Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِي وَضُوئِهِ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, hendaklah dia mencuci kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya dalam air wudhunya, sebab salah seorang dari kalian tidak tahu dimana tangannya bermalam.” (HR. Al-Bukhari no. 263 dan Muslim no. 278)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
“Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing pada air yang tidak mengalir, lalu mandi di dalamnya.” (HR. Al-Bukhari no. 346 dan Muslim no. 282)
Dalam sebuah riwayat:
لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam keadaan junub.” (HR. Muslim no. 283)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya dia mencelupkan lalat tersebut ke dalam minumannya, kemudian membuangnya. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Al-Bukhari no. 3320)
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِي وَضُوئِهِ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, hendaklah dia mencuci kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya dalam air wudhunya, sebab salah seorang dari kalian tidak tahu dimana tangannya bermalam.” (HR. Al-Bukhari no. 263 dan Muslim no. 278)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
“Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing pada air yang tidak mengalir, lalu mandi di dalamnya.” (HR. Al-Bukhari no. 346 dan Muslim no. 282)
Dalam sebuah riwayat:
لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam keadaan junub.” (HR. Muslim no. 283)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya dia mencelupkan lalat tersebut ke dalam minumannya, kemudian membuangnya. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Al-Bukhari no. 3320)
Penjelasan ringkas:
Dalil-dalil di atas menyebutkan beberapa adab dimana seorang muslim disyariatkan untuk mengamalkannya dalam rangka menjaga air agar tetap suci dan bersih. Di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Bagi orang yang bangun tidur -baik tidur siang maupun tidur malam-, lalu dia ingin bersuci atau berbersih dimana dia harus memasukkan tangannya ke dalam bejana, maka disunnahkan baginya untuk mencuci terlebih dahulu kedua tangannya di luar bejana sebanyak tiga kali, baru setelah itu dia boleh mencelupkan kedua tangannya.
Nabi -alaihishshalatu wassalam- menjelaskan hikmahnya bahwa jangan sampai kedua tangannya menyentuh najis ketika dia tidur dalam keadaan dia tidak sadar, sehingga hal itu akan menajisi air yang akan dia gunakan kalau kedua tangannya tidak dia cuci terlebih dahulu.
Hukum sunnah di sini berlaku umum baik yang bisa memastikan bahwa kedua tangannya tidak menyentuh najis maupun tidak, wallahu a’lam.
Dalil-dalil di atas menyebutkan beberapa adab dimana seorang muslim disyariatkan untuk mengamalkannya dalam rangka menjaga air agar tetap suci dan bersih. Di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Bagi orang yang bangun tidur -baik tidur siang maupun tidur malam-, lalu dia ingin bersuci atau berbersih dimana dia harus memasukkan tangannya ke dalam bejana, maka disunnahkan baginya untuk mencuci terlebih dahulu kedua tangannya di luar bejana sebanyak tiga kali, baru setelah itu dia boleh mencelupkan kedua tangannya.
Nabi -alaihishshalatu wassalam- menjelaskan hikmahnya bahwa jangan sampai kedua tangannya menyentuh najis ketika dia tidur dalam keadaan dia tidak sadar, sehingga hal itu akan menajisi air yang akan dia gunakan kalau kedua tangannya tidak dia cuci terlebih dahulu.
Hukum sunnah di sini berlaku umum baik yang bisa memastikan bahwa kedua tangannya tidak menyentuh najis maupun tidak, wallahu a’lam.
2. Dilarang kencing atau memercikkan kencing dan juga dilarang BAB ke dalam air yang diam atau yang tergenang -baik itu di kolam atau di baskom dan semacamnya- walaupun bukan untuk dipakai mandi, apalagi jika akan dipakai mandi.
3. Dilarang mandi -baik mandi junub maupun mandi biasa- di dalam air diam yang telah terkena kencing atau terkena percikan kencing atau yang kemasukan tinja.
4. Bagi orang yang mandi di kolam atau di dalam air yang tidak mengalir, maka dia dilarang untuk buang air di dalamnya, baik buang air kecil apalagi buang air besar.
5. Dilarang mandi junub di dalam air yang diam walaupun tidak ada kencing dan najis yang masuk ke dalamnya.
Catatan:
Illah (sebab) dari keempat larangan di atas adalah sadd adz-dzariah (pencegahan) jangan sampai airnya menjadi najis gara-gara dia buang air dan mandi junub di dalam air yang diam. Jadi sebab larangannya bukan karena hal tersebut akan menyebabkan airnya ternajisi. Karena telah berlalu kami sebutkan adanya ijma’ di kalangan para ulama bahwa air nanti menjadi najis jika salah satu dari ketiga sifatnya berubah akibat najis yang masuk ke dalamnya.
Adapun hukum ketiga larangan di atas, maka Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ (1/75) merajihkan bahwa hukumnya adalah haram, bukan makruh. Jadi barangsiapa yang melanggar keempat larangan di atas maka dia telah berdosa, adapun airnya maka dilihat ketiga sifatnya: Jika ada yang berubah maka hukumnya najis dan jika tidak ada yang berubah maka air itu tetap suci lagi menyucikan. Wallahu a’lam.
Catatan:
Illah (sebab) dari keempat larangan di atas adalah sadd adz-dzariah (pencegahan) jangan sampai airnya menjadi najis gara-gara dia buang air dan mandi junub di dalam air yang diam. Jadi sebab larangannya bukan karena hal tersebut akan menyebabkan airnya ternajisi. Karena telah berlalu kami sebutkan adanya ijma’ di kalangan para ulama bahwa air nanti menjadi najis jika salah satu dari ketiga sifatnya berubah akibat najis yang masuk ke dalamnya.
Adapun hukum ketiga larangan di atas, maka Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ (1/75) merajihkan bahwa hukumnya adalah haram, bukan makruh. Jadi barangsiapa yang melanggar keempat larangan di atas maka dia telah berdosa, adapun airnya maka dilihat ketiga sifatnya: Jika ada yang berubah maka hukumnya najis dan jika tidak ada yang berubah maka air itu tetap suci lagi menyucikan. Wallahu a’lam.
6. Sebaliknya, dibolehkan seseorang buang air besar dan kecil dan boleh juga seseorang mandi junub di dalam air yang mengalik (seperti sungai) dan boleh juga di dalam air yang sebagiannya diam dan sebagian lainnya mengalir. Hal itu karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- hanya membatasi hukum larangan ini pada air yang diam lagi tidak mengalir. Wallahu a’lam.
7. Tatkala lalat -baik dia masih hidup maupun telah menjadi bangkai- bukanlah najis maka Nabi -alaihishshalatu wassalam- melarang untuk membuang air yang kejatuhan lalat. Hal itu karena lalat yang jatuh ke dalam air tidaklah menajisi air tersebut sehingga dia masih bisa diminun dan dimanfaatkan, sehingga membuang air tersebut merupakan perbuatan boros dan mubazzir.
Berdasarkan ini pula para ulama menyatakan bahwa semua hewan yang darahnya tidak mengalir maka bangkainya bukanlah najis sebagaimana halnya lalat. Misalnya: Cicak dan serangga lainnya
Dan di antara tanda kenabian beliau -alaihishshalatu wassalam- adalah beliau mengabarkan bahwa salah satu dari kedua sayap lalat itu ada berisi penyakit dan pada sayap yang lainnya berisi obatnya. Maka tatkala tidak diketahui pada sayap mana obat dan penyakit itu berada, Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan agar sekalian mencelupkan semua tubuh lalat tersebut ke dalam air lalu setelah itu baru lalat itu dibuang.
Berdasarkan ini pula para ulama menyatakan bahwa semua hewan yang darahnya tidak mengalir maka bangkainya bukanlah najis sebagaimana halnya lalat. Misalnya: Cicak dan serangga lainnya
Dan di antara tanda kenabian beliau -alaihishshalatu wassalam- adalah beliau mengabarkan bahwa salah satu dari kedua sayap lalat itu ada berisi penyakit dan pada sayap yang lainnya berisi obatnya. Maka tatkala tidak diketahui pada sayap mana obat dan penyakit itu berada, Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan agar sekalian mencelupkan semua tubuh lalat tersebut ke dalam air lalu setelah itu baru lalat itu dibuang.