صاعا وأعطاه أجره
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengundang tukang bekam, lalu ia membekam beliau. Setelah selesai, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya : “Berapa pajakmu ?”. Ia menjawab : “Tiga sha’”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membatalkan satu sha’ dari pajaknya, kemudian memberikan upahnya” [shahih - Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, hal. 188 no. 312].
Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma pernah berkata :
إن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم على الأخدعين وبين الكتفين وأعطى الحجام أجره ولو كان حراما لم يعطه
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam di kedua urat merih dan daerah di antara dua pundaknya. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallammemberikan upah kepada pembekam. Seandainya upah bekam itu haram, niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberinya” [shahih – Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah hal. 188 no. 311].
Pendapat
yang mengkhususkan kebolehan mengambil upah bekam untuk budak saja
– tidak untuk orang merdeka – tidak bisa diterima, sebab
syari’at tidak pernah membedakan antara budak dan orang merdeka
dalam hal perintah mencari usaha yang halal. Perintah ini umum
sebagaimana firman Allah ta’ala :
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah” [QS. An-Nahl : 114].
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” [QS. Al-Baqarah : 168].
Pendapat yang mengatakan pelarangan mengambil upah bekam telah mansukh tidak bisa diterima, karena klaim adanya naasikh-mansukh hanya
dapat diterima jika diketahui secara pasti mana dalil yang datang
paling awal dan yang datang paling belakangan. Selain itu, klaim ini
juga hanya bisa diterima jika jalan penggabungan (thariqatul-jam’i wat-taufiq) tidak memungkinkan. Sedangkan dalam kasus ini, jalan penggabungan masih terbuka.
Pendapat
yang mengatakan bahwa pelarangan mengambil upah hanya jika memasang
tarif adalah satu metode penggabungan yang dapat dipertimbangkan.
Adapun pendapat jumhur yang mengatakan bahwa pelarangan dalam hadits dibawa pada makna makruh tanzih, juga merupakan metode penggabungan yang cukup kuat.
Pendapat yang paling rajih menurut kami adalah pendapat jumhur (membawa pelarangan pada makna makruh tanzih). At-Tirmidzi berkata :
وقد رخص بعض أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وغيرهم في كسب الحجام. وهو قول الشافعي.
“Sebagian ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
selainnya memberikan keringanan dalam hal upah tukang bekam. Dan itulah
yang menjadi pendapat dari Asy-Syaafi’iy” [Sunan At-Tirmidzi hal. 304 – Masyhur Hasan Salmaan].
Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khaan berkata :
وذهب
الجمهور إلى أنه حلال لحديث أنس في الصحيحين وغيرهما "أن النبي صلى الله
عليه وسلم إحتجم حجمه أبو طيبة وأعطاه صاعين من طعام........ والأولى
الجمع بين الأحاديث بأن كسب الحجام مكروه غير حرام
“Jumhur ulama berpendapat tentang halalnya upah tukang bekam adalah halal berdasarkan hadits Anas yang terdapat dalam Shahihain dan yang lainnya : ‘Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam, lalu beliau dibekam oleh Abu Thayyibah. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberinya
upah dua shaa’ bahan makanan’……. Dan yang
lebih utama adalah penggabungan di antara hadits-hadits (yang melarang
dan yang memperbolehkan), bahwa upah bagi tukang bekam adalah makruh,
tidak sampai pada derajat haram” [Raudlatun-Nadiyyah, 2/132].
Namun
begitu perlu digarisbawahi bahwa upah pembekaman adalah upah yang hina.
Tidak selayaknya bagi seorang muslim yang masih diberikan Allah
kekuatan dan kelapangan mengambil upah dari pembekaman. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamtelah memerintahkan Muhayyishah untuk mempergunakan hasil upah bekam untuk membelikan makanan ternak.
Dari Muhayyishah radliyallaahu ‘anhu :
أنه استأذن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم في إجارة الحجام فنهاه عنها، فلم يزل يسأله ويستأذنه حتى أمره "أن اعلفه ناضحك ورقيقك".
“Bahwasannya ia pernah meminta ijin kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamuntuk
menyewa tukang bekam. Namun beliau melarangnya. Ia terus memohon dan
meminta ijin kepada beliau, hingga beliau memerintahkan : ‘Hendaknya upahnya diberikan untuk makan untamu dan budakmu” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3422, At-Tirmidzi no. 1277, Ibnu Majah no. 2166, dan yang lainnya; shahih].
Oleh
karena itu, sangat disayangkan fenomena dewasa ini suburnya
praktek-praktek usaha pembekaman yang memang dijadikan sebagai lahan
bisnis yang (dianggap) cukup ‘menjanjikan’. Menyedihkannya,
banyak di antara mereka adalah ikhwan Salafiyyun (?). Tidak cukupkah
kita memperhatikan kata-kata khabiits, syarr, dan suhtdari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ketiganya bermakna celaan atas hasil usaha (bisnis) pembekaman ?
Masih banyak jalan menuju Jawa Barat, alias….. masih banyak jalan mencari nafkah dari jalan yang halal lagi terhormat. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[Abu Al-Jauzaa’ 1430 – di perumahan Ciomas Permai yang lagi sering hujan].
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/07/hukum-upah-bekam.html