Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ الْمَجَالِسِ أَوْسَعُهَا
“Sebaik-baik majelis adalah yang paling luas.” (HR. Abu Daud no. 4820 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 4733)
Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
“Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Tundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. Muslim no. 2161)
Dari Abu Musa radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman yang saleh dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, maka bisa jadi dia menghadiahkan parfumnya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wangi darinya. Sedangkan pandai besi, jika apinya tidak membakar bajumu maka kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ“Tidaklah sebuah kaum duduk-duduk di dalam suatu majelis lalu mereka tidak menyebutkan nama Allah padanya serta tidak bershalawat kepada Nabi mereka, melainkan mereka akan mendapatkan penyesalan. Apabila Allah menghendaki maka Dia akan mengazab mereka dan apabila Allah menghendaki maka Dia akan mengampuni mereka.” (HR. At-Tirmizi no. 3380 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al- Jami’ no. 5607)
خَيْرُ الْمَجَالِسِ أَوْسَعُهَا
“Sebaik-baik majelis adalah yang paling luas.” (HR. Abu Daud no. 4820 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 4733)
Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
“Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Tundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. Muslim no. 2161)
Dari Abu Musa radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman yang saleh dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, maka bisa jadi dia menghadiahkan parfumnya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wangi darinya. Sedangkan pandai besi, jika apinya tidak membakar bajumu maka kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ“Tidaklah sebuah kaum duduk-duduk di dalam suatu majelis lalu mereka tidak menyebutkan nama Allah padanya serta tidak bershalawat kepada Nabi mereka, melainkan mereka akan mendapatkan penyesalan. Apabila Allah menghendaki maka Dia akan mengazab mereka dan apabila Allah menghendaki maka Dia akan mengampuni mereka.” (HR. At-Tirmizi no. 3380 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al- Jami’ no. 5607)
Penjelasan ringkas:
Termasuk dari keuniversalan syariat Islam, di dalamnya juga dijelaskan mengenai adab-adab yang harus diperhatikan dalam memilih majelis dan memilih teman duduk. Karenanya sebagai seorang muslim, maka sudah sepantasnya bagi mereka untuk mengetahui aturan Islam sampai dalam masalah ini, agar majelis-majelis yang mereka adakan bisa menjadi majelis yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan, bukan majelis kejelekan yang akan mendatangkan penyesalan pada hari kiamat.
Termasuk dari keuniversalan syariat Islam, di dalamnya juga dijelaskan mengenai adab-adab yang harus diperhatikan dalam memilih majelis dan memilih teman duduk. Karenanya sebagai seorang muslim, maka sudah sepantasnya bagi mereka untuk mengetahui aturan Islam sampai dalam masalah ini, agar majelis-majelis yang mereka adakan bisa menjadi majelis yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan, bukan majelis kejelekan yang akan mendatangkan penyesalan pada hari kiamat.
Di antara adab-adab dalam bermajelis adalah:
1. Disunnahkan untuk memperluas majelis. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepada kalian, “Berlapang-lapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu.”(QS. Al-Mujadilah: 11)
Bukan maksud melapangkan di sini memperluas majelis dengan membiarkan ada celah kosong di antaranya. Akan tetapi maksudnya jika jumlah orang dalam majelis sudah padat maka jangan dia memaksakan diri untuk masuk ke tengah-tengahnya akan tetapi hendaknya dia duduk di tempat yang memungkinkan, dan hendaknya orang-orang yang terdapat dalam majelis tersebut tidak terlalu rapat sehingga mengganggu orang lain tapi tidak juga terlalu longgar sehingga menyisakan celah di tengah majelis.
1. Disunnahkan untuk memperluas majelis. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepada kalian, “Berlapang-lapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu.”(QS. Al-Mujadilah: 11)
Bukan maksud melapangkan di sini memperluas majelis dengan membiarkan ada celah kosong di antaranya. Akan tetapi maksudnya jika jumlah orang dalam majelis sudah padat maka jangan dia memaksakan diri untuk masuk ke tengah-tengahnya akan tetapi hendaknya dia duduk di tempat yang memungkinkan, dan hendaknya orang-orang yang terdapat dalam majelis tersebut tidak terlalu rapat sehingga mengganggu orang lain tapi tidak juga terlalu longgar sehingga menyisakan celah di tengah majelis.
2. Dilarang untuk duduk di pinggir jalan atau di tempat-tempat umum berlalunya manusia kecuali bagi siapa yang sanggup menunaikan hal dari jalanan tersebut, dan sangat sedikit orang yang bisa menunaikannya. Karenanya jika dia tidak yakin bisa memenuhi hak jalan maka sebaiknya dia jangan duduk di pinggir jalan apalagi sampai makan di pinggir jalan.
3. Hendaknya seorang muslim mengusahakan dirinya untuk hanya bermajelis dengan orang-orang yang baik serta tidak bermajelis dengan orang-orang yang jelek, walaupun dengan tujuan untuk berdakwah. Karena dakwah itu sudah mempunyai jalannya tersendiri, dan bukan termasuk jalannya berdakwah dengan berbaur dengan pelaku maksiat.
4. Walaupun majelisnya mubah dan bukan majelis orang-orang yang jelek, maka dia sangat dianjurkan untuk meninggalkannya jika di dalam majelis tersebut tidak membicarakan tentang zikir kepada Allah dan tidak ada shalawat kepada Rasulullah, atau hal-hal yang berkenaan dengannya. Butuh diingat, bahwa majelis yang memperbincangkan masalah dunia akan tetapi masalah dunia itu terkait dengan masalah agama maka insya Allah walaupun dia tetap mengusahakan untuk berzikir kepada Allah dalam majelis tersebut walaupun sekali. Wallahu a’lam
Pelajaran tambahan dari hadits-hadits di atas bahwa kejelekan pelaku kejelekan tidak hanya didapatkan oleh pelakunya akan tetapi akan didapatkan oleh orang yang duduk bersamanya dan tidak mengingkarinya. Sebagaimana kebaikan pelaku kebaikan tidak terbatas pada dirinya akan tetapi akan didapatkan juga oleh teman duduknya. Wallahu a’lam
from= http://al-atsariyyah.com/adab-adab-majelis-1.html