Oleh: Kumpulan Ulama Besar Arab
Saudi
________________________________________
Sumber: Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil
kitabi wa sunnah
Edisi Indonesia (eBook) : Koreksi
Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an &
As-Sunnah, Terbitan Darul Haq,
________________________________________
Penerjemah
Al Ustadz Abu Ihsan Al Atsari
Maktabah Abu Salma al-Atsari
_________________________
DIALOG KEDUA : BERSAMA
SYAIKH SHALIH BIN FAUZAN AL-FAUZAN
Pertanyaan
1 :
Ada
beberapa orang yang memandang remeh perkara aqidah, mereka beranggapan bahwa
nilai keimanan yang dimiliki sudah
mencukupi bagi seseorang. Sudikah Anda menjelaskan
urgensi aqidah bagi setiap
pribadi muslim serta
pengaruh yang timbul dari aqidah
tersebut dalam kehidupannya
dan dalam hubungannya terhadap
diri sendiri, masyarakat muslim dan non muslim ?
Jawaban :
Bismillahirrahmanirrahim, segala
puji hanyalah bagi
Allah semata Rabb sekalian
alam. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada
rasul junjungan kita
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam, bagi keluarga serta sahabat beliau, wa ba'du.
Pembenahan aqidah
merupakan asas dasar
Dienul Islam. Tidaklah berlebihan
sebab syahadat Laa
Ilaaha Illallah Muhammadur
Rasulullah merupakan rukun Islam yang pertama.
Dan para
rasul pertama kali
menyeru kaumnya untuk membenahi aqidah
mereka. Sebab aqidah
merupakan dasar pondasi seluruh
amal ibadah dan perbuatan yang dilakukan. Tanpa pembenahan
aqidah amal menjadi
tiada berguna.
Allah
Subhnahahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya
: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan" [Al-An'am : 88] Yaitu akan
hapuslah seluruh amalan
mereka. Dalam ayat
lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga,
dan tempatnya ialah
Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun" [Al-Maidah :
72] Dalam ayat
lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Dan sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: “Jika kamu
mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus
amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi" [Az-Zumar : 65]
Dari
ayat-ayat diatas dan beberapa ayat lainnya jelaslah bahwa urgensi aqidah
merupakan prioritas yang
utama dan pertama dalam
dakwah. Seruan dakwah
pertama kali adalah
kepada pembenahan aqidah. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa
sallam bermukim di kota Mekkah setelah diangkat menjadi rasul selama
tiga belas tahun
menyeru umat manusia
kepada pembenahan aqidah, yakni
kepada tauhid. Tidaklah
diturunkan
kewajiban-kewajiban ibadah kecuali
setelah beliau hijrah
ke Madinah.
Memang benar, ibadah shalat diwajibkan ketika beliau berada di Makkah sebelum hijrah, akan tetapi bukankah syariat-syariat lainnya diwajibkan atas beliau setelah hijrah ke Madinah ? Hal itu menunjukkan bahwa amal ibadah itu baru dituntut setelah pembenahan aqidah. Orang yang mengatakan "cukuplah nilai keimanan tanpa memperhatikan perlu ambil peduli masalah aqidah" justru bertentangan dengan nilai keimanan itu sendiri. Sebab keimanan itu akan sempurna dengan memiliki aqidah yang benar dan lurus. Adapun jika aqidah belum benar, maka tidak akan ada tersisa iman dan nilai agama sedikitpun !
Memang benar, ibadah shalat diwajibkan ketika beliau berada di Makkah sebelum hijrah, akan tetapi bukankah syariat-syariat lainnya diwajibkan atas beliau setelah hijrah ke Madinah ? Hal itu menunjukkan bahwa amal ibadah itu baru dituntut setelah pembenahan aqidah. Orang yang mengatakan "cukuplah nilai keimanan tanpa memperhatikan perlu ambil peduli masalah aqidah" justru bertentangan dengan nilai keimanan itu sendiri. Sebab keimanan itu akan sempurna dengan memiliki aqidah yang benar dan lurus. Adapun jika aqidah belum benar, maka tidak akan ada tersisa iman dan nilai agama sedikitpun !
Pertanyaan
2 :
Bagaimana pengaruh
aqidah terhadap kehidupan
seorang muslim dan prilakunya ?
Jawaban :
Sebagaimana yang
telah disinggung diatas
bahwa jika seorang muslim memiliki
aqidah yang benar
maka amal ibadahnya-pun menjadi benar.
Sebab aqidah yang benar akan
mendorongnya melakukan amal
shalih dan mengarahkannya kepada
nilai-nilai kebaikan dan perbuatan terpuji. Apabila seseorang telah
berikrar tiada Ilah yang
berhak disembah dengan
benar kecuali Allah didasari ilmu
dan keyakinan serta
ma'rifah, maka akan mendorongnya melakukan amal shalih. Sebab syahadat
Laa Ilaaha Illallah bukanlah sekedar
kata-kata yang diucapkan lisan
begitu saja. Ia
merupakan ikrar bagi
i'tiqad dan amalan.
Ikrar dan syahadat tersebut
tidak akan lurus
dan berguna kecuali dengan melaksanakan
segala konsekwensinya berupa
amal shalih, si pengingkar
akan tergerak menegakkan
rukun Islam dan Iman.
Ditambah beberapa perintah-perintah agama
dan disempurnakan dengan melaksanakan sunnah-sunnah dan nilai-nilai
keutamaan lainnya.
Pertanyaan
3 :
Fadhilatusy
Syaikh di samping kondisi buruk yang melanda umat Islam di
tengah-tengah badai pemikiran
yang tidak menentu khususnya yang
berkaitan dengan agama.
Fenomena tersebut melahirkan banyak
sekali gerakan-gerakan dan
kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam dan mengklaim bahwa manhaj mereka adalah
manhaj Islami yang
benar dan wajib diikuti. Sehingga
seorang muslim seringkali
bingung menentukan siapakah yang
diikuti dan siapakah
yang berada diatas kebenaran ?
Jawaban :
Berpecah belah
bukanlah ajaran Dienul
Islam. Sebab Islam memerintahkan kita
supaya bersatu padu
dan berada di
atas satu jama'ah yang
memiliki aqidah yang
satu, yakni aqidah tauhid. Di
atas satu asas,
yakni mengikuti Sunnah
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman.
"Artinya :
Sesungguhnya (agama tauhid)
ini adalah agama kamu semua ; agama yang satu dan Aku
adalah Rabbmu, maka sembahlah Aku" [Al-Anbiya : 92]. Dan ayat
lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai" [Ali-Imran : 103] Dalam ayat
lain Allah berfirman. "Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agamanya dan mereka
(berpecah) menjadi beberapa golongan, tidak
ada sedikitpun tanggung
jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah
(terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa
yang telah mereka perbuat" [Al-An'am : 159] Ayat ini
merupakan ancaman yang
berat atas setiap
tindakan berpecah belah dan
saling berselisih. Allah Subhnahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai
berai dan berselisih
sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat" [Ali-Imran : 105]
Dienul Islam
mengedepankan persatuan dan
kesatuan. Berpecah belah bukanlah
termasuk ajaran agama,
berbilang-bilang kelompok juga
bukan merupakan ajaran
agama. Sebab Dienul Islam
memerintahkan kita supaya
bersatu di dalam jama'ah
yang satu. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda. "Artinya :
Sesama kaum mulimin
ibarat satu bangunan
yang saling menguatkan satu sama lainnya" Dalam hadits
lain Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya
: Perumpamaan kaum mukminin dalam rasa cinta kasih dan sayang mereka seperti
satu jasad"
Sebagaimana dimaklumi bahwa bangunan ataupun jasad adalah satu kesatuan yang tidak dapat dicerai beraikan. Sebuah bangunan yang telah tercerai berai pasti roboh. Demikian pula jasad kita tercerai berai pasti mati. Maka tiada lain harus bersatu padu, harus berada dalam satu kesatuan satu jama'ah yang berasaskan tauhid dan mengikuti metodologi dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta menapaki nilai-nilai Islam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya :
Dan bahwa (yang
Kami perintahkan) ini
adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutillah dia;
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalanNya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
bertaqwa" [Al-An'am : 153]
Kelompok
yang berbilang-bilang jumlahnya dan saling
bercerai-berai seperti yang
dapat disaksikan pada
hari ini sama
sekali tidak direstui Dienul
Islam, bahkan Islam
sangat melarang hal itu. Dienul Islam memerintahkan supaya bersatu di atas aqidah
tauhid dan pedoman
Islam dalam satu
jama'ah. Sebagaimana hal itu
telah diperintahkan oleh
Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Berbilang-bilang jama'ah
merupakan tipu daya
setan dari jenis manusia
dan jin terhadap
umat ini. Orang-orang
kafir dan munafik dari
dahulu senantiasa menebar
jaring-jaring makar dan tipu muslihat untuk memecah belah persatuan umat. Sejak
dahulu orang-orang Yahudi
telah mengatakan seperti
yang diperintahkan dalam Al-Qur'an. "Artinya :
Segolongan (lain) dari
Ahli Kitab berkata
(kepada sesamanya) : "Perlihatkanlah (seolah-olah)
kamu beriman kepada apa-apa
yang diturunkan kepada
orang-orang beriman
(sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya,
supaya mereka (orang-orang
mu'min)kembali (kepada kekafiran)" [Ali Imran : 72] Yaitu supaya
kaum muslimin murtad
dari agama mereka
jika melihat kamu murtad
dari agama mereka.
Berkaitan dengan kaum munafikin Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar) : "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami" [Al-Munafiqun : 7] Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu" [At-Taubah : 107]
Berkaitan dengan kaum munafikin Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar) : "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami" [Al-Munafiqun : 7] Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu" [At-Taubah : 107]
Pertanyaan
4 :
Fadhilatusy Syaikh
! Termasuk perkara
yang dianggap remeh manusia
sekarang ini adalah
masalah ba'iat. Ada
beberapa orang yang berpendapat
boleh memberikan bai'at kepada salah
satu kelompok Islam yang ada sekarang ini, kendati di sana ada bai'at-bai'at
lain bagi kelompok
lain pula. Kadangkala pemimpin
yang dibai'at ini
tidak dikenal dengan
alasan masih 'dirahasiakan'. Bagaimanakah
hukumnya bai'at seperti
itu ? Apakah hukumnya
berbeda di dalam
negeri-negeri kafir atau negara yang tidak berhukum dengan hukum
Allah ?
Jawaban :
Bai'at hanya
boleh diberikan kepada
penguasa kaum muslimin. Bai'at-bait yang
berbilang-bilang dan bid'ah
itu merupakan akibat perpecahan.
Setiap kaum muslimin
yang berada dalam satu pemerintahan dan satu
kekuasaan wajib memberikan satu
bai'at kepada satu
orang pemimpin. Tidaklah
dibenarkan memunculkan
bai'at-bai'at yang lain.
Bai'at-bai'at tersebut merupakan
hasil perpecahan kaum muslimin pada zaman ini dan akibat kejahilan tentang
agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang itu, beliau
bersabda. "Artinya :
Siapa saja yang
ingin memecah belah
persatuan kalian setelah kalian
sepakat mengangkat seorang
pemimpin maka tebaslah lehernya"
Atau sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika didapati orang yang ingin membangkang pemerintah yang berdaulat dan berusaha memecah belah persatuan kaum muslimin maka Rasulullah telah memerintahkan waliyul amri berserta segenap kaum muslimin untuk memerangi pembangkang tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil" [Al-Hujurat : 9]
Amirul Mukminin
Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu 'anhu
serta beberapa sahabat yang
senoir memerangi kelompok
Khawarij dan kaum pembangkang
hingga berhasil ditumpas
dan memadamkan kekuatan mereka sehingga kaum musilimin aman dari kejahatan
mereka. Ini merupakan
sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau telah memerintahkan
kaum muslimin agar memerangi
kaum pemberontak dan
kelompok Khawarij yang berusaha memecah belah persatuan kaum muslimin dan membangkang
pemerintah. Semua itu
demi menjaga persatuan dan
kesatuan jama'ah kaum
muslimin dari rongrongan
perpecahan dan perselisihan.
Pertanyaan
5 :
Apa hukumnya
orang yang menisbatkan
dirinya kepada salah satu
jama'ah tersebut ? Khususnya kepada
jama'ah yang menerapkan sistem
sirriyah dan ba'iah terhadap pengikutnya ?
Jawaban :
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam
telah mengabarkan bahwa perpecahan
bakal terjadi. Pada
kondisi demikian beliau memerintahkan kita
untuk berpegang teguh
persatuan dan istiqamah di
atas petunjuk Rasulllah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat-sahabat beliau.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam besabda. "Artinya :
Umat Yahudi telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh
satu golongan. Umat
Nashrani telah terpecah
belah menjadi tujuh puluh
dua golongan dan
umat ini akan
terpecah belah menjadi tujuh
puluh tiga golongan
seluruhnya masuk Neraka kecuali
satu. Para sahabat
bertanya: "Siapakah
golongan yang satu
itu, wahai Rasulullah
!" Beliau menjawab
: "Siapa
saja yang berada diatas pertunjukku dan di atas petunjuk
sahabat-sahabatku"
Ketika para sahabat meminta wasiat kepada beliau, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Aku wasiatkan kamu agar selalu bertakwa, patuh dan taat (kepada pemimpin) walaupun yang memimpin kamu adalah seorang budak. Sebab siapa saja yang hidup sepeninggalku ia pasti melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin setelahku. Peganglah ia erat-erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu (sungguh-sungguhlah)"
Itulah pedoman yang harus ditempuh oleh kaum muslimin sekarang ini sampai hari Kiamat. Yaitu dalam menghadapi perselisihan hendaklah merujuk kepada pedoman Salafush Shalih dalam masalah apapun, terutama masalah dien, manhaj, bai'at dan lain-lain.
Pertanyaan
6 :
Sebagian
orang memandang wajib mendirikan jama'ah-jama'ah atau kelompok-kelompok ini
khususnya dalam rangka
dakwah kepada agama Allah
ke tengah masyarakat
yang tidak tampak kekuasaan
Dienul Islam di dalamnya.
Jawaban :
Dakwah kepada
agama Allah merupakan
tuntutan kewajiban. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berirman. "Artinya :
Serulah (manusia) kepada
jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik"
[An-Nahl : 125]
Akan tetapi memecah belah kaum muslimin menjadi berkelompok-kelompok sehingga masing-masing orang mengklaim kelompoknyalah yang benar sementara yang lain sesat sebagaimana realita yang ada sekarang, jelas bukan merupakan manhaj dakwah yang benar. Setiap muslim yang memiliki ilmu dan kemampuan wajib berdakwah kepada agama Allah di atas petunjuk ilmu. Hendaklah ia bekerjasama dengan yang lainnya tanpa harus menjadikan manhaj khusus bagi setiap golongan yang menyelisihi manhaj golongan lainnya. Bahkan seharusnya kaum muslimin memiliki manhaj yang satu. Dan hendaknya mereka saling bekerja sama dan bermusyawarah di antara mereka.
Tidak
perlu mendirikan jama'ah dan
manhaj-manhaj baru yang saling
berbeda dan berpecah
belah. Karena kondisi seperti
itu akan mengancam keutuhan persatuan kaum muslimin dan akan
memunculkan persengketaan dan
percekcokkan diantara kaum muslimin sebagaimana
yang dapat disaksikan
pada hari ini diantara jama'ah-jama'ah yang
ada di negeri-negeri
Islam dan lainnya.
Mendirikan jama'ah
bukanlah perkara yang
sangat esensial dalam berdakwah,
Namun yang esensial
ialah siapa saja
yang memiliki ilmu, kebijaksanaan
dan marifat hendaklah
bangkit berdakwah kepada jalan
Allah meskipun seorang
diri. Berdakwah kepada jalan
Allah harus dilakukan
di atas manhaj yang satu, manhaj yang tegak di atas
al-haq sekalipun berbeda-beda dalam disiplin ilmu dan terpencar di berbagai
negeri.
Pertanyaan
7 :
Fadhilatusy Syaikh,
beberapa catatan yang
perlu diperhatikan sekarang ini
adalah munculnya gejala
sikap ghuluw (ekstrim) serta reaksi
masyarakat umum terhadap
fenomena ini. Bagaimana
caranya meredam fenomena tersebut dan siapakah yang bertanggung jawab dalam hal
ini?
Jawaban :
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam
telah memperingatkan umat dari bahaya sikap ekstrim, beliau
bersabda. "Artinya :
Waspadalah terhadap sikap
ghuluw (ekstrim) karena perkara yang membinasakan umat sebelum
kamu adalah sikap ghuluw"
Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda. "Artinya
: Binasalah mutanaththi'un, binasalah muthanaththi'un, binasalah
muthanaththi'un" Muthanaththi'un ialah
orang yang berlebih-lebihan dan melampui
batas dalam perkara
agama. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Wahai Ahli Kitab,
janganlah kamu melampui
batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan
terhadap Allah kecuali yang benar" [An-Nisaa : 171]
Dalam ayat
lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya
: Katakanlah : "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampui
batas) dengan cara
yang tidak benar dalam agamamu" [Al-Maidah : 77]
Yang
wajib adalah beristiqomah
di atas al-haq
tanpa perlu diiringi sikap
ekstrim dan tidak
pula sikap apatis.
Allah telah berkata kepada
NabiNya dan para pengikutnya. "Artinya :
Maka tetaplah kamu pada
jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat berserta kamu dan
janganlah kamu melampui batas" [Hud : 112]
Yakni janganlah menambah-menambahi dan jangan bersikap ekstrim, karena yang dituntut adalah keistiqomahan, yaitu bersikap tengah di antara sikap ekstrim dan apatis. Itulah pedoman Dienul Islam dan merupakan metode para nabi seluruhnya, yakni istiqomah di atas Dienullah tanpa disertai sikap ekstrim dan berlebih-lebihan dan tidak pula sikap apatis.
Yakni janganlah menambah-menambahi dan jangan bersikap ekstrim, karena yang dituntut adalah keistiqomahan, yaitu bersikap tengah di antara sikap ekstrim dan apatis. Itulah pedoman Dienul Islam dan merupakan metode para nabi seluruhnya, yakni istiqomah di atas Dienullah tanpa disertai sikap ekstrim dan berlebih-lebihan dan tidak pula sikap apatis.
Pertanyaan
8 :
Termasuk perkara
yang perlu dibahas
dalam wawasan ke-Islaman pada hari ini adalah merasuknya
benih-benih pemikiran kelompok
sesat seperti Khawarij
dan Mu'tazilah ke
dalamnya. Pada sebagian kelompok
tersebut didapati pemikiran
tafkir (pengkafiran kaum muslimin)
dan tindak kekerasan
melawan pelaku maksiat dan
orang fasik di
kalangan kaum muslimin. Adakah pengarahan Anda dalam
masalah ini ?
Jawaban :
Hal itu
merupakan sikap yang
keliru. Sebab Dienul
Islam melarang tindak kekerasan
dalam berdakwah. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman. "Artinya : Serulah (manusia) kepada
jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik" [An-Nahl : 125] Allah memerintahkan
kepada kedua nabiNya,
yakni Musa dan Harun dalam menghadapi Fir'aun. "Artinya :
Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut mudah-mudahan
ia ingat atau takut" [Thaha : 44]
Kekerasan yang
dilawan dengan kekerasan
justru akan menghasilkan sesuatu
yang bertolak belakang dengan harapan.
Dan juga
dampaknya kepada kaum
muslimin sangat buruk. Dienul
Islam mengajurkan agar
mempergunakan hikmah dan cara
yang terbaik dalam
berdakwah serta bersikap
lembut terhadap mad'u (orang
yang didakwahi). Adapun
sikap keras dan arogan
terhadap mad'u bukanlah
termasuk ajaran Dienul Islam.
Kaum muslimin wajib
berjalan diatas manhaj
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam
dan sejalan dengan
bimbingan qur'ani dalam berdakwah.
Hendaklah
diketahui bahwa vonis kafir memiliki batasan-batasan syar'i yang harus
diperhatikan. Siapa saja yang melakukan salah satu dari
pembatal ke-Islaman yang
disebutkan oleh ulama Ahlus
Sunnah wal Jama'ah
maka ia dihukumi
kafir setelah menegakkan hujjah atas yang bersangkutan.
Barangsiapa yang tidak melakukan
salah satu dari pembatal ke-Islaman
itu, maka tidak boleh
dihukumi kafir meskipun
ia melakukan dosa
besar selain dosa syirik.
Pertanyaan
9 :
Ada sebagian
orang yang menggunakan
istilah jahiliyah bagi masyarakat Islam
yang terdapat kerusakan
di dalamnya. Dan penggunaan istilah
ini memberi konsekuensi
negatif sebagaimana yang Anda
ketahui. Bagaimanakah bimbingan yang benar dalam masalah ini ?
Jawaban :
Jahiliyah secara
umum telah berakhir
dengan diutusnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam,
walillahil hamd. Beliau datang dengan membawa cahaya Islam,
pelita ilmu dan hidayah yang akan terus
ada dan bertahan
hingga akhir zaman.
Tidak ada lagi masalah
jahiliyah secara umum
setelah diutusnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi akan
masih tetap ada sisa-sisa jahiliyah dalam hal-hal tertentu dan jahiliyah
yang dilakukan oleh
sebagian oknum. Adapun
jahiliyah secara umum telah
berakhir seiring dengan diutusnya Nabi
Shallallahu'alaihi wa sallam dan tidak akan
kembali hingga datangnya hari Kiamat.
Adapun sifat-sifat jahiliyah yang dilakukan oleh sebagian orang atau jama'ah atau sebagian anggota masyarakat memang masih ada, namun hal itu termasuk jahiliyah dalam ruang lingkup khusus bagi yang melakukannya. Dengan demikian tidak boleh menggunakan istilah jahiliyah secara umum sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam buku Iqtidha Shiratul Mustaqim.
Pertanyaan 10 :
Setelah diselidiki
ternyata orang yang
menggunakan istilah
jahiliyah terhadap masyarakat
Islam ialah untuk
mengkafirkan masyarakat
Islam tersebut kemudian
dilanjutkan dengan pemberontakan,
bagaimanakah komentar Anda ?
Jawaban :
Tidak semua
orang boleh menjatuhkan
vonis kafir atau berkomentar tentang
vonis kafir terhadap
individu ataupun kelompok tertentu.
Pengkafiran memiliki batasan-batasan yang perlu
diperhatikan. Barangsiapa melakukan
salah satu dari pembatal-pembatal ke-Islaman
maka ia dihukumi kafir. Pembatal-pembatal ke-Islaman
itu sudah diketahui
secara luas dan yang
paling besar adalah
syirik, mengaku tahu
perkara ghaib, berhukum dengan
selain hukum Allah,
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya :
Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah
orang-orang yang kafir" [Al-Maidah : 44]
Masalah pengkafiran ini sangat berbahaya. Tidak semua orang boleh mengucapkannya terhadap orang lain. Masalah ini merupakan wewenang hakim syar'i dan ahli ilmu yang mapan ilmunya, yang mengetahui Dienul Islam dan pembatal-pembatalnya, mengetahui situasi-situasi dan kondisi serta keadaan manusia dan masyarakat. Merekalah yang berwenang menjatuhkan vonis kafir. Adapun orang jahil, orang awam, pemula dalam menuntut ilmu tidaklah berhak menjatuhkan vonis kafir terhadap siapapun baik pribadi, masyarakat ataupun negara. Karena mereka tidak ahli dalam masalah ini.
Pertanyaan
11 :
Fadhilatusy Syaikh,
sangat disayangkan di
sana ada beberapa oknum yang
membolehkan memberontak pemerintah
tanpa memperhatikan
kaidah-kaidah syar'i. Bagaimanakah
pedoman Ahlus Sunnah wal
Jama'ah dalam menghadapi
pemerintah muslim maupun non muslim.?
Jawaban :
Manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama'ah
dalam menghadapi pemerintah muslim adalah
patuh dan taat, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Hai orang-orang yang
beriman, ta'atilah Allah
dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur'an) dan
Rasul (Sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari
Kemudian. Yang demikian itu
adalah lebih utama
(bagimu) dan lebih
baik akibatnya" [An-Nisa : 59]
Rasullullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya
: Aku wasiatkan kamu agar selalu
bertakwa, patuh dan taat (kepada pemimpin) walaupun yang memimpin kamu adalah
seorang budak. Sebab
siapa saja yang
hidup sepeninggalku ia pasti melihat perselisihan yang sangat
banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku
dan sunnah Khulafa'
Rasyidin setelahku".
Hadits ini sangat sejalan dengan ayat di atas, dan dengan sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Barangsiapa mentaati pemimpin, sungguh ia telah mentaatiku, barangsiapa membangkang kepada pemimpin berarti ia telah membangkang kepadaku"
Dan masih
banyak lagi hadits-hadits
lain yang menganjurkan kita supaya patuh dan taat. Di
antaranya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya :
Patuh dan taat
meskipun hartamu diambil
dan punggungmu dipukul"
Pemerintah muslim
yang berdaulat wajib
ditaati dalam bingkai ketaatan kepada
Allah. Jika pemerintah
menyuruh berbuat maksiat
janganlah ditaati. Yaitu janganlah lakukan maksiat yang diperintahkannya itu.
Namun dalam perkara yang bukan maksiat hendaklah ditaati.
Sementara berkaitan dengan masalah menghadapi penguasa yang kafir, maka hal ini tergantung kepada situasi dan kondisi yang ada. Jika kaum muslimin memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memerangi serta mengganti penguasa kafir itu dengan penguasa muslim maka hal itu wajib bagi mereka dan termasuk jihad fi sabilillah. Adapun jika kaum muslimin tidak mampu melakukannya maka mereka tidak dibenarkan melawan orang zhalim dan kafir itu. Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan bencana dan kehancuran atas kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hidup di kota Mekah selama tiga belas tahun setelah diutus menjadi rasul, dalam rentang waktu begitu lama tersebut beliau berada di bawah kekuasaan kafir Quraisy. Namun beliau dan para sahabat tidak berusaha merongrong kekuasaan kafir Quraisy ketika itu. Bahkan mereka dilarang memerangi kaum kafir pada masa tersebut. Hingga beliau hijrah ke kota Madinah, memiliki daulah dan jama'ah yang mampu memerangi kaum kafir. Inilah pedoman Dienul Islam.
Adapun jika
ternyata kaum muslimin
yang berada di
bawah kekuasaan kaum kafir
tidak mampu melengserkan (mengganti,-peny) penguasa
kafir itu maka
hendaknya mereka tetap berpegang teguh
dengan ajaran Islam dan
aqidah yang benar. Jangan
sampai mereka menjerumuskan
diri ke dalam
bahaya dengan melibatkan diri
melawan kaum kafir.
Karena tindakan tersebut menimbulkan
kehancuran dan terganggunya
aktifitas dakwah. Adapun jika
mereka memiliki kekuatan
dan mampu menegakkan jihad,
maka hendaklah mereka
melakukannya dengan memperhatikan kaidah-kaidah syar'i.
Pertanyaan
12 :
Kekuatan
yang dimaksud di sini apakah kekuatan
yang pasti dan riil atau cukuplah
hanya sekedar kekuatan
nisbi dan sebatas perkiraan belaka ?
Jawaban :
Kekuatan yang
dimaksud adalah kekuatan
yang sama-sama dimaklumi, yakni
apabila kekuatan itu
benar-benar riil dimiliki kaum
muslimin mampu menegakkan
panji-panji jihad fi sabilillah, maka dalam kondisi begitu
disyariatkan jihad melawan kaum
kafir. Adapun jika
ternyata kekuatan tersebut
bersifat nisbi atau hanya
sebatas perkiraan belaka
maka tidak dibenarkan menggiring
kaum muslimin ke dalam
mara bahaya yang dapat menimbulkan
kesudahan yang tidak
terpuji. Sepak terjang Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa
sallam di kota
Mekkah merupakan sebaik-baik bukti yang nyata dalam masalah ini.
Pertanyaan
13 :
Fadhilatus Syaikh,
dien adalah nasihat. Dan nasihat merupakan salah satu
dasar Dienul Islam.
Namun kendati begitu
kami masih menemukan kendala
khususnya yang berkaitan
dengan hakikat nasihat kepada
penguasa dan batasan-batasannya. Bagaimanakah caranya
memberi nasihat kepada penguasa dan fase-fasenya. Problematika
yang sangat serius
adalah tentang merubah
kemungkaran dengan tangan (tindakan). Sudikah anda mejelaskan persoalan ini ?
Jawaban :
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam
telah menerangkan hal ini, beliau bersabda. "Artinya
: Dien adalah nasihat,. "Kami
bertanya : "Bagi siapa ?" Beliau bersabda:
"Bagi Allah, KitabNya,
RasulNya, penguasa kaum dan
segenap kaum muslimin"
Nasihat
bagi penguasa kaum
muslimin adalah dengan mentaati mereka dalam
perkara ma'ruf, mendoakan
mereka dan menunjuki mereka
jalan yang benar
serta menjelaskan kekeliruan yang
mereka lakukan supaya
dapat dihindari. Dan hendaknya
nasihat itu diberikan
secara rahasia, empat
mata antara si pemberi
nasihat dan penguasa
tersebut. Nasihat kepada penguasa
itu juga dapat
diberikan dalam bentuk melakukan isntruksi-instruksi yang
diserahkan melalui aparat yang
diangkat penguasa dan
orang-orang yang diberi kewenangan olehnya. Yaitu melakukannya
dengan amanah dan ikhlas. Ini juga termasuk bentuk nasihat kepada penguasa kaum
muslimin. Demikian pula Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda. "Artinya
: Barangsiapa melihat sebuah kemungkaran
hendaklah ia ubah dengan
tangannya, jika tidak
mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu
maka bencilah kemungkaran itu dalam hatinya".
Maksudnya,
kaum muslimin terbagi menjadi tiga kelompok :
1. Yang memiliki
ilmu dan kekuasaan, maka
mereka berhak merubah kemungkaran
dengan tangan (tindakan),
seperti pemerintah dan aparat-aparat
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan amar
ma'ruf nahi mungkar. Merekalah yang berwenang
merubah kemungkaran dengan tangan melalui proses hukum syar'i.
2. Yang memiliki ilmu tapi tidak memiliki kekuasaan. Kelompok ini
hendaknya merubah kemungkaran
dengan lisan. Yaitu dengan menjelaskan kepada umat manusia
hukum halal dan haram, ma'ruf dan
mungkar. Ia berhak
menganjurkan kepada yang ma'ruf,
melarang, memberi bimbingan
dan menasihati, semua itu
termasuk mengingkari kemungkaran dengan lisan.
3. Seorang muslim
yang tidak memiliki
ilmu dan tidak
pula memiliki kekuasaan. Kelompok ketiga ini cukuplah membenci
kemungkaran dan pelakunya
dalam hatinya. Menjauhkan dirinya dari kemungkaran dan
pelakunya.
Itulah
tingkatan amar ma'ruf nahi mungkar.
Pertanyaan
14 :
Apakah
metode dakwah dibatasi dengan kaidah-kaidah tertentu?
Jawaban :
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya :
Serulah (manusia) kepada
jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik. Sesungguhnya Rabbmu
Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya
dan Dia-lah yang
lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk"
[An-Nahl : 125]
Orang yang
terjerumus dalam kemungkaran
boleh jadi karena kejahilannya. Maka
untuk orang jenis
ini cukup didakwahi dengan cara
yang bijaksana. Misalnya
dengan menjelaskan kekeliruannya,
apabila telah jelas kekeliruan tersebut baginya ia segera kembali
kepada kebenaran.
Di antara manusia ada juga yang walaupun kekeliruannya telah jelas namun ia masih keras kepala tidak mau kembali kepada kebenaran. Barangkali ia memiliki sifat malas, hawa nafsunya merintangi dirinya untuk menerima kebenaran. Maka untuk orang jenis ini dibutuhkan pelajaran yang baik, yaitu dengan memperingatkan kepadanya kerasnya siksa Allah dan hukuman yang bakal diterima oleh orang yang terus menerus berbuat maksiat setelah mengetahuinya.
Ada pula jenis ketiga, yaitu orang yang membantah apabila mengetahui kebenaran demi mempertahankan kebatilan dan kemungkaran. Ia hanya ingin mencari pembenaran bagi kesalahan yang dilakukannya. Orang jenis ini perlu dibantah. Namun hendaknya perbantahan itu dilakukan dengan cara yang terbaik bukan dengan sikap arogan, tidak pula dengan pelecehan dan penghinaan, namun dengan cara yang terbaik, yaitu membantah kebatilan dengan argumen-argumen yang jelas sehingga kebenaran menjadi nyata dan kebatilan menjadi sirna.
Inilah tingkatan-tingkatan yang dijelaskan Allah dalam ayat tersebut.
Di antara manusia ada juga yang walaupun kekeliruannya telah jelas namun ia masih keras kepala tidak mau kembali kepada kebenaran. Barangkali ia memiliki sifat malas, hawa nafsunya merintangi dirinya untuk menerima kebenaran. Maka untuk orang jenis ini dibutuhkan pelajaran yang baik, yaitu dengan memperingatkan kepadanya kerasnya siksa Allah dan hukuman yang bakal diterima oleh orang yang terus menerus berbuat maksiat setelah mengetahuinya.
Ada pula jenis ketiga, yaitu orang yang membantah apabila mengetahui kebenaran demi mempertahankan kebatilan dan kemungkaran. Ia hanya ingin mencari pembenaran bagi kesalahan yang dilakukannya. Orang jenis ini perlu dibantah. Namun hendaknya perbantahan itu dilakukan dengan cara yang terbaik bukan dengan sikap arogan, tidak pula dengan pelecehan dan penghinaan, namun dengan cara yang terbaik, yaitu membantah kebatilan dengan argumen-argumen yang jelas sehingga kebenaran menjadi nyata dan kebatilan menjadi sirna.
Inilah tingkatan-tingkatan yang dijelaskan Allah dalam ayat tersebut.
- Tingkatan pertama dengan hikmah,
- Tingkatan kedua dengan pelajaran yang baik dan
- Tingkatan ketiga dengan perbantahan yang baik.
Pertanyaan 15 :
Bagaimana
pedoman Salafus Shalih dalam masalah amar ma'ruf nahi mungkar ?
Jawaban :
Tadi telah
kita jelaskan bahwa
jika amar ma'ruf
nahi mungkar itu ditegakkan
di negeri Islam
seperti negeri kita
ini, maka cukup dengan
nasihat dan peringatan
yang baik, sebab pemerintah negeri
tersebut telah mengatur
seluruh proseduralnya. Jika si
pelaku maksiat harus
di cekal, maka keputusannya diserahkan
kepada pemerintah yang
berwenang. Jika tidak perlu
dilaporkan kepada pemerintah
maka yang dituntut adalah
menutupi kesalahan pelaku
maksiat apabila tampak pada
dirinya tekad untuk
meninggalkan maksiat dan menerima
dakwah serta meninggalkan
kesalahan yang dilakukannya. Kesalahan mereka
ini tidak perlu
diekspos. Cukuplah mereka merubah diri sendiri semampu mereka
dari jahat menjadi baik.
Jika kelihatannya si pelaku maksiat ini tidak mengindahkan dan tidak menerima nasihat maka sebaiknya mengangkat urusan mereka kepada pihak yang berwajib. Jika telah diangkat kepada pihak yang berwajib maka selesailah kewajiban si pemberi nasihat, sebab ia telah mengembalikan urusan kepada pihak yang berwenang.
Namun apabila hal itu terjadi di negeri non muslim, maka cukuplah bagi mereka dakwah kepada jalan Allah dengan cara yang hikmah dan pelajaran yang baik serta mencegah terjadinya fitnah yang lebih besar yang dapat merugikan dan membahayakan kaum muslimin. Jangan sampai muncul sikap arogan dan anarki yang menimbulkan mudharat lebih besar. Cukuplah dengan menyebarkan Dienul Islam secara hikmah dan penuh dengan pelajaran yang baik serta memberi nasihat bagi yang menerima serta menyerahkan urusan kepada Allah bagi orang yang tidak menerimanya.
Jika kelihatannya si pelaku maksiat ini tidak mengindahkan dan tidak menerima nasihat maka sebaiknya mengangkat urusan mereka kepada pihak yang berwajib. Jika telah diangkat kepada pihak yang berwajib maka selesailah kewajiban si pemberi nasihat, sebab ia telah mengembalikan urusan kepada pihak yang berwenang.
Namun apabila hal itu terjadi di negeri non muslim, maka cukuplah bagi mereka dakwah kepada jalan Allah dengan cara yang hikmah dan pelajaran yang baik serta mencegah terjadinya fitnah yang lebih besar yang dapat merugikan dan membahayakan kaum muslimin. Jangan sampai muncul sikap arogan dan anarki yang menimbulkan mudharat lebih besar. Cukuplah dengan menyebarkan Dienul Islam secara hikmah dan penuh dengan pelajaran yang baik serta memberi nasihat bagi yang menerima serta menyerahkan urusan kepada Allah bagi orang yang tidak menerimanya.
Pertanyaan
16 :
Sebagian
orang menyangka bahwa pedoman Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak layak diterapkan
pada masa sekarang ini. Mereka beralasan
bahwa kaidah-kaidah yang
ditetapkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mungkin di lakukan
hari ini ?
Jawaban :
Yang menganggap
pedoman Salafus Shalih
tidak layak diterapkan pada
zaman sekarang adalah
orang yang sesat
lagi menyesatkan. Bukanlah pedoman
Salafus Shalih yang
telah diperintahkan Allah supaya
diikuti hingga akhir
zaman ? Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya
: Sesungguhnya siapa saja yang hidup sepeninggalku ia pasti melihat
perselisihan yang sangat banyak. Maka berpegang teguhlah kepada
sunnahku dan sunnah
Khulafa' Rasyidin setelahku.
Peganglah ia erat-erat
dan gigitlah dengan
gigi gerahammu (sungguh-sungguhlah)"
Inilah merupakan pernyataan yang ditujukan kepada segenap umat hingga hari Kemudian kelak. Dan sekaligus menunjukkan bahwa kaum muslimin wajib menempuh pedoman Salafush Shalih. Dan penegasan bahwa pedoman Salafush Shalih layak diterapkan kapan dan dimana saja. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah" [At-Taubah : 100]
Termasuk didalamnya
segenap umat hingga
hari Kiamat nanti. Kaum
muslimin wajib mengikuti
pedoman generasi awal
umat ini dari kalangan
Muhajarin dan Anshar.
Imam Malik pernah berkata, "Tidak akan baik
generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang menjadikan baik generasi
awalnya".
Siapa saja yang berusaha memisahkan umat ini dari generasi awalnya, memisahkan mereka dari generasi Salafush Shalih berarti menghendaki keburukan terhadap kaum Muslimin. Sebenarnya ia menginginkan perubahan Dienul Islam dan mengada-adakan bid'ah dan penyimpangan. Usahanya itu wajib ditolak dan dipatahkan argumentasinya serta memperingatkan umat dari bahayanya. Sebab kaum muslimin wajib mengikuti pedoman Salafush Shalih dan berjalan di atasnya. Sebagaimana disebutkan dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Siapa saja yang berusaha memutus hubungan antara generasi akhir umat ini dan generasi awalnya maka usaha dan propagandanya itu harus ditolak mentah-mentah dan harus di waspadai bahayanya tanpa pandang bulu siapapun yang mempropagandakannya.
Pertanyaan
17 :
Termasuk persoalan
yang memprihatinkan sekarang
ini adalah kami dapati sebagian
orang berusaha mengkotak-kotakan kaum muslimin
dan mereka merasa
senang dengan perbuatan tersebut ?
Jawaban :
Seorang muslim
tidak dibolehkan menyibukkan
dirinya mengomentari orang lain serta
memecah belah persatuan kaum muslimin.
Memvonis atau menghakimi
orang lain tanpa
ilmu termasuk tindak pengrusakan
yang dilarang. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya
: Dan
janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta
pertanggungjawabannya" [Al-Isra : 36]
Seorang
muslim seyogyanya melakukan perbaikan dan menjaga persatuan kaum
muslimin serta berusaha
merapatkan barisan mereka di
atas panji-panji kebenaran.
Bukan justru memecah belah
Ahlus Sunnah dan memilah-milah
mereka menjadi beberapa golongan
dan kelompok. Yang
dituntut darinya jika melihat
kesalahan di tengah
kaum muslimin adalah
berusaha memperbaikinya. Jika dilihatnya ada celah untuk berpecah maka
ia wajib
berusaha menyatukannya. Inilah
yang dituntut dari seorang
muslim. Yaitu menyeru
kepada persatuan dan menambal celah-celah perpecahan. Usaha
itu merupakan bentuk nasihat yang sangat
agung bagi penguasa
dan segenap kaum muslimin.
Pertanyaan
18 :
Seringkali kami
memperhatikan segelintir penuntut
ilmu terlalu mudah memvonis
kafir terhadap kaum
muslimin. Bahkan segelintir orang
ini menuntut kaum
muslimin supaya melaksanakan
hukuman mati atas orang yang telah divonis kafir -menurut mereka-
apabila penguasa (pemerintah)
tidak melaksanakannya. Bagaimana pendapat Anda dalam maslah ini?
Jawaban:
Pelaksanaan
hukuman pidana merupakan wewenang penguasa semata. Tidak
setiap orang berhak
menegakkan hukum pidana ini. Sebab
bila demikian prakteknya
jelas akan terjadi kekacauan, kerusakan
dan keresahan di
kalangan masyarakat. Dan juga
akan menyalakan api
pemberontakan dan fitnah. Pelaksanaan hukuman merupakan
wewenang penguasa muslim. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya :
Saling memaafkanlah di
antara kalian, namun
jika urusannya telah diangkat kepada sultan (penguasa), maka Allah
melaknat pemberi rekomendasi
dan terpidana yang direkomendasi"
Salah satu kewajiban dan wewenang sulthan dalam Dienul Islam adalah melaksanakan hukuman setelah di proses secara syar'i oleh mahkamah syariat atas terdakwa pelaku kejahatan yang berhak mendapati hukuman, seperti hukuman atas orang murtad, pencuri dan lain sebagainya.
Walhasil, pelaksanaan hukuman merupakan wewenang sultan. Jika seandainya kaum muslimin tidak memiliki sultan (pernguasa) maka cukuplah dengan melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar serta dakwah kepada jalan Allah dengan hikmah, pengajaran yang baik serta perdebatan dengan cara yang terbaik. Individu-individu masyarakat tidak berhak melaksanakan hudud (hukuman). Sebab sebagaimana yang kami sebutkan, dapat menimbulkan kekacauan, peberontakan dan fitnah. Dan juga dapat menimbulkan mafsadat yang lebih besar daripada maslahatnya. Salah satu kaidah syar'i yang disepakati bersama menyatakan : "Menolak mafsadat lebih diutamakan daripada meraih maslahat"
Pertanyaan
19 :
Fadhilatus
Syaikh, siapakah yang layak dikatakan murtad ? Kami ingin Anda
menguraikannya dengan jelas.
Karena beberapa orang telah
divonis kafir dengan alasan yang masih samar !
Jawaban :
Menetapkan hukum
murtad dan keluar
dari agama atas seseorang merupakan
kewajiban ahli ilmu
yang matang ilmunya. Mereka
adalah para qadhi
di mahkamah-mahkamah syar'i dan
para mufti yang
diakui kepiawaiannya. Masalah
ini tidak jauh berbeda
dengan masalah-masalah agama
lainnya. Tidak semua orang berhak berkomentar di
dalamnya, termasuk juga para penuntut
ilmu yang masih
dalam taraf pemula
atau orang-orang yang mengaku
ulama namun pengetahuan agamanya masih dangkal.
Mereka tidak
punya wewenang membicarakan
masalah ini. Sebab jika
mereka berkomentar juga,
maka bisa menimbulkan kerusakan dan
akhirnya beberapa kaum
muslimin divonis murtad padahal
sebenarnya tidak begitu
! Pengkafiran seorang muslim yang
tidak melakukan salah
satu dari pembatal
ke-Islaman merupakan bahaya yang sangat besar.
Barangsiapa mengatakan
kepada saudaranya : Yaa kafir,
yaa fasik ternyata tidak demikian
maka perkataan itu akan kembali kepadanya. Orang
yang berhak menjatuhkan
vonis murtad adalah para
qadhi dan mufti
yang diakui kepiawaiannya
dan pelaksana hukuman tersebut
adalah para penguasa (pemerintah). Selain prosedur di
atas, pasti hanya menimbulkan kekacauan belaka.
Pertanyaan
20 :
Point
terakhir yang sangat kami harapkan
penjelasannya adalah tentang
masalah orang yang
merampas dan melangkahi wewenang penguasa.
Yaitu tentang orang yang
telah melaksanakan had (hukum
pidana) tanpa seizin Sultan, ada yang berpendapat bahwa
hukuman maksimal yang berhak
dijatuhkan oleh Sultan
atas orang itu
hanyalah hukuman kurungan
(penjara) !
Jawaban :
Tidak dibenarkan
merampas dan melangkahi
wewenang penguasa.
Barangsiapa membunuh seseorang
tanpa prosedur hukum syar'i
dan hanya berdasarkan
pendapat pribadinya saja maka berhak dijatuhkan hukuman qishah
atasnya jika ahli waris si korban menuntutnya.
Kecuali jika dapat
dibuktikan secara syar'i bahwa
si korban benar-benar
murtad dari Islam
maka tidak ada qishash
atasnya. Akan tetapi
Sultan berhak memberikan hukuman
peringatan atas perbuatannya
yang melangkahi wewenang Sultan.
Pertanyaan
21 :
Bagaimana
halnya dengan keadaan hukuman ta'zir ?
Jawaban :
Kadangkala hukuman
ta'zir itu sampai
kepada tingkatan hukuman mati
sesuai dengan kebijaksanaan penguasa. Misalnya penguasa melihat
tidak ada jalan
lain untuk mencegah kejahatannya kecuali
dengan hukuman mati
maka penguasa berhak
melakukannya.