Memelihara anjing termasuk najis, akan tetapi jika
seorang muslim memelihara anjing sekedar untuk keamanan rumah dan dia
ditempatkan di luar di ujung komplek. Bagaimana dia mensucikan dirinya? Apa
hukumnya jika dia tidak mendapatkan debu atau tanah untuk membersihkan dirinya?
Apakah ada benda pengganti yang dapat digunakan seorang muslim untuk
membersihkan dirinya? Kadang-kadang orang itu membawa anjing tersebut untuk
berlari, kadang anjing tersebut merangkul dan menciumnya…
Published Date:
2010-06-22
Alhamdulillah.
Pertama: Syariat yang suci
telah mengharamkan memeliharat anjing. Siapa yang menentang ajaran ini (dengan
memelihara anjing) maka akan dihukum dengan mengurangi kebaikannya sebanyak
satu qirath atau dua qirath setiap hari. Dikecualikan dalam hal ini jika
memelihara bertujuan untuk berburu, menjaga ternak dan menjaga pertanian.
Dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ
مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ، أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ
قِيرَاطٌ ) رواه مسلم 1575
"Siapa yang memelihara
anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan ternak, berburu dan menjaga tanaman,
maka akan dikurangi pahalanya setia hari sebanyak satu qirath." (HR.
Muslim, no. 1575)
Dari Abdullah bin Umar,
radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk memelihara
ternak, atau berburu, maka akan dikurangi amalnya setiap hari sebanyak dua qirath."
(HR. Bukhari, no. 5163, Muslim, no. 1574)
Apakah dibolehkan memelihara
anjing untuk menjaga rumah?
Imam Nawawi berkata,
"Diperselisihkan dalam hal memelihara anjing selain untuk tujuan yang tiga
di atas, seperti untuk menjaga rumah, jalanan. Pendapat yang lebih kuat adalah
dibolehkan, sebagai qiyas dari ketiga hal tersebut, karena adanya illat (alasan)
yang dapat disimpulkan dalah hadits, yaitu: Kebutuhan." selesai
Syarh Muslim, 10/236.
Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah
berkata, "Dengan demikian, rumah yang terletak di tengah kota, tidak ada
alasan untuk memelihara anjing untuk keamanan, maka memelihara anjing untuk
tujuan tersebut dalam kondisi seperti itu diharamkan, tidak boleh, dan akan
mengurangi pahala pemiliknya satu qirath atau dua qirath setiap harinya. Mereka
harus mengusir anjing tersebut dan tidak boleh memeliharanya. Adapun kalau
rumahnya terletak di pedalaman, sekitarnya sepi tidak ada orang bersamanya,
maka ketika itu dibolehkan memelihara anjing untuk keamanan rumah dan orang
yang ada di dalamnya. Menjaga penghuni rumah jelas lebih utama dibanding
menjaga hewan ternak atau tanaman." Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin,
4/246.
Dalam mengkompromikan riwayat
antara satu qirath dan dua qirath terdapat beberapa pendapat;
Al-Hafiz Al-Aini rahimahullah
berkata,
Kemungkinan perbedaan keduanya tergantung macam
anjingnya, salah satunya lebih berbahaya. Ada juga yang mengatakan bahwa dua
qirath jika memeliharanya di kota dan desa, sedangkan yang satu qirath, jika
memeliharanya di pedalaman. Ada juga yang mengatakan bahwa kedua riwayat
tersebut disampaikan dalam dua zaman yang berbeda. Pertama disampaikan satu
qirath, kemudian ancamannya ditambah, lalu disebut dua qirath.
Umdatul Qari, 12/158
Kedua: Adapun ucapan penanya
bahwa "Memelihara anjing adalah meyimpan najis" tidak dapat
dibenarkan secara mutlak. Karena yang dikatagorikan najis adalah bukan
anjingnya, tapi liurnya apabila dia minum dari sebuah wadah. Siapa yang
menyentuh anjing atau disentuh anjing, maka tidak wajib baginya mensucikan
dirinya, tidak dengan debu, tidak pula dengan air. Jika seekor anjing minum
dari sebuah wadah, maka air di wadah tersebut harus ditumpah dan dicuci
sebanyak tujuh kali, yang kedelapan dicuci dengan debu, jika dia ingin
menggunakannya. Jika wadah tersebut khusus dia gunakan untuk anjing, maka tidak
perlu disucikan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( طُهُورُ إِنَاءِ أحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ
الكَلْبُ أنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ) رواه مسلم ( 279 (
"Sucinya wadah kalian
apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan
pertama dengan debu." (HR. Muslim, no. 279)
Dalam sebuah riwayat Muslim,
(Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), "Jika anjing menjilati
wadah, maka basuhlah sebanyak tujuh kali, dan yang kedelapan taburkan dengan
tanah." (HR. Muslim, no. 280)
Syaikhul Islam rahimahullah
berkata, "Adapun tentang anjing, para ulama berselisih dalam tiga
pendapat;
Pertama, bahwa anjing adalah
suci, termasuk liurnya. Ini adalah mazhab Malik.
Kedua, bahwa anjing adalah najis
termasuk bulunya. Ini adalah mazhab Syafi'I, dan salah satu dari dua pendapat
dalam mazhab Ahmad.
Ketiga, bulu anjing suci,
sedangkan liurnya najis. Ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan salah satu
pendapat dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad.
Pendapat ketiga adalah pendapat
yang paling benar. Maka jika bulu anjing yang lembab menempel pada baju atau
tubuh seseorang, hal itu tidak membuatnya najis."
Majmu Fatawa, 21/530.
Beliau berkata di tempat lain;
"Hal demikian, karena asal
pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh menyatakan sesuatu najis atau
haram kecuali berdasarkan dalil. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
( وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
إِلاَّ مَا اضْطُّرِرْتُم إِلَيْهِ ) الأنعام/119 ،
Padahal Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An'am: 11)
Allah juga berfirman,
"Dan Allah sekali-kali tidak
akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka
sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi." (QS.
At-Taubah: 115)
Jika demikian halnya, maka Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Sucinya wadah kalian
apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan
pertama dengan debu." (HR. Muslim, no. 279)
Dan dalam hadits lain (Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda), "Jika anjing menjilati
wadah." (HR. Muslim, no. 280)
Hadits-hadits tentang masalah ini
seluruhnya hanya menyebutkan jilatan anjing, dan tidak menyebutkan bagian tubuh
lainnya. Maka dengan demikian, penetapan (bagian lain dari tubuhnya) sebagai
najis dilakukan berdasarkan qiyas (perbandingan).
Begitu juga, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam memberi keringanan (membolehkan) memelihara anjing buruan,
penjaga hewan ternak dan pertanian. Maka tentu saja siapa yang memeliharanya
akan tersentuh bulunya yang lembab sebagaimana dia akan tersentuh bulu lembab
keledai dan semacamnya. Maka pendapat bahwa bulu anjing termasuk najis dalam
keadaan demikian, termasuk perkara memberatkan, diangkat dari umat
ini."
Majmu Fatawa, 21/617, 619
Namun yang lebih hati-hati adalah
apabila seseorang menyentuh anjing dengan tangannya yang basah, atau anjingnya
basah, hendaknya dia mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan
tanah. Demikian dikatakan oleh Syekh Ibnu Utsaimin.
'Adapun menyentuh anjing, jika
tidak dalam kondisi basah, maka hal itu tidak membuat tangan menjadi najis.
Adapun menyentuhnya dalam keadaan basah, hal tersebut dalam membuat tangan
menjadi najis berdasarkan pendapat sebagian besar ulama. Wajib mencuci tangannya
sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah."
Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin,
11/246.
Ketiga. Cara mensucikan najis
anjing adalah sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya dalam jawaban soal, no.
41090, 46314.
Yang wajib adalah mencuci najis
anjing sebanyak tujuh basuhan, salah satunya dengan tanah. Jika tanah mudah
didapatkan, maka wajib menggunakannya dan tidak dapat diganti dengan yang
lainnya. Adapun jika tidak mendapatkan tanah, tidak mengapa menggunakan alat
pembersih lainnya seperti sabun.
Keempat. Penanya menyatakan bahwa
mencium anjing menyebabkan berbagai macam penyakit. Banyak penyakit yang
menimpa seseorang akibat tindakannya yang bertentangan dengan syariat dengan
mencium anjing dan minum di wadahnya sebelum disucikan.
Di antaranya, penyakit Pastrela,
yaitu penyakit yang disebabkan bakteri
Daintaranya juga penyakit
‘Kantong air’ yaitu termasuk penyakit benalu yang menyerang dalam isi perut
orang dan hewan. Serangan yang paling mematikan pada hati dan kedua jantung,
setelahnya mengeringkan perut dan (menyebar) keseluruh tubuh.
Penyakit ini akan menimbulkan
cacing pita yang disebut Ikankus Carnilusis, yaitu cacing kecil yang panjangnya
mencapai 2-9 mm, terdiri dari tiga ruas, kepala dan leher. Bagian kepalanya
terdapat empat alat penghisap. Dan cacing ini hidup di ujung usus tambahan yang
seringkali berada pada anjing, kucing, musang dan srigala
Lalu penyakitnya akan berpindah
ke manusia yang sangat mencintai anjing, apabila dia menciumnya atau meminum
dari wadahnya.
Lihat Buku Amrad Al-Hayawaanat
Al-Alifah allati Tushiibul-Insan, oleh DR. Ali Ismail Ubaid As-Sanafi.
Kesimpulannya: Tidak
diperbolehkan memelihara anjing kecuail untuk berburu atau menjaga hewan ternak
dan tanaman. Boleh juga untuk menjaga rumah dengan syarat tempatnya berada di
perkampungan dan dengan syarat tidak tersedia sarana yang lain. Tidak selayaknya
seorang muslim mengikuti cara orang-orang kafir; berlari bersama anjing,
menyentuh mulutnya atau menciumnya yang dapat menyebabkan berbagai penyakit.
Alhamdulillah, kita diberi
syariat yang sempurna ini, yang bertujuan untuk memperbaiki agama dan dunia
manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Wallahua'lam.
From <https://islamqa.info/id/69840>