Tidak diragukan lagi bahwa tauhid merupakan permasalahan yang paling
penting dalam agama ini. Maka mendakwahkannya juga merupakan perkara yang penting yang tidak boleh disepelekan.
Namun sangat disayangkan, banyak di antara para dai yang meremehkan
dakwah tauhid, mereka justru disibukkan dengan permasalahan lainnya
tanpa mempedulikan dakwah yang satu ini. Sementara orang yang
berkonsentrasi mendakwahkan tauhid dianggap ketinggalan zaman dan
memecah belah umat. Padahal inilah inti dakwah para rasul ‘alaihimus salam.
Bukti Benarnya Tauhid Seseorang
Setelah sesorang bertauhid dengan benar dan berusaha untuk menyempurnakan tauhidnya, kewajiban selanjutnya adalah berusaha untuk mendakwahkan tauhid. Karena keimanan seseorang tidak akan sempurna kecuali jika disertai ajakan dakwah kepada tauhid. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ
ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ {3}
“Demi masa(1).
Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian(2). Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran(3).” (QS. Al Ashri :1-3)
Di samping menyempurnakan tauhid juga harus ada ajakan kepada tauhid.
Jika tidak, maka ada yang kurang dalam tauhid tersebut. Tidak diragukan
lagi bahwa orang yang meniti jalan tauhid disebabkan dia mengetahui
bahwa jalan tauhid adalah jalan yang terbaik. Kalau memang dia benar
dalam keyakinannya, maka dia juga harus mendakwahkan tauhid. Mengajak
kepada seruan tauhid Laa ilaaha ilallah adalah
termasuk kesempurnaan tauhid seseorang, dan tidak akan sempurna tauhid
seseorang kecuali dia berusaha untuk mendakwahkan tauhid tersebut.
(Lihat Al Qoulul Mufiid I/ 82, Syaikh ‘Utsaimin, cet. Darul ‘Aqidah)
Dakwahnya Pengikut Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ
اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ {108}
“Katakanlah:
“Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf:108)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan
Nabi-Nya untuk memberitahukan kepada manusia tentang penjelasan manhaj
(metode berdakwah) para nabi dan pengikutnya, yakni berdakwah kepada Allah di atas dasar ilmu.
Hal ini menunjukkan barang siapa yang tidak mengajak kepada Allah di
atas ilmu maka dia bukanlah pengikut Nabi yang sejati walupun dia
seorang fakih yang berilmu.
Yang dimaksud dengan firman Allah أَدْعُوا إِلَى اللهِ (menyeru kepada Allah) adalah berdakwah kepada tauhidullah ‘Azza wa Jallla yaitu
dengan beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada
selain-Nya, serta berdakwah terhadap perkara syariat agama yang lainnya.
Sehingga dakwah berlaku untuk orang kafir agar masuk ke dalam Islam dan
juga dakwah kepada kaum muslimn yang bermaksiat kepada Allah agar
kembali bertaubat kepada Allah, mau melaksanakan perintah,
memperingatkan mereka dari syirik dan meninggalkan maksiat. Dakwah tidak
hanya terbatas pada mendakwahi orang kafir, bahkan kaum muslimin juga
membutuhkan dakwah. Dakwah bersifat umum, yakni dakwah untuk mengenal
tauhid dan lawannya yaitu syirik. (Lihat I’aanatul Mustafiid I/93-94, Syaikh Shalih Fauzan, cet. Markaz Fajr)
Ayat di atas mengandung dua faedah penting :
Pertama. Bahwa yang dimaksud dakwah kepada Allah adalah dakwah kepada tauhid. Inilah yang dipraktekkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman.
Kedua. Peringatan untuk senantiasa ikhlas dalam berdakwah . Seseorang yang berdakwah harus ikhlas dalam berdakwah, sebagaimana firman Allah أَدْعُوا إِلَى اللهِ (menyeru kepada Allah), karena kebanyakan juru dakwah sekarang mengajak kepada dirinya dan kelompoknya. (Lihat At Tamhiid hal 65, Syaikh Shalih Alu Syaikh, cet. Daarut Tauhid)
Para Nabi Mendakwahkan Tauhid
Setiap Rasul yang diutus oleh Allah Ta’ala pasti semua mendakwahkan tauhid dan memperingatkan tentang syirik. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ …{36}
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl:36).
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan
tentang ayat ini, “Seluruh para rasul menyeru untuk beribadah hanya
kepada Allah dan melarang untuk menujukan ibadah kepada selain-Nya.
Allah Ta’ala tidak
mengutus seorang rasul pun sejak terjadinya kesyirikan pada kaum Nuh
yang diutus rasul kepada mereka kecuali untuk tujuan tersebut (hanya
beribadah kepada Allah semata). Rasul yang pertama diutus ke muka bumi
sampai penutup para Rasul, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, semuanya mendakwahkan sebagaimana yang Allah perintahkan,
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ {25}
“Dan Kami
tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS.
Al Anbiya’:25)”( Fathul Majiid hal 24. Syaikh
‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, cet. Muasasah al Mukhtar.)
Allah Ta’ala berfirman,
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ
إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ
أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ
مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي
إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ {13}
“Dia telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik
kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “ (QS. Asy Syura’:13)
Inilah dakwah seluruh para Nabi, di antara mereka adalah para Ulul ‘Azmi.
Mereka berjalan di atas manhaj dakwah yang satu yaitu tauhid. Inilah
kewajiban paling agung yang merupakan materi dakwah yang diusung oleh
para nabi kepada bani adam apapun kondisi yang mereka hadapi walaupun
mereka menghadapi kondisi kaum, negeri, dan waktu yang berbeda-beda.
Materi dakwah yang mereka sampaikan satu, yang merupakan kewajiban yang
harus ditempuh ketika mengajak manusia kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Dan ini juga merupakan jalan dakwah yang ditempuh para penerus dakwah
rasul. Tidak boleh mengganti dan berpaling dari jalan dakwah ini. (Usus Manhaj Salaf fii Da’wah ilallah hal 86, Syaikh Fawwaz bin Haliil as Suhaimi, cet. Daar Ibnul Qayyim )
Tauhid Asas Perbaikan Umat
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Barangsiapa yang ingin meninggikan suatu bangunan, hendaklah ia
memantapkan pondasinya, menguatkannya, dan harus lebih memperhatikannya.
Karena sesungguhnya tingginya bangunan itu sesuai dengan kuatnya
pondasi dan kemantapannya. Amal perbuatan serta derajat kemuliaan
manusia adalah sebuah bangunan, sedangkan pondasinya adalah iman.
Semakin kokoh suatu pondasi akan menghasilkan bangunan yang tinggi dan
kuat. Jika suatu bangunan roboh mudah untuk memperbaikinya. Namun jika
pondasinya tidak kokoh, bangunan itu tidak akan tinggi dan kuat. Jika
suatu pondasi telah hancur, maka bangunannya pun akan roboh . Orang yang
bijaksana akan lebih memperhatikan perbaikan pondasi. Sedangkan orang
yang bodoh akan meninggikan bangunan tanpa memperhatikan kondisi
pondasinya, sehingga tidak berapa lama lagi bangunan itu akan hancur”.
Beliau melanjutkan : “Maka buatlah bangunanmu di atas pondasi iman yang
kokoh. Jika rusak bagian dari bangunan yang tinggi maka memperbaikinya
lebih mudah bagimu daripada hancurnya suatu pondasi. Pondasi ini terdiri
dari dua macam. Pondasi pertama yaitu benarnya pengenalan terhadap Allah, perintah-perintah-Nya serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Yang kedua adalah
ketundukan dan ketaatan hanya kepada Allah dan rasul-Nya dengan
sebenar-benarnya. Inilah pondasi terkuat yang bisa digunakan oleh
seseorang untuk menegakkan bangunannya dan ia bisa meninggikan
bangunannya sesuka dia. Oleh karena itu, perkokohlah pondasi bangunan
kalian, jagalah kekuatannya dan senantiasalah memeliharanya” (Al Fawaaid hal 149-150, Ibnul Qayyim al Juziyah, cet. Daarul ‘Aqidah)
Contohlah Dakwah Nabi Kita
Barangsiapa yang mau meneliti sejarah Rasulullah shalaallahu ‘alaihi wa salam,
dia akan dapat mengambil pelajaran manhaj berdakwah kepada Allah.
Bahwasanya yang pertama kali yang diserukan kepada manusia adalah aqidah
tentang beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukannya
serta meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana ini
merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha ilallah.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam adalah
uswah dalm segala hal termasuk dalam melaksankan dakwah. Beliau
tinggal di Mekah selama tiga belas tahun setelah diutus menjadi rasul,
menyeru kepada manusia untuk memperbaiki aqidah dengan menyembah Allah
semata dan meninggalakan peribadatan kepada berhala. Seruan ini beliau
lakukan sebelum memerintahkan mereka untuk sholat, zakat, puasa, haji,
dan meninggalkan kemaksiatan seperti riba, zina, meminum khomer, dan
perjudian.
Hal ini menunjukkan dengan jelas kesalahan sebgian jamaah dakwah pada
zaman ini yang tidak memprioritaskan aqidah dan hanya mementingkan
dakwah terhadap perbaikan akhlak (dengan mengenyampingkan dakwah tauhid,
ed). Mereka melihat kebanyakan manusia melakukan perbuatan syirik
akbar di sekitar kuburan di negeri-negeri Islam namun tidak
mengingkarinya, tidak melarang darinya, baik dengan perkataan, pada saat
ceramah, atau dengan tulisan, kecuali hanya sebagian kecil saja. Bahkan
terkadang mereka berada di antara barisan orang-orang yang melakukan
syirik, bersatu dengan orang-orang yang menyimpang, tidak melarang dan
memperingatkan mereka! (Al Irsyaad ilaa shahiihil I’tiqad hal 15, Syaikh Shalih Fauzan, cet. Maktabah Salsabil)
Tauhid Prioritas Utama
Bukti bahwa dakwah tauhid yang seharusnya jadi prioritas adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله
إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم
أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك:
فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن
هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها
وبين الله حجاب
“Sesungguhnya
kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka
kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah –dalam riwayat lain: kepada tauhidullah-. Jika mereka mentaatimu
untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap siang dan malam. Jika
mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang
kaya mereka lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.
Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka kamu jauhilah harta mulia
mereka. Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak
ada penghalang antara dia dan Allah” (H.R Bukhari 1395 dan Muslim 19)
Dalam hadist ini terdapat pelajaran tentang tahapan dalam berdakwah,
yakni memulai dari yang paling penting kemudian baru yang lainnya.
Inilah jalan dakwah para rasul, mereka memulainya dengan dakwah kepada
kalimat Laa ilaaha ilallah, karena hal ini merupakan pokok dan asas bangunan agama seseorang. Jika telah kokoh syahadat Laa ilaaha ilallah,
maka memungkinkan dibangun di atasnya perkara yang lainnya. Adapun
jika syahadatnya belum kokoh, maka tidak bermanfaat amal yang lainnya.
Tidak mungkin engkau memerintahkan manusia shalat sementara mereka masih
musyrik, Engkau juga tidak bisa memerintahkan puasa, shodaqoh,
menyambung silaturahmi sementara mereka masih menyekutukan Allah, karena engkau tidak meletakkan asas yang pertama.
Hal ini berbeda dengan kondisi para dai hari ini yang tidak memperhatikan tentang dakwah terhadap syahadat Laa ilaaha ilallah.
Mereka mengajak manusia untuk meninggalkan riba, bergaul dengan baik
sesama manusia, berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, dan
permasalaha yang lain, namun mereka tidak mengingatkan tentang perkara
tauhid dan tidak memperhatikannya seolah-olah ini bukan sesuatu yang
wajib. Bagaimana pun mereka susah payah berjuang namun amalan mereka
tidak bermanfaat sehingga mereka memperkokoh pondasi dan pokok yang
mendasari perkara-perkara agama yang lain berupa hukum-hukum, sholat,
zakat, haji, dan sebagainya. Inilah manjahj para Nabi sebagaimana firman
Allah,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ …{36}
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (An Nahl:36).(I’aanatul Mustafiid I/ 99-100)
Mengapa para juru dakwah sekarang justru meremehkan hak Allah ini?!
Bukankah hak Allah lebih pantas untuk didahulukan? Bukankah dakwah
tauhid merupakan kunci dakwahnya para rasul, sebagaimana yang telah
Allah abadikan dalam banyak ayat-Nya?
Dakwah Tauhid Dari Awal Sampai Akhir
’Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى مَرَضِهِ الَّذِى لَمْ
يَقُمْ مِنْهُ « لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا
قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ». قَالَتْ فَلَوْلاَ ذَاكَ أُبْرِزَ
قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خُشِىَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا. وَفِى رِوَايَةِ
ابْنِ أَبِى شَيْبَةَ وَلَوْلاَ ذَاكَ لَمْ يَذْكُرْ قَالَتْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika sakit yang menyebabkan beliau tidak bisa bangkit lagi, ‘Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid’.”
Aisyah berkata, “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau
dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya
kuburan beliau sebagai masjid.”(H.R Muslim 529)
Demikianlah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memulai dakwahnya dengan tauhid, mengiringi dengan tauhid dan mengakhiri pula dengan tauhid. Dan beliau shalallahu ‘alaihi wassalam senantiasa
mewasiatkan umatnya dengan tauhid di akhir hidup beliau.Wasiat
merupakan pesan terakhir dalam kehidupan seseorang. Tentunya yang akan
disampaikan adalah perkara yang paling utama dan paling penting karena
ia tidak akan sempat lagi menyampaikan sesuatu apapun setelah itu. Dari
sini dapat terlihat apa yang dianggap paling penting oleh seseorang
dalam hidupnya. Demikian pula wasiat para nabi adalah tauhid, yang
menunjukkan bahwa yang paling penting bagi mereka adalah tauhid. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّى بِهَآإِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبَ يَابَنِيَّ إِنَّ اللهَ
اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
{132}
“Dan Ibrahim
telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.
(Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam (keadaan)
Islam” (Al Baqarah: 132)
Metode Mendakwahkan Tauhid
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah menjelaskan bahwa dakwah kepada syahadat Laa ilaaha ilallah adalah
dakwah yang terperinci. Ini adalah satu hal yang penting. Banyak orang
yang berilmu menyerukan dakwah tauhid secara global. Namun jika datang
penjelasan rinci tentang permasalahan tauhid atau syirik mereka
menyelisihinya. Demikianlah seharusnya penerapan dakwah tauhid, yakni
dakwah yang terperinci, bukan hanya secara global. Adapun kebanyakan
orang mereka menyeru dakwah tauhid secara global. Mereka mengatakan :”
Kami berpegang teguh dengan tauhid dan berlepas diri dari syirik”, namun
tidak menyebutkannya secara terperinci. (Lihat At Tamhiid hal 63)
Inilah yang diterapkan oleh para ulama robbani dalam mendakwahkan tauhid. Contohnya adalah dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Dapat kita lihat dalam kitab beliau yang sangat bagus yaitu Kitab
Tauhid. Dalam kitab ini beliau menjelasakan permasalahan tauhid dan
syirik secara terperinci. Kitab ini diangggap oleh para ulama sebagai
kitab yang paling bagus dan paling lengkap menjelasakan semua
permasalahan tauhid. Oleh karena itu, kaum muslimin, khususnya para dai
dan penuntut ilmu, hendaknya mempelajari kitab ini beserta penjelasan
para ulama dengan benar dan mengajarkannya kepada umat.
Dakwah Tauhid Memecah Belah Umat?
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafidzahullah ditanya : Sungguh telah menyebar –Alhamdulillah–
seruan kepada manhaj salaf dan berpegang teguh dengannya, akan tetapi
ada orang yang mengatakan: “Sesungguhnya dakwah ini (dakwah salafiyah)
tidak lain hanyalah akan memecah belah barisan (kaum muslimin, pent) dan
mengkoyak-koyakkan, serta menjadikan sebagian mereka memerangi sebagian
yang lain. Sehingga mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri dan
meninggalkan (memerangi, pent) musuh-musuh mereka yang hakiki. Apakah
ini benar, dan apa nasehat Syaikh?
Jawaban :
Ini adalah pemutarbalikan hakekat (fakta), karena sesungguhnya berdakwah kepada tauhid dan manhaj salafus shalih itulah yang mampu menyatukan kalimat, dan menyatukan barisan (kaum muslimin) sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا … {103}
“Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah secara keseluruhan, dan jangan kalian berpecah-belah.” [Ali-Imran: 103]
Dan firman-Nya,
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ {92}
” Sesungguhnya ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka beribadahlah kepadaKu.” [Al-Anbiya: 92]
Maka tidak mungkin kaum muslimin bisa bersatu kecuali di atas kalimat
tauhid dan manhaj salaf, karena apabila mereka dibolehkan memilih
manhaj-manhaj yang menyelisihi manhaj salaf maka bercerai berai dan
berselisihlah mereka, sebagaimana kenyataannya demikian. Siapa yang
menyeru kepada tauhid dan manhaj salaf, itulah orang yang menyeru kepada
persatuan, sedangkan orang yang menyeru (umat) untuk menyelisihi manhaj
salaf maka dialah yang menyeru kepada perpecahan dan perselisihan.
Apabila kaum muslimin di atas tauhid dan manhaj salaf, maka mereka
berdiri di depan musuh, dalam satu barisan. Dan apabila mereka
berpecah-belah dalam berbagai manhaj maka mereka tidak akan mampu
menghadapi musuh mereka.
[Disalin dari kitab al Ajwibatu al Mufidah ‘an As-ilah al Manahij al
Jadidah, edisi Indonesia Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, Pengumpul
Risalah Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Penerjemah Muhaimin,
Penerbit Yayasan Al-Madinah]
Demikian pembahasan singkat tentang pentingnya dakwah tauhid. Semoga
Allah senantiasa membimbing kita di atas jalan tauhid, mempelajari dan
mengamalkan serta berusaha semampu kita untuk mendakwahkannya. Khususnya
kepada para pengemban tugas dakwah, marilah kita memprioritaaskan
dakwah tauhid yang merupakan inti dakwah para nabi dan merupakan poros
perbaikan umat. Wallahul musta’an.
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/2986-mari-mendakwahkan-tauhid.html