Islam Pedoman Hidup: Kedudukan Hadis “Nabi SAW Melihat Allah SWT Dalam Sebaik-baik Bentuk”

Senin, 16 November 2015

Kedudukan Hadis “Nabi SAW Melihat Allah SWT Dalam Sebaik-baik Bentuk”

PROLOG
Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan di blog ini yang berjudul : Pembahasan Hadits Ummu Ath-Thufail : Benarkah Tuhannya Wahabi Berambut Keriting (Bincang Bersama Abu Salafy) yang mana mendapat respon di dua tempat (minimalnya). Namun sependek yang saya baca, justru bahasannya tidak menyentuh esensi yang ingin saya tuju. Pada tulisan terdahulu saya ingin menjelaskan kedustaan dari tuduhan bahwa tuhan Wahabiy itu pemuda berambut kriting dan berjambul. Hal itu berawal dari pemahaman jelek atas perkataan Ibnu Taimiyyah. Ibnu Taimiyyah memang menshahihkan hadits Ummu Thufail (setidaknya saya membaca isyarat tashhih beliau di dua kitab) – dan beliau keliru dalam hal ini. Namun itu jauh lebih keliru jika kemudian tashhih itu memaksa satu pemahaman bahwa tuhan Wahabiy itu adalah pemuda amrad berambut kriting dan berjambul. Padahal, Ibnu Taimiyyah sendiri menafikkan pemahaman itu dan telah menjelaskannya.Tashhih dan pengambilan ‘ibrah hukum itu dua hal yang berbeda. Harap diperhatikan. Itu yang pertama. Selanjutnya adalah tuduhan kepada Asy-Syaikh Al-Albaniy menshahihkan hadits dimaksud sebagaimana terdapat dalam Dhilaalul-Jannah (hadits no. 471). Telah dijelaskan bahwa yang dishahihkan oleh beliau – dengan melihat keterangan dan kalimat-kalimat yang ada dalam Dhilalul-Jannah – hanya sebatas lafadh : “Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik”. Apalagi itu ditunjukkan dengan pen-dla’if-an beliau dalam Adl-Dla’iifah atas hadits pemuda amrad itu. Saya pribadi tidak sependapat dengan tashhih beliau atas hadits no. 471 – walaupun yang beliau tashhih itu sebatas kalimat : “Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik”. Tidak lain adalah karena keberadaan sanadnya terlalu lemah untuk bisa terangkat dengan adanya syawaahid. Juga ini berkaitan dengantashhih yang katanya dilakukan oleh Adz-Dzahabiy. Kemudian bahasan/tanggapan berkembang dengan pembicaraan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah dalam sebaik-baik bentuk (dalam mimpi beliau). Dalam tulisan terdahulu telah sedikit disinggung nukilan bahwa jumhur Ahlus-Sunnah yang berpendapat memungkinkannya melihat Allah dalam mimpi. Akhirnya tanggapan terbaru muncul dengan bahasan (takhrij) pendla’ifan hadits ru’yatullah itu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini – dengan segala keterbatasan yang ada (weh,…gaya nich) – saya tulis tanggapan atas hal tersebut. Banyak hal yang saya singkat bahasannya, seperti misal penyebutan komentar ulama terhadap perawi. Atau penyebutan sebagian jalan-jalan hadits, sehingga ada beberapa jalan yang tidak saya sertakan di tulisan ini. Untuk membantu, saya sertakan dalam catatan kaki jalan sanad masing-masing riwayat. Mungkin saja ada salah dalam penulisan, mohon dimaafkan dan masukannya untuk koreksi…..
HADITS ‘ABDURRAHMAN BIN ‘AAISY RAHIMAHULLAH
Mu’adz bin Jabal radliyalaahu ‘anhu berkata :
احتبس علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات غداة عن صلاة الصبح حتى كدنا نتراءى قرن الشمس فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم سريعا فثوب بالصلاة وصلى وتجوز في صلاته فلما سلم قال كما أنتم على مصافكم ثم أقبل إلينا فقال انى سأحدثكم ما حبسني عنكم الغداة انى قمت من الليل فصليت ما قدر لي فنعست في صلاتي حتى استيقظت فإذا انا بربى عز وجل في أحسن صورة فقال يا محمد أتدري فيم يختصم الملأ الأعلى قلت لا أدري يا رب قال يا محمد فيم يختصم الملأ الأعلى قلت لا أدري رب فرأيته وضع كفه بين كتفي حتى وجدت برد أنامله بين صدري فتجلى لي كل شيء وعرفت فقال يا محمد فيم يختصم الملا الأعلى قلت في الكفارات قال وما الكفارات قلت نقل الاقدام إلى الجمعات وجلوس في المساجد بعد الصلاة وإسباغ الوضوء عند الكريهات قال وما الدرجات قلت إطعام الطعام ولين الكلام والصلاة والناس نيام قال سل قلت اللهم انى أسألك فعل الخيرات وترك المنكرات وحب المساكين وأن تغفر لي وترحمني وإذا أردت فتنة في قوم فتوفني غير مفتون وأسألك حبك وحب من يحبك وحب عمل يقربنى إلى حبك وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم انها حق فادرسوها وتعلموها
“Suatu pagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertahan melakukan shalat Shubuh, hingga kami hampir-hampir melihat munculnya matahari. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar dengan segera lalu mengerjakan shalat sunnah, kemudian melakukan shalat Shubuh, dan beliau melakukan seperlunya dalam shalat. Ketika selesai salam, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Bagaimana keadaan kalian ?”. Lalu beliau menghadap kami dan bersabda : “Sesungguhnya semalam aku bangun dan melakukan shalat sesuai kemampuanku, lalu aku mengantuk dalam shalatku, hingga akhirnya aku terbangun (dalam mimpi). Tiba-tiba aku berjumpa Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman : ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu tentang apa yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’. Aku menjawab : ‘Aku tidak tahu, wahai Rabb-ku’. Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak tangan-Nya di antara dua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu tampaklah bagiku segala sesuatu dan aku mengenalnya. Lalu Dia berfirman : ‘Ya Muhammad, tentang apakah yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’. Aku menjawab : ‘Tentang kaffaaraat. Dia bertanya : ‘Apakah kaffaaraat itu ?’. Aku menjawab : ‘Melangkahkan kaki untuk berjama’ah, duduk di dalam masjid setelah shalat, dan menyempurnakan wudlu pada seluruh anggota badan (yang perlu dibasuh)’. Dia bertanya : Apakah derajat itu ?’. Aku menjawab : ‘Memberi makanan, kata-kata halus, dan melakukan shalat di saat manusia tidur’. Dia berfirman : ‘Mintalah !’. Aku berkata : ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk dapat melakukan berbagai kebaikan, meninggalkan berbagai kemunkaran, mencintai orang-orang miskin, dan agar Engkau mengampuni serta merahmatiku. Dan jika Engkau menghendaki fitnah pada satu kaum, maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah. Aku meminta kepada-Mu kecintaan-Mu, kecintaan orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan kepada amal yang mendekatkanku kepada kecintaan-Mu’.Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda : ‘Sesungguhnya hal itu adalah kebenaran, maka pelajarilah dan kuasailah”.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad 5/243, At-Tirmidzi dalam As-Sunan no. 3235 dan Al-‘Ilal Al-Kabiir no. 661, Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 17/203-205, dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 20/109 no. 616.
At-Tirmidziy (5/286) berkata : “Hadits ini hasan shahih. Aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Ismaa’iil (yaitu Al-Bukhariy – Abul-Jauzaa’) tentang hadits ini, maka ia menjawab : ‘Hadits ini hasan shahih” [selesai].
Kedudukan hadits tersebut memang seperti yang dikatakan oleh At-Tirmidzi dan Al-Bukhariy rahimahumallah.
Sebagian kalangan ada yang men-dla’if-kannya dengan alasan adanya idlthirab, khususnya bahwa riwayat ini center-nya ada pada ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy. Pen-dla’if-an ini tidak benar. Berikut perinciannya – bi-idznillahi ta’alaa – :
Hadits tentang ini diriwayatkan dalam beberapa jalan dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Aayisy secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah[1] no. 467 & Al-Ahaadul-Matsaaniy[2] no. 2585, Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhiid[3] hal. 533 no. 318, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad[4] 3/514 no. 901, Ad-Daarimiy dalam As-Sunan[5] no. 2195, Ad-Daaruquthniy dalam Ar-Ru’yah[6] no. 236, dan Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah[7] 1/31 no. 11; semuanya dari jalan Al-Waliid bin Muslim, dari ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy secara marfu’.
Al-Waliid bin Muslim mempunyai mutaba’ah dari Al-Auza’iy sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad[8] 3/514 no. 902, dan Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah[9] 2/321 no. 1100. Juga dari Shadaqah bin Khaalid sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 467 & Al-Ahaadul-Matsaaniy no. 2585, dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah[10] 4/35-37. Juga dari Muhammad bin Syu’aib bin Syaabuur sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak[11] 1/520-521.
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Mandah dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah[12] no. 75, Ath-Thabariy dalam At-Tafsiir[13] 11/476, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat[14] 2/72-73 no. 644 dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin Jaabir dan Al-Auza’iy, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy secara marfu’.
Al-Waliid bin Muslim seorang mudallis, namun di sini ia telah menjelaskan penyimakannya dari ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Jaabir. ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Jaabir adalah seorang tsiqah masyhur, termasuk perawi yang dipakai jama’ah (ahli hadits). Shadaqah bin Khaalid termasuk penduduk negeri Syaam yang tsiqah. Al-Auza’iy adalah seorang imam tsiqah lagi masyhur. Khaalid bin Al-Lajlaaj; ia telah di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibbaan. Selain itu, beberapa perawi tsiqah telah meriwayatkan darinya[15] sehingga riwayatnya dapat dipakai sebagai hujjah. Ibnu Hajar berkomentar tentangnya dalam At-Taqriib : “Jujur (shaduuq) lagi faqih”.Adapun ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, para ulama berselisih pendapat akan status pershahabatannya.
Abu Haatim mengatakan bahwa ia bukan shahabat, namun seorang tabi’iy [Al-Jarh wat-Ta’diil, 5/262]. Abu Haatim juga membawakan perkataan Abu Zur’ah bahwa ia tidak dikenal (laisa bi-ma’ruuf). Ibnu ‘Abdil-Barr berkata : “Tidak benar status pershahabatannya, karena haditsnya goncang (mudltharib)…” [Usudul-Ghaabah, 3/465]. At-Tirmidziy berkata : “’Abdurrahman bin ‘Aaisy tidak pernah mendengar (riwayat/hadits) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Sunan At-Tirmidziy5/286]. Al-Haafidh Ibnu Hajar berkata : “Ibnu Hibban berkata : ‘Ia mempunyai status pershahabatan’. Ibnu Sakan berkata : Dikatakan ia mempunyai status pershahabatan. Adapun ulama yang menyebutkannya sebagai shahabat antara lain : Muhammad bin Sa’d, Al-Bukhaariy, Abu Zur’ah Ad-Dimasyqiy, Abul-Hasan bin Sumai’, Abul-Qaasim, Al-Baghawiy, Abu Zur’ah Al-Harraaniy, dan yang lainnya [Al-Ishaabah, 6/291].[16] Perkataan Ibnu Hajar bahwasannya Al-Bukhari berpendapat ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy mempunyai status shahabat perlu dicermati kembali, sebab dalam kitab Al-‘Ilal Al-Kabiir karangan At-Tirmidziy (2/894), Al-Bukhari mengatakan ‘Abdurrahman tidak pernah berjumpa dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Qaani’ menyebutkannya dalam Mu’jamush-Shahabah 2/175-176 no. 658. Begitu pula Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah 4/1862 no. 1886.
Ibnu Khuzaimah – yang kemudian diikuti oleh Ibnu ‘Abdil-Barr – berkata : “Tidak ada yang mengatakan dalam haditsnya : ‘Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihia wa sallam’ kecuali Al-Waliid bin Muslim”. Namun perkataan ini disanggah oleh Ibnu Hajar dalam Al-Ishaabah 6/292 : “Al-Waliid bin Muslim tidaklah bersendirian dalam penegasan penyimakan itu, namun ia diikuti oleh Hammaad bin Maalik Al-Asyja’iy, Al-Waliid bin Yaziid Al-Bairuutiy, ‘Ammaarah bin Bisyr, dan yang lainnya”.[17]
‘Abdurrahman adalah perawi yang ma’ruf, bukan majhul (tidak dikenal) !! [18]
Jika ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy ini tetap pershahabatannya dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka sanad hadits ini adalah shahih. Dan jika tidak tetap status pershahabatannya, jadilah ia riwayat mursal. Kesimpulan terakhir inilah yangraajih.
2. Dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari sebagian/salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad[19] 4/66 & 5/378 dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq[20] 34/464-465, ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah[21] hal. 489-490 no. 1121, dan Ibnu Mandah dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah[22] no. 74; dari semuanya dari jalan Abu ‘Aamir, dari Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari sebagian (beberapa orang) shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhiid[23] hal. 537-538 no. 55 dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taarikh Dimasyq[24] 34/464 & 465; semuanya dari jalan Abu ‘Aamir (kecuali satu riwayat dari Ibnu ‘Asaakir : Dari Sa’iid bin ‘Aamir), dari Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam secara marfu’.
Sanad hadits ini shahih. Perawi dari Abu ‘Aamir sampai dengan ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy adalah tsiqahMubham-nya nama shahabat tidak me-mudlarat-kan hadits ini. Adapun Zuhair bin Muhammad, maka pada asalnya ia adalah perawi tsiqah, namun kemudian ada masalah pada hapalannya. Haditsnya yang diriwayatkan oleh penduduk ‘Iraq adalah shahih, sedangkan yang berasal dari penduduk Syaam adalah dla’iif.[25] Adapun hadits ini adalah riwayat penduduk ‘Iraq darinya.
Tidak ada pertentangan antara periwayatan dari salah seorang shahabat dengan sebagian (beberapa orang) shahabat. Hal itu dikarenakan salah seorang shahabat tadi termasuk dari beberapa orang shahabat yang hadir di masjid ketika Rasulullahshalallaahu ‘alaihi wa sallam yang kesemuanya diriwayatkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy rahimahullah. Ini bukan termasuk idlthirab karena dua riwayat tersebut dapat dijamak.
3. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, dari Maalik bin Yakhaamir, dari Mu’aadz bin Jabal secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad[26] 5/243, At-Tirmidzi dalam As-Sunan[27] no. 3235 dan Al-‘Ilal Al-Kabiir no. 661, Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal[28] 17/203-205, dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir[29] 20/109 no. 616; dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Zaid bin Abi Salaam, dari Abu Salaam (Zaid bin Salaam bin Abi Salaam), dari ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, dari Maalik bin Yakhaamir, dari Mu’adz bin Jabal secara marfuu’.
Sanad hadits ini shahih.[30]
Al-Mizziy berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Ahmad bin ‘Adiy, dari Al-Fadhl bin Hubaab, dari Al-Khuzaa’iy, kemudian ia berkata : Hadits ini mempunyai beberapa jalan. Dan aku melihat bahwa Ahmad bin Hanbal menshahihkan riwayat yang dibawakan oleh Musaa bin Khalaf, dari Yahyaa bin Abi Katsiir. Ia (Ahmad) berkata : ‘Hadits ini adalah yang paling shahih” [Tahdziibul-Kamaal, 17/206].
Tiga riwayat dari ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy di atas dapat kita cermati yang terdiri dari satu riwayat mursal dan dua riwayat muttashil. Riwayat mursal ‘Abdurrahmaan kita palingkan pada dua riwayat yang lain yang menyebutkan perantara antara dia dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari jalan sebagian/salah seorang shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam; dan dari Maalik bin Yakhaamir, dari Mu’aadz bin Jabalradliyallaahu ‘anhum.
Dua riwayat ini tidak mudltharib - walau berporos pada ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy - karena perawi sebelum dan setelah ‘Abdurrahman berbeda. Ini menunjukkan ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy menerima hadits dari dua pihak, yaitu dari Maalik bin Yakhaamir (dari Mu’adz bin Jabal) dan dari salah seorang/sebagian shahabat Nabi shallalaahu ‘alahi wa sallam, dan kemudian menyampaikannya pada pihak yang berbeda pula. Semua shahih, no problemo. Ini sangat memungkinkan.
Contoh seperti ini banyak, misalnya dalam Shahih Muslim no. 1691 :
وحدثني عبدالملك بن شعيب بن الليث بن سعد. حدثني أبي عن جدي. قال: حدثني عقيل عن ابن شهاب، عن أبي سلمة بن عبدالرحمن بن عوف وسعيد بن المسيب، عن أبي هريرة؛ أنه قال:
أتى رجل من المسلمين رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو في المسجد. فناداه. فقال: يا رسول الله! إني زنيت. فأعرض عنه. فتنحى تلقاء وجهه. فقال له: يا رسول الله! إني زنيت. فأعرض عنه. حتى ثنى ذلك عليه أربع مرات. فلما شهد على نفسه أربع شهادات، دعاه رسول الله صلى الله عليه وسلم. فقال (أبك جنون؟) قال: لا. قال (فهل أحصنت؟) قال: نعم. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (اذهبوا به فارجموه).
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Malik bin Syu’aib bin Laits bin Sa’d : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Uqail, dari Ibnu Syihaab (yaitu Az-Zuhriy – Abul-Jauzaa’), dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan bin ‘Auf dan Sa’iid bin Al-Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata : “Seorang laki-laki dari kaum muslimin mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Ia pun berseru dan berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina’. Beliau berpaling dari orang itu dan tidak mau menghadap ke arahnya. Orang itu berkata lagi : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina’. Beliau berpaling lagi, hingga orang itu bersumpah atas dirinya sebanyak empat kali. Setelah ia bersumpah atas dirinya empat kali, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dan bertanya : ‘Apakah engkau gila ?’. Ia menjawab : ‘Tidak’. Beliau bertanya lagi : ‘Apakah engkau telah menikah ?’. Ia menjawab : ‘Ya’. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Bawa ia pergi dan rajamlah ia”[selesai].
Kemudian setelah itu Al-Imam Muslim rahimahullah membawakan sanad lain dan berkata :
وحدثني أبو الطاهر وحرملة بن يحيى. قالا: أخبرنا ابن وهب. أخبرني يونس. ح وحدثنا إسحاق بن إبراهيم. أخبرنا عبدالرزاق. أخبرنا معمر وابن جريج. كلهم عن الزهري، عن أبي سلمة، عن جابر ابن عبدالله، عن النبي صلى الله عليه وسلم، نحو رواية عقيل عن الزهري، عن سعيد وأبي سلمة، عن أبي هريرة.
“Telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir dan Harmalah bin Yahyaa, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus - :
Dan telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dan Ibnu Juraij - :
Mereka semua (Yuunus, Ma’mar, dan Ibnu Juraij – Abul-Jauzaa’) dari Az-Zuhriy, dari Abu Salamah, dari Jaabir bin ‘Abdillah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – semisal riwayat ‘Uqail, dari Az-Zuhriy, dari Sa’iid dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah” [selesai].
Perhatikan !! Az-Zuhriy dan/atau Abu Salamah dalam hadits yang sama membawakan dua riwayat : pertama, dari Abu Hurairah; dan kedua, dari Jaabir bin ‘Abdillahradliyallaahu ‘anhuma. Dua-duanya shahih. Tidak ada idlthirab.
Kembali ke hadits ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy. Tidak menjadi masalah jika ia meriwayatkan dari salah seorang shahabat atau sebagian shahabat, dan di bagian lain ia meriwayatkan dari Maalik bin Yakhaamir (tabi’iy senior tsiqah – muhdlaram) dari Mu’aadz bin Jabal.
Oleh karena itu, alasan seseorang yang mengatakan :
Hadis Abdurrahman bin Aaisy adalah hadis yang dhaif karena mudhtharib dan oleh karena ia hanya dikenal melalui hadis yang mudhtharib ini maka sungguh tidak tsabit sima’nya (pendengarannya) dari Rasulullah SAW. Pendapat yang benar mengenainya adalah dia bukanlah sahabat Nabi dan ia sendiri tidak dikenal. Hadis tersebut sangat jelas kedhaifannya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad hadis no 16672, 22162, 23258 telah menyatakan bahwa hadis Ibnu ‘Aaisy dhaif karena mudhtharib dan pendapat inilah yang benar.
kita jawab :
Memang benar ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy bukan berstatus shahabat, sehingga hadits yang ia riwayatkan langsung dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dihukumi mursal aliasdla’if. Adapun klaim bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy seorang perawi yang tidak dikenal lagi mastur (majhul haal), maka ini tidak benar. Ibnu Hibbaan telah memberikan tautsiqkepadanya. Juga Ahmad bin Hanbal dan Al-Bukhariy rahimahumallah yang telah menshahihkan riwayatnya dimana ini juga merupakan isyarat tashhih terhadap sanad sekaligus perawinya (ta’dil). Apakah Al-Bukhariy dan Ahmad akan menshahihkan hadits jika di dalamnya terdapat perawi majhul ?
Anggapan adanya idlthiraab juga tidak benar. Setelah diteliti tiga riwayat yang dibawakan oleh ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy dapat ditarjih dan dijamak sehingga hilang sifat idlthirab-nya.
Walhasil, hadits ini adalah shahihinsya Allah.
[Selain Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhariy, dan At-Tirmidziy, hadits ini juga dishahihkan oleh Ibnu Katsiir dalam Tafsir-nya 7/80-81, Ahmad Syaakir dalam Tafsir Ath-Thabariy 11/476, Al-Albaniy dalam beberapa tempat pada kitabnya, dan yang lainnya].
HADITS IBNU ‘ABBAS RADLIYALLAAHU ‘ANHUMAA
عن بن عباس ان النبي صلى الله عليه و سلم قال أتاني ربي عز و جل الليلة في أحسن صورة أحسبه يعني في النوم فقال يا محمد هل تدري فيم يختصم الملأ الأعلى قال قلت لا قال النبي صلى الله عليه و سلم فوضع يده بين كتفي حتى وجدت بردها بين ثديي أو قال نحري فعلمت ما في السماوات وما في الأرض ثم قال يا محمد هل تدري فيم يختصم الملأ الأعلى قال قلت نعم يختصمون في الكفارات والدرجات قال وما الكفارات والدرجات قال المكث في المساجد والمشي على الاقدام إلى الجمعات وإبلاغ الوضوء في المكاره ومن فعل ذلك عاش بخير ومات بخير وكان من خطيئته كيوم ولدته أمه وقل يا محمد إذا صليت اللهم اني أسألك الخيرات وترك المنكرات وحب المساكين وإذا أردت بعبادك فتنة ان تقبضني إليك غير مفتون قال والدرجات بذل الطعام وإفشاء السلام والصلاة بالليل والناس نيام
Dari Ibnu Abbas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Rabbku ‘azza wa jalla datang kepadaku malam tadi dalam sebaik-baik bentuk” – aku mengira maksudnya adalah dalam tidur (kata perawi – Abul-Jauzaa’) -. Lalu Dia berfirman : ‘Wahai Muhammad, apakah kamu tahu mengenai apa Al-Mala’ul A’laa (para malaikat) bertengkar?. Aku berkata : ‘Tidak’. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Lalu Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku hingga aku dapati dinginnya antara dua dadaku”. Atau beliau bersabda : “Antara tenggorokanku”. Maka tahulah aku apa yang ada di langit dan di bumi. Kemudian Allah berfirman : ‘Wahai Muhammad, apakah kamu tahu mengenai apa Al-Mala’ul-A’laa (para malaikat) bertengkar?’. Aku berkata : ‘Ya , mereka bertengkar mengenai al-kaffaaraat dan ad-darajaat’. Allah bertanya : ‘Apa itu al-kaffaaraat dan ad-darajaat ?”. Nabi menjawab : “Diam di masjid, berjalan kaki untuk berjama’ah, dan menyempurnakan wudlu dalam kondisi tidak menyenangkan. Barangsiapa melakukan hal itu maka ia hidup dengan baik dan mati dengan baik. Dia bersih dari dosa seperti baru dilahirkan ibunya”. Allah berfirman : “Dan katakanlah wahai Muhammad apabila kamu selesai shalat : ‘Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan-kebaikan, meninggalkan hal yang mungkar, dan cinta kepada orang-orang miskin. Dan bila Engkau menginginkan fitnah bagi para hambamu maka cabutlah nyawaku kepada-Mu dengan tanpa fitnah’. Beliau bersabda : “Dan ad-darajaat adalah dengan memberikan makanan, menyebarkan salam dan shalat malam saat manusia tidur”.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad[31] 1/368, At-Tirmidziy dalam As-Sunan[32]no. 3233, Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah[33] 1/34-35 no. 14, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Musnad[34] 1/510-511 no. 681, Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhiid[35]hal. 540 no. 320; dari Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas secaramarfuu’.
Mengomentari jalur hadits ini, Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (1/34) berkata :
قد رواه أحمد في مسنده بإسناد حسن.
“Telah diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya[36] dengan sanad hasan” [selesai].
Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah[37] 2/320-321 no. 1099 dari ‘Abbaad bin Manshuur, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas secara marfu’.
Namun yang benar, riwayat ini dla’iif karena adanya inqitha’ (keterputusan) antara Abu Qilaabah dan Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dalam As-Sunan[38] no. 3234, Abu Ya’laa dalam Al-Musnad[39] no. 2608, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah[40] no. 469, Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhiid[41] hal. 538-539 no. 319, dan Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah[42]2/320 no. 1098; dari jalan Mu’aadz bin Hisyaam, dari ayahnya, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas secara marfu’.
Riwayat ini pun dla’if karena Qataadah tidak pernah mendengar (hadits) dari Abu Qilaabah., sebagaimana dikatakan Abu Haatim [lihat Tahdziibul-Kamaal, 17/203].
Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal (1/20) berkata : “Hadits itu keliru. Yang mahfuudhbahwasannya Khaalid bin Al-Lajlaaj meriwayatkan dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dan ‘Abdurrahmaan tidak pernah mendengar hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [selesai].
Oleh karena itu, nampak bagi kita bahwa sanad hadits di atas saling berselisihan lagidla’iif.
HADITS MU’ADZ BIN JABAL
Sudah include dalam pembahasan hadits ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy.
HADITS TSAUBAAN RADLIYALLAAHU ‘ANHU
عن ثوبان قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن ربي أتاني الليلة في أحسن صورة وفي هذه الأخبار ووضع يده بين كتفي
Dari Tsaubaan, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :“Sesungguhnya Rabb-ku pernah mendatangiku di satu malam dalam sebaik-baik bentuk”. Dalam khabar ini disebutkan : “Dan Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah[43] no. 470.
Abu Sallaam Al-Aswad Al-Habsyiy, ia seorang tabi’iy tsiqah. Namun ia tidak pernah mendengar dari Tsaubaan sebagaimana dikatakan Ahmad bin Hanbal, Yahyaa bin Ma’iin, ‘Aliy bin Al-Madiiniy, dan Abu Haatim [lihat Al-Maraasil, hal. 215-216]. Dengan kata lain, riwayatnya dari Tsauban berstatus mursal.
Abu Yaziid, ia adalah Ghailaan bin Anas Al-Kalbiy. Ibnu Hajar berkata : “Maqbuul”. Ibnu Abi Haatim tidak menyebut padanya jarh ataupun ta’dil-nya. Beberapa perawi tsiqaattelah meriwayatkan darinya. Al-Mizziy menyebutkan perawi yang meriwayatkan darinya antara lain : Syu’aib bin Abi Hamzah, ‘Abdullah bin Al-‘Allaa’ bin Zabr, ‘Abdurrahmaan bin ‘Amr Al-Auzaa’iy, ‘Isaa bin Musaa Al-Qurasyiy, dan Manshuur Al-Khaulaaniy [Tahdziibul-Kamaal, 23/127].
Sebagian muhadditsiin berpendapat jika ada sejumlah perawi tsiqah yang meriwayatkan dari perawi majhuul, maka periwayatan mereka menguatkan status perawi majhultersebut. Ibnu Abi Haatim berkata : “Aku pernah bertanya kepada ayahku mengenai riwayat para perawi tsiqaat dari seorang yang tidak tsiqah, apakah itu termasuk hal yang menguatkannya ?”. Ayahku (Abi Haatim) berkata : “Apabila ia dikenal (ma’ruf) dengan ke-dla’if-annya, maka hal itu tidak dapat menguatkan riwayatnya itu darinya. Namun jika ia seorang perawi majhul, maka hal itu bermanfaat (menguatkan) baginya atas riwayat para perawi tsiqat tersebut darinya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 1/1/36].[44]
Adapun Abu Shaalih, ia adalah sekretaris Al-Laits bin Sa’d. Para ulama berbeda pendapat tentangnya. ‘Abdul-Malik bin Syu’aib bin Al-Laits, Yahyaa bin Ma’iin, Abu Zur’ah, dan yang lainnya memberikan pujian kepadanya. Namun Ahmad bin Hanbal, Abu ‘Aliy Shaalih bin Muhammad, Ahmad bin Shaalih, An-Nasa’iy, dan yang lainnya memberikan celaan (jarh) kepadanya. Adapun Abu Haatim memberikan kritik secara secara proporsonal, yaitu hadits-hadits yang ia riwayatkan di akhir umurnya adalah diingkari, namun jika selain itu diterima. Perkataan ini senada dengan Ahmad bin Hanbal dalam satu riwayat.
Ibnu Hajar dalam At-Taqriib memberikan kesimpulan : “Shaduuq (jujur) namun banyak salahnya. Tsabt dalam kitabnya, dan padanya terdapat kelalaian (ghaflah)”.
Di sini, riwayat Abu Shaalih diambil dari Mu’aawiyyah bin Shaalih. Al-Mizziy menukil perkataan Ibnu ‘Adiy[45] :
ولعبد الله بن صالح روايات كثيرة، عن صاحبه الليث بن سعد، وعنده عن معاوية بن صالح نسخة كبيرة، .....
“’Abdullah bin Shaalih mempunyai riwayat yang cukup banyak. (Diantaranya) dari shahabatnya Al-Laits bin Sa’d, padanya terdapat tulisan/salinan yang sangat besar/banyak dari Mu’awiyyah bin Shaalih…..” [Tahdziibul-Kamal, 15/107].
Perkataan Ibnu ‘Adiy di atas menunjukkan bahwa riwayat Mu’awiyyah bin Shaalih dari Abu Shaalih diambil dari kitab. Bukan dari hapalan. Oleh karena itu, sangat besar kemungkinan riwayatnya dari Mu’awiyyah ini berderajat shahih, atau minimal hasan.
Kesimpulan status hadits Tsaubaan adalah dla’if dengan sebab keterputusan antara Abu Sallaam dan Tsaubaan, namun ia menjadi shahih dengan penguat-penguatnya sebagaimana dituliskan di artikel ini.
Maka, perkataan seseorang :
Syaikh Al Albani dalam Zhilal Al Jannah no 470 mengakui kelemahan Abdullah bin Shalih bahkan beliau menambahkan bahwa Abu Yahya tidak dikenal dan Abu Yazid adalah Ghailan bin Anas yang menurut manhaj Syaikh Al Albani maka ia seorang majhul hal karena menurut Syaikh tidak ada yang menyatakan ta’dil padanya. Syaikh memang tidak menyebutkan kalau sanad hadis ini terputus dan tentu kenyataan bahwa sanad tersebut munqathi’ malah memperberat status sanad hadisnya. Oleh karena itu kami cukup heran dengan Syaikh Al Albani yang menyatakan bahwa hadis ini shahih dengan syawahid.
telah terjawab pada uraian di atas. Jika yang bersangkutan merasa heran, maka saya pribadi juga cukup heran atas ‘keheranan’-nya itu. Kelemahan dalam hadits Tsaubaan karena adanya inqitha’ – pun jika dimasukkan juga kelemahan ‘Abdullah bin Shaalih dan Abu Yahyaa – adalah tidak terlalu berat dan dapat menjadi kuat jika adanya ada penguatnya (dari hadits lainnya yang sama atau semakna).
HADITS JAABIR BIN SAMURAH RADLIYALLAAHU ‘ANHU
عن جابر بن سمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله تعالى تجلى لي في أحسن صورة فسألني فيما يختصم الملأ الأعلى قال قلت ربي لا أعلم به قال فوضع يده بين كتفي حتى وجدت بردها بين ثديي أو وضعهما بين ثديي حتى وجدت بردها بين كتفي فما سألني عن شيء إلا علمته
Dari Jaabir bin Samurah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya Allah ta’ala menampakkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk. Maka Dia bertanya kepadaku : ‘Apakah yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’la (para malaikat) ?’ Aku berkata : “Wahai Rabb-ku, aku tidak mengetahuinya’. Maka Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku hingga aku merasakan dinginnya di antara dua dadaku’. Atau : Dia meletakkan dua tangan-Nya di antara dua dadaku hingga aku merasakan dinginnya di antara dua pundakku. Tidaklah Dia bertanya kepadaku tentang sesuatu kecuali aku mengetahuinya”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah[46] no. 465.
Mengomentari hadits ini, Asy-Syaikh Al-Albaniy rahimahullah berkata : “Sanadnya hasan. Para perawinya tsiqaat, termasuk rijaal Shahiihain (Al-Bukhariy dan Muslim) selain Simaak bin Harb. Ia termasuk rijaal Muslim saja. Di dalamnya terdapat pembicaraan sebagaimana telah lalu penjelasannya sebelum hadits ini…” [Dhilaalul-Jannah, hal. 203].
Kedudukan hadits tersebut memang seperti yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniyrahimahullah.
Sebagian kalangan men-dla’if-kan hadits ini dengan sebab Simaak bin Harb. Ia dianggap hadisnya mudltharib, hafalannya yang buruk alias tidak dlabith, dan ia mengalamiikhtilath. Memang benar beberapa ulama mengkritiknya seperti Syu’bah, Sufyan Ats-Tsauriy, Ahmad bin Hanbal, An-Nasa’iy, dan yang lainnya. Namun pendla’ifan itu tidak pada semua riwayat Simaak. Contoh : Walaupun Syu’bah mendla’ifkannya (dan Syu’bah ini termasuk ulama yang mutasyaddid dalam men-jarh), namun ia sendiri meriwayatkan hadis darinya dan direkam dalam kitab Shahih.
حدثنا علي بن خشرم أخبرنا عيسى يعني بن يونس عن شعبة عن سماك بن حرب عن علقمة بن وائل عن أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا تقولوا الكرم ولكن قولوا الحبلة يعني العنب
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Khasyram : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Isaa – yaitu Ibnu Yunus - , dari Syu’bah, dari Simaak bin Harb, dari ‘Alqamah bin Waail, dari ayahnya, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau besabda : “Janganlah kalian menyebut ‘karm’. Tapi sebutlah ia dengan ‘hablah’ – yaitu untuk anggur”[Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya no. 2248].
Contoh lain sangat mudah didapat dalam Shahih Muslim.
Kembali pada hadits ru’yah,… pen-dla’if-an hadits ini berbagai alasan di atas adalah sangat lemah. Jalur periwayatan dalam hadits ini, yaitu : mulai Abu Bakr bin Abi Syaibah, dari Yahyaa bin Abi Bukair, dari Ibraahiim bin Thahmaan, dari Simaak bin Harb, dari Jaabir bin Samurah merupakan jalur periwayatan yang dipakai Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya !!
وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا يحيى بن أبي بكير عن إبراهيم بن طهمان حدثني سماك بن حرب عن جابر بن سمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني لأعرف حجرا بمكة كان يسلم علي قبل أن أبعث إني لأعرفه الآن
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Bukair, dari Ibraahiim bin Thahmaan : Telah menceritakan kepadaku Simaak bin Harb, dari Jaabir bin Samurah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh aku mengenal batu di Makkah yang dulu pernah mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus (sebagai Nabi). Sungguh sekarang aku masih mengenalnya” [Diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya no. 2277].
Apakah hadits di atas juga termasuk dla’if (karena anggapan ke-dlaif-an Simaak) ? Jika iya, sungguh, ini perkataan muhdats.
Ia dikritik para ulama terutama dalam periwayatan dari ‘Ikrimah, bukan dalam semua riwayatannya. Pun anggapan bahwa haditsnya mudltharib, harus ditunjukkan alasannya dan buktinya. Bertaburan hadits Simaak bin Harb dalam Shahih Muslim dari Jaabir bin Samurah. Apakah ini juga dianggap mudltharib ?
Ahmad bin ‘Abdillah Al-‘Ijliy berkata tentangnya : “…..Jaaizul-hadiits, kecuali dalam periwayatan hadits ‘Ikrimah. Terkadang ia menyambungkan sesuatu dari Ibnu ‘Abbas, dan terkadang ia berkata : ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Padahal (hadits/riwayat) itu hanyalah ‘Ikrimah yang menceritakan dari Ibnu ‘Abbas…”.
Ya’quub pernah bertanya kepada ‘Aliy bin Al-Madiiniy : “Apa pendapatmu tentang riwayat Simaak dari ‘Ikrimah ?”. Ia menjawab : “Mudltharib”.
Ibnu Hajar dalam At-Taqriib 1/394 menyatakan kalau Simmaak bin Harb jujur tetapi riwayatnya dari Ikrimah mudltharib, ia mengalami kekacauan hafalan dan ia menerima riwayat dengan talqiin.
Lagi pula, tidak semua hadits ru’yah itu mudltharib. Jalur periwayatan Simaak bin Harb dari Jaabir bin Samurah radliyallaahu ‘anhu yang dibawakan oleh Ibnu Abi ‘Aashim di sini bersih dari idlthirab.
Oleh karena itu, jalur periwayatan Ibraahiim bin Thahmaan, dari Simaak bin Harb, dari Jaabir (atau lebih didetailkan : Abu Bakr bin Abi Syaibah, dari Yahyaa bin Abi Bukair, dari Ibraahiim bin Thahmaan, dari Simaak bin Harb, dari Jaabir bin Samurah) merupakan jalur periwayatan yangmaqbul menurut kesepakatan Ahlus-Sunnah secara umum.
HADITS ABU UMAAMAH RADLIYALLAAHU ‘ANHU
عن أبي أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : تراءى لي ربي في أحسن الصورة ثم ذكر الحديث
Dari Abu Umaamah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Rabb-ku memperlihatkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk”. Kemudian beliau menyebutkan hadits.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah[47] no. 466.
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata : “Hadits shahih dengan penguat hadits-hadits sebelumnya dan setelahnya. Rijal-nya tsiqaat kecuali Laits, ia adalah Ibnu Abi Sulaim. Ia mengalami ikhtilath (bercampur hapalannya)” [Dhilaalul-Jannah, hal. 203].
Selain kelemahan yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy, juga ada keterputusan antara Ibnu Saabith – ia adalah ‘Abdurrahman bin Saabith – dan Abu Umaamahradliyallaahu ‘anhu; sebagaimana dikatakan oleh Yahyaa bin Ma’iin dalam riwayat ‘Abbaas Ad-Duuriy dalam At-Taariikh 2/365.
Kesimpulannya : Hadits Abu Umaamah adalah dla’iif dengan sebab ke-dla’if-an Laits daninqitha’ antara Ibnu Saabith dan Abu Umaamah. Dan ia menjadi shahih dengan penguat beberapa hadits sebelumnya.
HADITS ABU RAAFI’ RADLIYALLAAHU ‘ANHU
عن أبي رافع قال خرج علينا رسول الله صلى الله عليه و سلم مشرق اللون فعرف السرور في وجهه فقال رأيت ربي في أحسن صورة فقال لي يا محمد أتدري يم يختصم الملأ الأعلى ؟ فقلت يا رب في الكفارات قال وما الكفارات ؟ قلت إبلاغ الوضوء أماكنه على الكراهيات والمشي على الأقدام إلى الصلوات وانتظار الصلاة بعد الصلاة
Dari Abu Raafi’ yang berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami dengan wajah yang cerah dan tampak kegembiraan di wajahnya. Kemudian beliau bersabda : “Aku melihat Rabbku dalam sebaik-baik bentuk dan Dia berkata kepadaku “Wahai Muhammad apakah kamu tahu mengenai apa Al-Mala’ul-A’laa (para malaikat) bertengkar?”. Aku menjawab : “Wahai Rabbku tentang Al-Kafaaraat?”. Dia berfirman “Apa itu Al-Kafaaraat?” Aku menjawab : “Menyempurnakan wudhu’ dalam keadaan yang tidak disukai, berjalan untuk shalat berjama’ah dan menunggu waktu shalat setelah shalat”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir[48] 1/317 no. 938.
Hadits ini sangat lemah karena keberadaan Ja’far bin Muhammad bin Maalik Al-Fazariy Al-Kuufiy. Ia adalah guru Ath-Thabaraniy yang dikatakan dla’iif dan pemalsu hadits sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Taraajum Syuyukh Ath-Thabaraniy no 331.
Al-Haitsamiy berkata tentang hadits di atas : “Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalamAl-Kabiir, padanya ada perawi : ‘Abdullah bin Ibraahiim bin Al-Husain, dari ayahnya. Aku tidak melihat biografinya” [Majmu’uz-Zawaaid, 1/237 no. 1222].
Hadits Abu Raafi’ Ini tetap dalam keadaanya (dla’if jidan) dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah dari sisi manapun.
KESIMPULAN UMUM
Hadits melihat Allah dalam sebaik-baik bentuk (di waktu tidur/mimpi oleh Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam) secara keseluruhan adalah shahih dari sisi sanad maupun matan (lafadh)-nya tanpa keraguan. Beberapa hadits saling menguatkan. Sebagian di antaranya shahih, hasan, dan juga dla’iif. Kalau pun toh masing-masing jalan dianggapdla’if, maka itu tidak menutup kemungkinan bahwa hadits itu dapat naik status menjadihasan li-ghairihi.
Walhamdulillahi rabbil-‘aalamiin….. semoga bermanfaat.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – http://abul-jauzaa.blogspot.com].
Direvisi tanggal 16 Nopember 2009, terutama untuk perbaikan kalimat “terangkat status majhul haal-nya” menjadi “status majhul haal-nya menjadi kuat” dalam catatan kaki 15, juga beberapa kekeliruan huruf, kata, atau susunan kalimat/kata yang lainnya.


[1] Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kamiAl-Waliid bin Muslim dan Shadaqah, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Jaabir, ia berkata : Khaalid bin Al-Lajlaaj pernah pergi bersama kami, lalu Mak-huul memanggilnya dan berkata kepadanya : “Wahai Abu Ibrahim, ceritakanlah kepada kami hadits ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy”. Ia (Khaalid bin Al-Lajlaaj) berkata : “Aku mendengar‘Abdurrahman bin ‘Aaisy berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)…”.
[2] Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khaalid dan Al-Waliid bin Muslim, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Jaabir, ia adalah ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Khaalid bin Al-Lajlaaj pernah pergi/berjalan bersama kami, maka Mak-huul memanggilnya dan berkata kepadanya : “Wahai Abu Ibrahim, ceritakanlah kepada kami hadits ‘Abdurrahman bin ‘Aayisy”. Ia (Khaalid bin Al-Lajlaaj) berkata : “Aku mendengar‘Abdurrahman bin ‘Aaisy berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)…”.
[3] Al-Waliid meriwayatkan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Al-Lajlaaj, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…..(al-hadits)….”.
[4] Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdirrahman, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al-Qaasim bin Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Khaalid bin Al-Lajlaaj : (Aku mendengar) ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy (Al-Hadlramiy) berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “……(al-hadits)….”.
[5] Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mubaarak : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada Ibnu Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj. Makhuul memintanya untuk menceritakan hadits kepadanya. Lalu ia (Khaalid) berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy berkata : Aku mendengar Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “……(al-hadits)….”.
[6] Telah menceritakan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin ‘Abdillah bin Mubasysyar : Telah menceritakan kepada kami Abul-Asy’ats Ahmad bin Al-Miqdaam : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : …..(al-hadits)…”.
[7] Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin ‘Ubaidillah, ia berkata : Telah mengkhabarkankepada kami ‘Aliy bin Ahmad bin Basriy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Baththah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Ismaa’iil bin Al-‘Abbaas Al-Warraaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Hassaan Al-Azraq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Jaabir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “……(al-hadits)….”.
[8] Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad Al-Muqriy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Haamid Al-Hadlramiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin ‘Umar bin Khaalid Al-Aqtha’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Isaa bin Yuunus, dari Al-Auza’iy, dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar Khaalid bin Al-Lajlaaj mengatakan : Dari ‘Abdurrahman bin ‘Aayisy, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar pada waktu Shubuh…….dst.”.
[9] Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdil-Jabbaar Ash-Shuufiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin ‘Umar Ar-Raqiy, ia berkata : Telah mencertakan kepada kami ‘Isaa bin Yuunus, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Aku mendengar Khaalid bin Al-Lajlaaj menceritakan hadits kepada Mak-huul, dari‘Abdurrahman bin ‘Aayisy, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…..(al-hadits)….”.
[10] Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ahmad Al-Maliihiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Manshuur Muhammad bin Muhammad bin Sam’aan An-Naisaabuuriy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdil-Jabbaar Ar-Rayyaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Humaid bin Zanjuwaih : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah mengkhabarkan kepada kami Shadaqah bin Khaalid : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Khaalid bin Al-Lajlaaj pernah pergi bersama kami, lalu Mak-huul memanggilnya dan berkata kepadanya : “Wahai Abu Ibrahim, ceritakanlah kepada kami hadits ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy”. Ia (Khaalid bin Al-Lajlaaj) berkata : “Aku mendengar‘Abdurrahman bin ‘Aaisy berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)…”.
[11] Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub : Telah memberitakan kepada kami Al-‘Abbaas bin Al-Waliid bin Maziid Al-Bairuutiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu’aib bin Syaabuur : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Al-Lajlaaj : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy Al-Hadlramiy, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “…….(al-hadits)….”.
[12] Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ya’quub bin Yuunus dan Khaitsamah bin Sulaimaan, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbaas bin Al-Waliid bin Maziid : Telah mengkhabarkan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Jaabir dan Al-Auza’iy, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Al-Lajlaaj : Aku mendengar ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy berkata : “Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami pada waktu shubuh….dst.”.
[13] Telah menceritakan kepadaku Al-‘Abbaas bin Al-Waliid, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Jaabir, ia berkata – Dan juga telah menceritakan kepada kami Al-Auza’iy – ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Khaalid bin Al-Lajlaaj, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami pada waktu Shubuh…dst.”.
[14] Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dan Abu Sa’iid Muhammad bin Musa, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-‘Abbaas bin Al-Waliid bin Maziid Al-Bairuutiy : Telah mengkhabarkan kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Jaabir, ia berkata - Dan juga telah mengkhabarkan kepada kami Al-Auza’iy – mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Al-Lajlaaj, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy berkata : “Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami pada waktu Shubuh….dst.”.
[15] Al-Mizziy menyebutkan beberapa perawi yang meriwayatkan darinya : Zur’ah bin Ibraahiim, Zaid bin Waaqid, Abu Qilaabah ‘Abdullah bin Zaid Al-Jarmiy, ‘Abdullah bin Salimah Al-Muraadiy, ‘Abdurrahmaan bin ‘Amr Al-Auzaa’iy, ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, ‘Utsmaan bin Abi ‘Aatikah, ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, Maslamah bin ‘Abdillah Al-Juhanniy, Mak-huul Asy-Syaamiy, Mundzir bin Naafi’, dan Yaziid bin Yaziid bin Jaabir [lihat Tahdziibul-Kamaal, 8/160].
Lihat pula isyarat ta’dil Ahmad bin Hanbal terhadap Khaalid sebagaimana dapat dilihat pada catatan kaki no. 18.
Oleh karena itu, sangatlah ‘lucu bin aneh’ ketika membaca komentar seseorang :
Selain itu kami ingin mengajak pembaca untuk memperhatikan salah seorang perawi yang bernama Khalid bin Al Lajlaaj. Biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 215 bahwa dia seorang perawi Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i. Tidak ada satupun ulama yang menyatakan ia tsiqat kecuali Ibnu Hibban yang memasukkannya ke dalam kitab Ats Tsiqat. Salafy (termasuk Syaikh Al Albani) biasanya tidak menghiraukan tautsiq Ibnu Hibban karena menurut mereka Ibnu Hibban sering mentsiqahkan perawi majhul tetapi aneh sepertinya Syaikh Al Albani tidak mempermasalahkan Khalid bin Al Lajlaaj, beliau malah menyatakan ia tsiqat dan menegaskan kalau hadisnya shahih. Apakah ini suatu kontradiksi? Silakan dinilai
Dikarenakan yang bersangkutan tidak banyak membaca kitab Asy-Syaikh Al-Albaniy, maka ia pun merasa keanehan. Padahal, dalam Tamaamul-Minnah telah dijelaskan metodologi kritik beliau terutama bagi beberapa perawi yang tidak mendapat ta’dil/tautsiq kecuali dari Ibnu Hibbaan. Jikalau sekelompok orang perawi tsiqah meriwayatkan darinya, maka statusmajhul haal-nya menjadi kuat dan riwayatnya menjadi hasan, atau bahkan bisa menjadi shahih !! Berikut sedikit nukilannya :
والآن أقدم الشواهد الدالة على صواب مسلكي وخطئه فيما رماني به من أقوال أهل العلم.
1 - قال الذهبي في ترجمة مالك بن الخير الزبادي:
"محله الصدق ... روى عنه حيوة بن شريح وابن وهب وزيد بن الحباب ورشدين. قال ابن القطان: هو ممن لم تثبت عدالته ... يريد أنه ما نص أحد على أنه ثقة ... والجمهور على أن من كان من المشايخ قد روى عنه جماعة ولم يأت بما ينكر عليه أن حديثه صحيح"
وأقره على هذه القاعدة في "اللسان" وفاتهما أن يذكرا أنه في "ثقات ابن حبان" 7 / 460 وفي "أتباع التابعين" كالهيثم بن عمران هذا! وبناء على هذه القاعدة - التي منها كان انطلاقنا في تصحيح الحديث - جرى الذهبي والعسقلاني وغيرهما من الحفاظ في توثيق بعض الرواة الذين لم يسبقوا إلى توثيقهم مطلقا فانظر مثلا ترجمة أحمد بن عبدة الآملي في "الكاشف" للذهبي و "التهذيب" للعسقلاني.
وأما الذين وثقهم ابن حبان وأقروه بل قالوا فيهم تارة: "صدوق" وتارة: "محله الصدق" وهي من ألفاظ التعديل كما هو معروف فهم بالمئات فأذكر الآن عشرة منهم من حرف الألف على سبيل المثال من "تهذيب التهذيب" ليكون القراء على بينة من الأمر:
1 - أحمد بن ثابت الجحدري.
2 - أحمد بن محمد بن يحيى البصري.
3 - أحمد بن مصرف اليامي.
4 - إبراهيم بن عبد الله بن الحارث الجمحي.
5 - إبراهيم بن محمد بن عبد الله الأسدي.
6 - إبراهيم بن محمد بن معاوية بن عبد الله.
7 - إسحاق بن إبراهيم بن داود السواق.
8 - إسماعيل بن إبراهيم البالسي.
9 - إسماعيل بن مسعود بن الحكم الزرقي.
10 - الأسود بن سعيد الهمداني.
كل هؤلاء وثقهم ابن حبان فقط. وقال فيهم الحافظ ما ذكرته آنفا من عبارتي التوثيق ووافقه في ذلك غيره من الحفاظ في بعضهم وفي غيرهم من أمثالهم ومن عادته أن يقول في غيرهم ممن وثقهم ابن حبان ممن روى عنه الواحد والاثنان:
"مستور" أو: "مقبول". كما حققته في موضع آخر.
“Sekarang akan aku (Al-Albaniy) sampaikan beberapa bukti yang menunjukkan validitas metodologi yang aku pergunakan dari pendapat-pendapat ahli ilmu dan kekeliruan tuduhannya kepadaku.
Adz-Dzahabiy mengatakan dalam biografi Maalik bin Al-Kair Az-Zabaadiy :
Kedudukannya adalah shidq (jujur)…. Hiwah bin Syuraih, Ibnu Wahb, Zaid bin Hubab, dan Rusydin telah meriwayatkan (hadits) darinya. Ibnul-Qaththaan berkata : ‘Ia termasuk orang yang tidak pasti ke-‘adalah-annya’. Maksudnya, tidak seorang pun menyatakan bahwa iatsiqah. Jumhur ulama mengatakan bahwa orang yang termasuk golongan syaikh yang diriwayatkan (haditsnya) oleh Jama’ah dan tidak meriwayatkan sesuatu yang munkar, maka haditsnya shahih”.
Al-Haafidh mengakuinya berdasarkan kaidah ini dalam Al-Lisaan, namun keduanya (Al-Haafidh dan Adz-Dzahabiy) lupa menyebutkan bahwa Maalik bin Al-Khair Az-Zabadiy ini terdapat dalam Ats-Tsiqaat-nya Ibnu Hibbaan (7/460) dan dalam atba’ut-taabi’in seperti halnya Al-Haitsam bin ‘Imraan. Berdasarkan kaedah ini – yang menjadi pegangan kami dalam menshahihkan hadits - , Adz-Dzahabiy, Al-‘Asqalaaniy, dan para haafidh yang lain memberikan tautsiq kepada sebagian perawi yang belum memperoleh tautsiq secara mutlak. Lihatlah misalnya biografi Ahmad bin ‘Abdah Al-Aamiliy dalam Al-Kaasyif karya Adz-Dzahabiy dan At-Tahdziib karya Al-‘Asqalaaniy.
Adapun orang yang telah memperoleh tautsiq Ibnu Hibbaan dan diakui oleh ahli hadits, bahwa terkadang mereka mengatakan mengenai orang-orang ini : ‘Jujur’, dan dalam kesempatan lain : ‘Tempatnya kejujuran’ – dimana ini adalah sebagian dari kata-kata ta’dil(pujian) sebagaimana telah dimaklumi, dan jumlah mereka ratusan. Di sini aku akan sebutkan sepuluh saja dari mereka yang berinisial dimuali huruf ‘alif, sebagai contoh – dinukil dalam tahdziibut-Tahdziib – agar Pembaca dapat mengetahui dengan jelas. Berikut nama-nama dari sepuluh orang tersebut :
1. Ahmad bin Tsaabit
2. Ahmad bin Muhammad bin Yahyaa Al-Bashriy.
3. Ahmad bin Musharrif.
4. Ahmad bin Musharrif Al-Yaamiy.
5. Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Al-Haarits Al-Jumahiy.
6. Ibraahiim bin Muhammad bin ‘Abdillah Al-Asadiy.
7. Ibraahiim bin Muhammad bin Mu’aawiyyah bin ‘Abdillah.
8. Ishaaq bin Ibraahiim bin Daawud As-Sawwaaq.
9. Ismaa’il bin Ibraahiim Al-Baalisiy.
10. Al-Aswad bin Sa’iid Al-Hamadaniy.
Mereka semua hanya memperoleh tautsiq dari Ibnu Hibbaan. Mengenai orang-orang tersebut, Al-Haafidh menyatakan bahwa apa yang baru saja aku sebutkan adalah dari dua ungkpan tautsiq dan disepakati oleh para huffadh yang lain mengenai sebagian mereka dan mengenai orang-orang semisal yang lain. Di antara kebiasaan Al-Haafidh mengenai perawi-perawi lain yang memperoleh tautsiq Ibnu Hibbaan, dimana hanya satu atau dua orang yang meriwayatkan dari mereka, adalah mengatakan : ‘mastur’ atau ‘maqbul’, seperti yang aku sebutkan di tempat lain….” [selesai perkataan Al-Albaniy rahimahullah dalam Tamaamul-Minnah hal. 204-206].
[16] Melalui perantaraan ta’liq Husain Asad atas Sunan Ad-Darimiy hal. 1365-1366.
[17] Idem.
[18] Walau pendapat raajih mengatakan ia bukan berstatus shahabat, namun dengan dimasukkannya ia di jajaran para shahabat oleh sebagian muhaaditsiin menunjukkan ia seorang perawi ma’ruf, sekaligus merupakan tautsiq yang diberikan mereka kepadanya (seperti Al-Baghawiy, Ibnu Qaani’, Ibnu Hibbaan, dan yang lainnya).
Ahmad bin Hanbal telah menshahihkan hadits ini (yaitu dari jalan Ibnu Jaabir), sebagaimana tertera dalam Tahdziibul-Kamaal (17/203) :
“Abu Zur’ah Ad-Dimasyqiy juga berkata : ‘Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal : ‘Sesungguhnya Ibnu Jaabir telah menceritakan sebuah hadits dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari‘Abdurrahman bin ‘Aaisy, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku telah melihat Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk’. Qatadah juga menceritakan hadits tersebut dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas; mana di antara keduanya yang lebih engkau cintai ?’. Ahmad menjawab : ‘Hadits Qatadah itu tidak ada apa-apanya. Dan perkataan (yang dianggap/shahih) di sini adalah yang dikatakan Ibnu Jaabir” [selesai].
Begitu juga tashhiih At-Tirmidziy dan Al-Bukhariy sebagaimana disinggung di awal pembahasan.
Sudah ma’ruf bahwa tashhih terhadap satu hadits merupakan tashhih terhadap sanadnya. Termasuk di sini ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy. Ringkas kata, Ahmad bin Hanbal telah memberikan ta’dil kepadanya.
Tiga orang perawi telah meriwayatkan darinya yaitu : Khaalid bin Al-Lajlaaj, Rabii’ah bin Yaziid, dan Abu Sallaam Al-Aswad. Ketiganya adalah perawi tsiqah.
[19] Pertama (4/66): Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Yaziid – yaitu Ibnu Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy, dari sebagian shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui mereka pada waktu Shubuh……dst.”.
Kedua (5/378): Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir : Telah menceritakan kepada kami Zuhair – yaitu Ibnu Muhammad - , dari Yaziid bin Yaziid – yaitu Ibnu Jaabir - , dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy, dari sebagian shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallampernah keluar menemui mereka pada waktu Shubuh……dst.”.
[20] Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim bin Al-Hushain hadits tersebut secara lengkap : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy bin Al-Mudzhib : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Ja’far : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aamir : Telah mengkhabarkan kepada kami Zuhair [bin Muhammad], dari Yaziid bin Yaziid, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari sebagian shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui mereka….dst.”.
[21] Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Abu ‘Aamir – yaitu ‘Abdul-Malik bin ‘Amr - : Telah mengkhabarkan kepada kami Zuhair – yaitu Ibnu Muhammad - , dari Yaziid – yaitu Ibnu Jaabir – dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy, dari sebagian shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam pernah keluar menemui mereka pada waktu Shubuh….”.
[22] Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin Yuusuf Ath-Tharaaifiy di Mesir : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Marzuuq : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aayisy, dari sebagian shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada waktu Shubuh….dst.”.
[23] Telah menceritakan kepada kami Abu Musaa Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir ‘Abdul-Malik bin ‘Amr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zuhair – ia adalah Ibnu Muhammad - , dari Yaziid – Abu Musa berkata : Ia adalah Yaziid bin Jaabir - , dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami….”.
[24] Pertama : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr ‘Abdul-Ghaffaar bin Muhammad Siirawiy dalam kitabnya, dan telah menceritakan kepadaku darinya Abul-Mahaasin Ath-Thabasiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Hairiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas Al-Asham : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibraahiim bin Marzuuq : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aamir : Telah mengkhabarkan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Yaziid, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami…..dst.”.
Kedua : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim ‘Aliy bin Ibraahiim - secaraqiraa’at - : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Ahwaaziy - secara ijaazah - : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Syujaa’ Faatik bin ‘Abdillah Al-Muzaahimiy di (daerah) Shuur : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim ‘Aliy bin Muhammad bin Thaahir Ash-Shuuriy di (daerah) Shuur - : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan Muhammad bin Sulaimaan bin Muslim Al-Baghdaadiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Maimuun bin Al-Ashbagh An-Nashiibiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Aamir : Telah mengkhabarkan kepada kami Zuhair bin Muhammad, dari Yaziid bin Yaziid bin Jaabir, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami pada waktu Shubuh….dst.”.
[25] Sebagaimana dikatakan oleh Al-Bukhariy, Ahmad, dan Abu Haatim [lihat Tahdziibul-Kamaal, 9/416-418].
[26] Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid maulaa Bani Haasyim : Telah menceritakan kepada kami Jahdlam – yaitu Al-Yamaamiy – : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa – yaitu Ibnu Abi Katsiir - : Telah menceritakan kepada kami Zaid – yaitu Ibnu Abi Salaam - , dari Abu Salaam, ia adalah Zaid bin Salaam bin Abi Salaam yang dinisbahkan kepada kakeknya : Bahwasannya ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy telah menceritakan kepadanya, dari Maalik bin Yakhaamir : Bahwasannya Mu’adz bin Jabal berkata : “……(al-hadits)….”.
[27] Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Haanii’ Abu Haanii’ Al-Yasykuriy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Jahdlam bin ‘Abdillah, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Zaid bin Sallaam, dari Abu Sallaam, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy, bahwasannya ia (‘Abdurrahmaan) telah menceritakan kepadanya (Abu Sallaam), dari Maalik bin Yakhaamir As-Saksakiy, dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata : “…….(al-hadits)….”.
[28] Telah mengkhabarkan kepada kami dengannya Abul-Faraj bin Qudaamah, Abul-Ghanaaim bin ‘Allaan, dan Ahmad bin Syaibaan, mereka berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hanbal, ia berkata : Telah mengkhabarkan Ibnul-Hushain, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnul-Hushain, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Mudzhib, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Qathii’iy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Maulaa Bani Haasyim, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Jahdlam, yaitu Al-Yamaamiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Katsiir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Abi Sallaam, dari Abu Sallaam, ia adalah Zaid bin Sallaam bin Abi Sallaam, dinisbahkan kepada kakeknya, bahwasannya ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy Al-Hadlramiy telah menceritakan kepadanya, dari Maalik bin Yakhaamir : Bahwasannya Mu’aadz bin Jabal berkata : “……(al-hadits)….”.
[29] Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘Umar bin Ash-Shabbaah Ar-Raqiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinaan Al-‘Uuqiy : Telah menceritakan kepada kami Jahdlam bin ‘Abdillah Al-Yamaamiy : -
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad At-Tamaar Al-Bashriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Khuzaa’iy : Telah menceritakan kepada kami Musaa bin Khalaf Al-‘Ammiy; mereka berdua (Jahdlam bin ‘Abdillah Al-Yamaamiy dan Musa bin Khalaf Al-‘Ammiy) berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Zaid bin Sallaam, dari kakeknya Mamthuur, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Saksakiy, dari Maalik bin Yakhaamir, dari Mu’aadz bin Jabal, ia berkata : “……(al-hadits)….”.
Perawi yang bernama Abu ‘Abdirrahmaan As-Saksakiy tidak diketemukan biografinya. Kemungkinan besar telah terjadi kekeliruan dalam penyebutan namanya, yaitu ‘Abdurrahman As-Saksakiy atau lebih dikenal dengan nama ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy.Wallaahu a’lam.
Adapun Mamthuur (Al-Habasyiy) adalah Abu Sallaam Al-Aswad Al-Habasyiy, tsiqah namun sering memursalkan riwayat.
[30] Ada riwayat lain dari Mu’aadz bin Jabal yang marfu’ sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tanpa melalui jalur ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaisy. Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalamAl-Mustadrak 1/521, Ath-Thabaraniy dalam Ad-Du’aa no. 1415, dan Ibnu Khuzaimah dalamAt-Tauhiid hal. 545 dari jalan Sa’iid bin Suwaid Al-Qurasyiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa, dari Mu’aadz bin Jabal, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang semisal. Namun padanya terdapat ‘Abdurrahmaan bin Ishaaq. Ia adalah Abu Syaibah Al-Waasithiy Al-Kuufiy, seorang yang matruk.
[31] Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…..(al-hadits)….”.
[32] Telah menceritakan kepada kami Salamah bin Syabiib dan ‘Abd bin Humaid, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, dari Ma’mar, dari Ayyub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…….(al-hadits)….”.
[33] Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hushain, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnul-Mudzhib, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Ja’far : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, ia berkata : Telah menceritakan ayahku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…..(al-hadits)….”.
[34] Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……(al-hadits)….”.
[35] Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdil-A’laa Ash-Shan’aaniy – dan ia seorang yang tsiqah - , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “….(al-hadits)….”.
[36] Al-Musnad 1/368.
[37] Telah menceritakan kepada kami Al-Firyaabiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Raihaan bin Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Manshuur, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Abbas menceritakan hadits kepadanya, yaitu : “…..(al-hadits)….”.
[38] Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Hisyaam, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…..(al-hadits)….”.
[39] Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbaah : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Hisyaam : Telah mengkhabarkan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……(al-hadits)….”.
[40] Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Hisyaam : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)….”.
[41] Telah menceritakan kepada kami Bundaar dan Abu Musaa, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “……(al-hadits)….”.
[42] Telah menceritakan kepada kami Al-Firyaabiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar Al-Qawaayiriy dan Ishaaq bin Rahawaih, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada ami Mu’aadz bin Hisyaam, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam : “…..(al-hadits)….”.
[43] Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Fudlaalah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Shaalih : Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyyah bin Shaalih, dari Abu Yahya, dari Abu Yaziid, dari Abu Salaam Al-Aswad, dari Tsaubaan, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “……(al-hadits)….”.
[44] Sebagaimana telah lalu penjelasan manhaj Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam catatan kaki no. 15.
[45] Al-Kaamil, juz 2 lembar 1240.
[46] Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abi Bukair : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahmaan : Telah menceritakan kepada kami Simmaak bin Harb, dari Jaabir bin Samurah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “…..(al-hadits)….”.
[47] Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Laits, dari Ibnu Saabith, dari Abu Umaamah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “….(al-hadits)….”.
[48] Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Maalik Al-Fazariy Al-Kuufiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Yaquub Al-Asdi, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ibraahaim bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Al-Hasan, dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Ubaidullaah bin Abi Raafi’, dari Abi Raafi’, ia berkata : “……..(al-hadits)….”.


from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/11/kedudukan-hadis-nabi-saw-melihat-allah.html