
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari – rahimahullah – (no. 1165) dan Muslim
– rahimahullah (no. 729) dari hadits Ibnu ’Umarradliyallaahu ‘anhuma,
ia berkata :
صليت مع
رسول الله صلى الله عليه وسلم ركعتين قبل الظهر، وركعتين بعد الظهر، وركعتين بعد
الْجُمعة، وركعتين بعد الْمَغرب، وركعتين بعد العشاء
“Aku pernah melaksanakan shalat
bersama Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam dua raka’at sebelum
shalat Dhuhur, dua raka’at setelah shalat Dhuhur, dua raka’at setelah
shalat Jum’at, dua raka’at setelah shalat Maghrib, dan dua raka’at setelah
shalat ‘Isya’”.
Diriwayatkan oleh Muslim (no.
882) dari hadits Abu Hurairahradliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
إذا صلى
أحدكم الْجُمعة؛ فليصل بعدها أربعًا
“Apabila salah seorang di antara
kalian melaksanakan shalat Jum’at, maka hendaknya ia shalat (sunnah) setelahnya
sebanyak empat raka’at”.
أن
النَّبِي صلى الله عليه وسلم كان لا يصلي بعد الْجُمعة حَتَّى ينصرف فيصلي ركعتين
فِي بيته
“Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidaklah melaksanakan shalat (sunnah) setelah shalat
Jum’at hingga ia beranjak dari tempatnya. Maka beliau melaksanakan shalat
(sunnah) dua raka’at di rumahnya”.
Telah berkata Ibnu Rajab rahimahullah -
: ”Para ulama telah berbeda pendapat dalam penggabungan (hukum yang terambil)
antara hadits Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah”. Pendapat-pendapat tersebut dapat
diuraikan di bawah :
1. Hal
itu merupakan pilihan antara shalat dua raka’at atau empat raka’at sebagai satu
bentuk pengamalan dari setiap hadits (dua-duanya boleh dikerjakan). Ini
adalah pendapat Ahmad dalam satu riwayat sebagaimana yang terdapat dalam Al-Ausatholeh
Ibnul-Mundzir (4/125).
2. Menggabungkan
dua riwayat tersebut sehingga ia shalat sebanyak enam raka’at. Pendapat ini
ternukil dari Ahmad sebagaimana yang terdapat dalam Masaail Ibni Haani’ (1/89).
3. Menggabungkan
antara keduanya dalam bentuk yang lain. Bagi imam, maka ia shalat di
rumahnya sebanyak dua raka’at; dan bagi makmum, maka shalat di masjid sebanyak
empat raka’at. Ini adalah pendapat Zuhair bin Harb Al-Juuzajaaniy.
4. Menggabungkan
antara keduanya, bahwasannya siapa saja yang melaksanakan shalat di
masjid maka shalat empat raka’at, dan siapa saja yang melaksanakan di
rumahnya maka ia shalat dua raka’at.
Aku (Syaikh Yahya Al-Hajuri)
berkata : ”Yang terakhir ini merupakan bentuk
penggabungan yang paling bagus dari bentuk-bentuk penggabungan antara dua
hadits (Ibnu ’Umar dan Abu Hurairah) yang telah disebutkan. Ibnul-Qayyim telah
menguatkan pendapat ini dalam kitabnya Zaadul-Ma’ad (1/440) dimana
beliau berkata :
وَكَانَ
صَلّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلّمَ إذَا صَلّى الْجُمُعَةَ دَخَلَ إلَى مَنْزِلِهِ
فَصَلّى رَكْعَتَيْنِ سُنّتَهَا وَأَمَرَ مَنْ صَلّاهَا أَنْ يُصَلّيَ بَعْدَهَا
أَرْبَعًا .
قَالَ
شَيْخُنَا أَبُو الْعَبّاسِ ابْنُ تَيْمِيّة َ : إنْ صَلّى فِي الْمَسْجِدِ صَلّى
أَرْبَعًا وَإِنْ صَلّى فِي بَيْتِهِ صَلّى رَكْعَتَيْنِ
”Apabila
beliau telah selesai melaksanakan shalat Jum’at, maka beliau kembali ke
tempatnya dan shalat sunnah dua raka’at. Dan beliau memerintahkan orang yang
mengerjakan shalat sunnah setelah shalat Jum’at untuk mengerjakannya empat
raka’at. Telah berkata guru kami Abul-’Abbaas bin Taimiyyah : ’Apabila
shalat di masjid, maka beliau melakukannya empat raka’at. Namun apabila beliau
shalat di rumahnya, maka beliau melakukannya dua raka’at”
[selesai].
Pendapat yang menyatakan bahwasannya
hal itu merupakan pilihan untuk shalat dua raka’at atau empat raka’at, karena
shalat tersebut merupakan jenis shalat tathawwu’(maka pendapat ini
adalah lemah). Adapun pendapat yang menyatakan shalat enam raka’at, maka
pendapat ini adalah bathil tanpa dilandasi oleh dalil.
Abu Dawud telah menyebutkan satu
riwayat dalam Sunan-nya (no. 1130) dimana ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin ’Abdil-’Aziiz bin Abi Rizmah Al-Maruuziy, ia berkata :
Telah memberitakan kepada kami Al-Fadhl bin Musa, dari ’Abdul-Hamiid bin
Ja’far, dari Yazid bin Abu Habiib, dari ’Athaa’, dari Ibnu ’Umarradliyallaahu
’anhumaa, ia (’Athaa’) berkata :
كَانَ
إِذَا كَانَ بِمَكَّةَ فَصَلَّى الْجُمُعَةَ تَقَدَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعًا وَإِذَا كَانَ بِالْمَدِينَةِ صَلَّى
الْجُمُعَةَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى بَيْتِهِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَلَمْ يُصَلِّ
فِي الْمَسْجِدِ فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ ذَلِكَ
Apabila
berada di Makkah, Ibnu ’Umar mengerjakan shalat Jum'at, maju mengerjakan shalat
dua raka'at. Kemudian, sesudah itu ia maju dan mengerjakan shalat (sunnah)
empat raka'at. Dan apabila berada di Madinah, ia shalat Jum'at kemudian pulang
ke rumahnya lalu shalat dua raka'at, dan tidak shalat di Masjid. Dikatakan
kepadanya (tentang apa yang ia perbuat itu), maka ia menjawab :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melakukannya".
Sanad hadits ini shahih, para
perawinya tsiqaat lagi dikenal. Syaikh Abu Daawud yang bernama
Muhammad bin ’Abdil-’Aziiz, maka ia telah ditsiqahkan oleh Ad-Daaruquthniy,
An-Nasaa’iy, dan Maslamah – sebagaimana terdapat dalam At-Tahdziib.
’Athaa’, perawi yang meriwayatkan dari Ibnu ’Umar, maka ia adalah Ibnu Abi
Rabbaah. Dikatakan ia tidak mendengar dari Ibnu ’Umar, namun yang benar ia
telah mendengar darinya sebagaimana hal itu telah ditetapkan oleh Al-Bukhaariy
dalam At-Taariikh Al-Kabiir(6/464).
Al-Imam Ash-Shan’aaniy telah
menukil pendapat ini dalam Subulus-Salaam dan menyepakatinya. Ia
merupakan pendapat yang disepakati/disetujui oleh kebanyakan ahli ilmu karena
merupakan pendapat yang paling kuat. Wallaahu a’lam.
[diambil dari buku Ahkaamul-Jum’ah karya
Asy-Syaikh Yahyaa Al-Haajuriy hafidhahullah – ebook – oleh
Abul-Jauzaa’, 1 Ramadlaan 1431].
Sumber =http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2010/08/shalat-sunnah-rawatib-setelah-shalat.html