Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan bahwa semua ulama fikih bersepakat
akan wajibnya mentaati penguasa yang dia asalnya adalah pengkudeta yang
menang dan wajibnya berjihad bersamanya. Sesungguhnya mentaati penguasa
yang asalnya adalah pemberontak itu lebih baik dari pada melakukan
perlawanan kepadanya karena dengan demikian darah rakyat terjaga dan
masyarakat berada dalam ketenangan [Fathul Bari 13/9]
Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang berhasil mengkudeta secara militer
seorang penguasa sehingga dia menjadi penguasa di negeri tersebut dan
diakui sebagai pemimpin orang-orang beriman di negeri tersebut maka
tidaklah halal bagi siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir
melalui malam harinya tanpa menyakini bahwa dia adalah pemerintah [baca:
ulil amri] sahnya baik pengkudeta yang menang tersebut orang yang
bertakwa atau pun orang yang pendosa [asalkan muslim]” [Ahkam
Sulthoniyyah karya Qadhi Abu Ya’la hal 28, cet Darul Fikr
20 ومن خرج على إمام من أئمة المسلمين وقد كانوا اجتمعواعليه وأقروا بالخلافة بأي وجه كان بالرضا أو الغلبة فقد شق هذا الخارج عصا المسلمين وخالف الآثار عن رسول الله صلى الله عليه و سلم فإن مات الخارج عليه مات ميتة جاهلية
Imam Ahmad mengatakan bahwa barang siapa yang memberontak terhadap
seorang penguasa suatu negeri yang dia otomatis adalah pemimpin kaum
muslimin di negeri tersebut padahal masyarakat telah sepakat untuk
mengakui bahwa dia adalah penguasanya meski dengan cara apapun dia
mendapatkan kekuasaan baik dengan kerelaan sepenuh hati rakyatnya
ataupun dengan kudeta maka pemberontak tersebut telah merusak persatuan
kaum muslimin di negeri tersebut, menyelisihi sunnah Nabi dan kematian
orang yang melakukan pemberontakan adalah sebagaimana kematian orang
musyrik jahiliah yang mati dalam keadaan tidak memiliki penguasa yang
ditaati.
Tidak boleh bagi siapapun untuk memerangi dan memberontak terhadap
penguasa. Siapa saja yang melakukannya maka dia adalah mubtadi’ [baca:
ahli bid’ah], tidak di atas sunnah dan jalan yang benar [Ushul Sunnah
karya Imam Ahmad hal 45-46, maktabah syamilah]
Ahli sunnah sepakat bahwa penguasa yang kalah dengan pihak pemberontak atau yang melakukan kudeta bukanlah ulil amri yang sah.
Abul abbas as saffah nama aslinya adalah abdullah bin muhammad bin
ali bin ibn abbas [buyutnya shahabat nabi abdullah bin abbas], dibaiat
sebagai khalifah pada tahun 132 H di Kufah.
As Saffah artinya sang penumpah darah, disebut demikian karena begitu
banyak darah kaum muslimin yang dia tumpahkan untuk menstabilkan
kekuasaannya.
Meski demikian, beliau adalah ulil amri yang sah saat itu.
from=https://ustadzaris.com/pemberontak-menang